Pengantar Pameran
Sejak Agustus 2019, lalu, sejumlah pemuda di Komunitas Gubuak Kopi merancang sebuah proyek seni yang bertemakan jalur perdagangan, silang budaya, dan teknologi transportasi. Proyek sederhana ini merupakan pengembangan dari Program Daur Subur, yang kami gagas sejak tahun 2017 lalu, dalam memetakan dan mengkaji tentang kebudayaan masyarakat pertanian di Sumatera Barat. Ada pun proyek ini belakangan kami beri judul: Kurun Niaga.
Tajuk di atas kami adopsi dari istilah Anthony Reid menamai bukunya Shoutheast Asia in The Age of Commerce (Asia Tenggara Kurun Niaga), 1999. Menjabarkan bagaimana Asia Tenggara priode 1450-1680 berproses dan terhubung menjadi satu kesatuan utuh yang dibentuk oleh interaksi para pedagang di wilayah itu. Pola yang tidak jauh berbeda juga kami temukan selama melakukan studi kecil mengenai jalur transportasi internal di Sumatera Barat priode 1680-an hingga Pasca-Padri. Interaksi antar kampung dan antar bangsa terhubung oleh sejumlah rencana perdagangan. Hal ini juga berkaitan dengan kemungkinan akses transportasi yang tersedia (dan ada juga yang dibuat tersedia) antara kota konsumen dan produsen. Kita sadari juga, perdagangan dan kemunculan akses dan transportasi ini juga membuka kesempatan silang-budaya dan pertukaran pengetahuan, yang membentuk identitas kita hari ini. Kesadaran ini juga memunculkan asumsi bahwa ada kala sebuah negara atau pemerintahan terbentuk dari sudut pandang atau kepentingan niaga, yang memiliki gejolak naik-turun atas “perbedaan kebangsaan dan perbedaan ideologi”.
Dalam studi kecil ini, kita juga berusaha untuk tidak terjebak menarasikan hal-hal besar yang berjarak dengan konteks kekinian. Selama riset kita mencoba menangkap sejumlah narasi-narasi kecil yang dapat menjadi representasi konteks sosial-ekonomi-budaya pada masa itu, seperti, aksi sabotase yang dilakukan oleh warga, aksi dan atraksi kebudayaan yang dilakukan warga menyambut kedatangan bangsa “mitra niaga”, negosiasi-negosiasi ringan yang dilakukan warga pada masa lampau, maupun teknologi yang hadir mendukung keterbatasan masa lampau.
Pameran ini melibatkan 12 Orang seniman, dan 12 Kolektif, menyumbangkan waktu dan pikiran untuk merespon tema di atas, Gubuak Kopi sebagai kelompok studi seni dan media yang bekerja sejak tahun 2011, secara bertahap mengembangkan pengetahuan dan sejarah kebudayaan lokal melalui praktek-praktek kesenian berbasis riset dan lintas disiplin. Semoga pameran ini dapat memantik pendalaman wacana dari berbagai kalangan, menjadi kaca mata memahami persoalan-persoalan kontemporer di lingkup lokal maupun nasional.
Salam.
Albert Rahman Putra
Solok, Oktober 2019
Partisipan
Komunitas Pecinta Truck Sumbar
Dayon Channel, Om Ded Channel, Sitinjau Lauik Truck Video, Truck Sumbar 32.
Kelompok ini sering kali mendokumentasikan kegagahan truk-truk melewati jalur Sitinjau Lauik, salah satu tikungan sekaligus tanjakan ekstrim untuk jalur Solok – Padang. Berawal dari itu, tidak jarang kelompok ini mendapatkan rekaman-rekaman yang tidak terduga, seperti minibus yang tidak mau mengalah, gagal menanjak, tabrakan, dan sebagainya.
Belakangan rekaman-rekaman yang dipublikasi melalui media YouTube ini juga menjadi komoditi ekonomi kreatif sendiri. Ia ditonton jutaan orang, memiliki banyak pegikut, dan diburu iklan. Sudut pandang pengambilan gambar “amatir” dan penataan footage memang lebih sering menyoroti kejadian-kejadian langka, yang juga menjadi catatan antropologis bagaimana warga memahami Sitinjau Lauik dan perisitiwa yang terjadi di sana. Selain itu, barang kali menarik menyimak video ini 100 tahun mendatang, sedikit berbeda dengan menyimak video-video laporan negeri jajahan yang membawa sudut pandang kolonial, video-video ini mewakili sudut pandang yang personal dan barang kali juga jutaan penontonnya.
Pertunjukan
Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Gubuak Kopi dengan Direktorat Sejarah – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dan didukung oleh Pemerintah Kota Solok.