circum stance

“Circumstance” menyoroti inisiatif masyarakat pertanian Solok dalam merespons persoalan setempat dan menyikapinya secara spiritual. “Circumstance” merupakan pengembangan dari platform Daur Subur, sebuah studi yang dikembangkan oleh Komunitas Gubuak Kopi sejak 2017 tentang pengetahuan dan kebudayaan di masyarakat pertanian wilayah Solok yang menggunakan seni sebagai metode pendekatan.

Pameran ini hadir sebagai presentasi publik dari residensi singkat dan kolaborasi para seniman partisipan di Solok yang bekerja bersama warga di Kampung Jawa, Solok, menyikapi persoalan ekologi sesuai konteks yang ada di lokasi.

2-7 November 2021
Rumah Tamera – Komunitas Gubuak Kopi

Diselenggarakan oleh
Galeri Nasional Indonesia,
Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
bersama Komunitas Gubuak Kopi

Pameran ini hadir sebagai presentasi publik dari residensi singkat dan kolaborasi para seniman partisipan di Solok yang bekerja bersama warga di Kampung Jawa, Solok, menyikapi persoalan ekologi sesuai konteks yang ada di lokasi. Proyek ini melibatkan 10 orang seniman atau kolektif untuk membaca isu seputar kebudayaan pertanian di lingkup lokalnya, melakukan residensi singkat di kampung halamannya, mengikuti diskusi berkala, mendokumentasikan, dan menuliskan catatan proses. Proyek ini menyoroti proses para seniman melakukan pemetaan melalui pendekatan artistik, memposisikan seniman sebagai fasilitator (artist as facilitator), serta melihat sejauh mana seni dan kerja-kerja kolektif mampu mengakomodir dan mengamplifikasi persoalan masyarakat.

Residensi singkat: Para seniman diundang untuk melakukan riset dan residensi singkat di Kelurahan Kampung Jawa. Selama 3 minggu, para seniman menginisiasi pertemuan-pertemuan kecil bersama tetangga, atapun berkolaborasi dengan lingkungan sekitar dengan menerapkan protokol kesehatan. Menangkap ataupun menginisiasi peristiwa yang menyoroti inisiatif warga, persoalan, ataupun pengetahuan lokal dalam mengelola sumber daya. Presentasi publik/pameran: Riset dan residensi para seniman akan dipresentasikan dalam bentuk pameran, baik itu berupa karya-karya artefak representatif dan performatif, found object, instalasi teknologi media baru, dokumentasi riset, dan lainnya. Selain tiga kegiatan di atas, para seniman juga diundang untuk mencatat proses residensi, baik berupa teks dan sketsa untuk didokumentasikan sebagai buku post-event.

Menarik menyimak seniman partisipan dan warga saling bertukar gagasan. Aktivitas-aktivitas produksi dari keragaman latar belakangpun, termasuk seniman, tetap diapresiasi warga. Kembali mengutip Otty Widasari, “Walaupun kemudian produksi-produksi tersebut tetap harus masuk ke dalam ekslusifitas untuk bisa dilihat sebagai ‘seni’ karena harus ada orang bernama ‘seniman’ yang  membingkainya dengan kepekaan subjektivitasnya, tapi sadarkah mereka, bahwa mereka mendapatkan itu dari masyarakat?”

Sejak status pandemi diberlakukan pada awal 2020 lalu, sejumlah agenda yang mensyaratkan pertemuan fisik dan interaksi di lapangan tertunda. Situasi yang baru bagi warga dunia ini mengantarkan kita pada pengalaman yang sangat berbeda dalam berbagai aspek; di antaranya mengantarkan kesadaran kita pada daya bertahan mandiri sekaligus gotong royong dalam jarak yang sangat terbatas. Pandemi COVID-19 memaksa kita untuk lebih banyak di rumah, mendayagunakan media, dan mengingatkan kita untuk lebih memperhatikan kesehatan kita. Di saat yang sama dengan situasi yang terus berkembang ini, di tengah kegamangan menghadapi musuh yang tak terlihat, di tengah kegagapan kita memahami media, kita dibingungkan oleh berbagai kepentingan elit politik.

Gagasan mengenai “New Normal” dalam praktiknya sering kali bermuara pada upaya mempertahankan kebiasaan sebelum ini dan apa-apa yang mungkin bisa dipertahankan dengan ide sentral seputar keberlangsungan ekonomi. Biaya sosial yang muncul dari krisis kapital, oleh kapital itu sendiri, diekstraksi kepada masyarakat “kelas rendah” dan lingkungan hidup. Seperti pandangan Hilmar Farid dalam pidatonya (Forum Festival – ARKIPEL, 2020), alih-alih menempatkan biaya sosial ekologi di depan, “kita” masih tetap mengekstraksi kerugian-kerugian kapital dengan cara membebankan biaya sistem ekologis pada daur hidup sosial dan daya dukung lingkungan. Sebaliknya, seharusnya biaya sosial pembangunan ekologis diletakkan di hulu sebagai tali kekang untuk mengatur laju akumulasi kapital yang tidak terkendali demimempersiapkan keselamatan masa depan, kedaulatan pangan, keselamatan umum, permukiman, tata ruang, serta perbaikan sistem pendidikan dan tata kelola kebudayaan.

Tentu saja, persoalan di atas adalah persoalan besar yang sudah berlangsung lama, yang tidak bisa diatasi oleh satu pameran kecil di Sumatera Barat. Perlu pengorgansasian yang lebih besar dan langkah yang sangat panjang untuk mengamplifikasi persoalan ini dan memastikannya memberikan dampak yang terukur. Berbagai kelompok dan individu pada dasarnya sudah mengembangkan berbagai inisiatif dalam merespon persoalan tersebut di lingkup lokalnya. hal ini, kerja-kerja kebudayaan menjadi salah satu perangkat yang strategis dalam memahami cara kerja yang lebih kompleks mengenai persoalan global ataupun sekitar. Proyek “Circumstance” adalah bagian dari upaya kecil ataupun salah satu langkah dari ambisi besar di atas.

Terminologi “circumstance” adalah tentnag situasi atau kondisi yang memungkinkan tindakan atau peristiwa-peristiwa tertentu muncul. Melihat kekinian atau sesuatu yang kiwari dari daya sinkronisasi, antara situasi-kondisi dengan peristiwa dan tindakan. Dalam proyek ini “Circumstance” menyoroti inisiatif masyarakat pertanian Solok dalam merespons persoalan setempat dan menyikapinya secara spiritual.

Pendekatan-pendekatan institusional dan rasionalitas belum menunjukan kemampuannya mengatasi problem-problem kultural. Melalui proyek seni ini, saya mengajak keterlibatan seniman, baik itu individu maupun kolektif, untuk memahami proses transisi ini serta memetakan dan mengartikulasi isu-isu di atas dengan menyoroti narasi-narasi kecil yang berkembang di kalangan warga. Proyek ini pun menjadi upaya melihat kembali persilangan budaya di lingkup masyarakat pertanian masa lampau sebagai sebuah studi untuk memahami hari ini dan berspekulasi menyusun proyeksi masa depan.

Metode 
Secara metode, “Circumstance” sendiri merupakan pengembangan dari platform Daur Subur; sebuah studi yang dikembangkan oleh Komunitas Gubuak Kopi sejak 2017 tentang persoalan kebudayaan di masyarakat pertanian wilayah Solok, yang menggunakan seni sebagai metode pendekatan. Daur Subur berupaya menggali aspek pengetahuan dari beragam peristiwa kebudayaan dan mengemasnya untuk memahami persoalan hari ini, dengan tetap sadar akan kearifan lokal, isu sosial, politik, ekonomi, dan perkembangan kontemporernya.

Pertemuan-kunjungan kecil dan pertukaran gagasan antara seniman dan warga menjadi aktivitas penting dalam proyek ini. Melakukan pendekatan kepada warga dengan memakai cara atau presepektif warga, mengubungkan inisiatif-inisiatif, serta memaknainya secara spiritual dan sebagai sesuatu yang memang penting untuk kita lakukan bersama. Saling berkontribusi serta bernegosiasi soal gagasan seni yang tidak harus fungsional dan bagaimana ia dapat bekerja di kehidupan sehari-hari. Mengutip pernyataan Otty Widasari; hal ini telah sampai pada titik ambiguitasnya, sebab biar bagaimanapun seni hadir memberi fungsi keindahan dan mengakselerasi pikiran-pikiran tertentu bagi manusia dan kehidupan (Seni di Batas Senen, 2013).

Selama ini, ritme seni kontemporer dalam konteks Sumatera Barat selalu dihitung dari keterlibatannya dalam perhelatan seni tertentu. Hal senada juga disampaikan Hilmar Farid dalam pidatonya di “Denpasar” 2021. Keterlibatan pada acara nasional atau internastional sering kali dilihat sebagai ukuran untuk memastikan kesenimanan seseorang. Hal ini mengantarkan kita pada ekslusivitas model-model seni. Tantangannya adalah bagaimana ekspresi artistik sebagai gejala yang dibentuk oleh pelaku dan institusinya di tingkat lokal justru dapat membentuk pengertian lebih inklusif tentang seni rupa kontemporer. Meleburkan batas antara desa dan kota, menjadikan jarak menjadi lebih relatif. Kalau sebelumnya yang terjadi adalah upaya dari pusat untuk menurunkan pengertian seni kontemporer ke berbagai daerah, sekarang kita bisa membuka berbagai macam ekspresi di tingkat lokal sehingga membentuk lanskap seni kontemporer yang lebih besar lagi. Demi ritme yang saling terhubung dan berusia lebih panjang (Hilmar Farid, 2021).

Kurator: Albert Rahman Putra | Partisipan/kolaborator: Zekalver Muharam, Boy Nistil, Alfi Syukri (Sekolah Gender),
Taufiqurrahman Kifu, M. Irvan Spansan, Biahlil Badri, Biki Wabihamdika, Verdian Rayner, Dika Adrian, Amelia Putri (Dangau Studio).

Tim Produksi:
Ach Faisol Rizal Haq, Farah Nabila, Aza Khiatun Nisa, Siti Rhamadhani a.k.a Sarah Azmi,
Prima Nanda, Maulana Ahlan, Loris Novembra, Teguh Wahyundri.

Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert. Penulis, kurator, dan pegiat komunitas. Lulusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang. Albert merupakan salah saeorang pendiri Komunitas Gubuak Kopi, sebuah kelompok belajar untuk seni dan media di Solok, Sumatera Barat. Bersama Komunitas Gubuak Kopi, ia aktif mengembangkan proyek-proyek seni berbasis media untuk merespon persoalan lokal di Sumatera Barat. Komunitas Gubuak Kopi juga menginisasi ruang bersama “Rumah Tamera” yang dikelola bersama anak muda kreatif Solok. Albert menerbitkan buku pertamannya “Sore Kelabu di Selatan Singkarak” bersama Forum Lenteng, 2018;  Partisipan Residensi Penulis Indonesia 2018; dan kurator muda terpilih untuk program Kurasi Kurator Muda, Galeri Nasional Indonesia (2021)

Zekalver Muharam biasa disapa Zekal, merupakan salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi. Lulusan Seni Rupa Universitas Negeri Padang (UNP). Saat ini aktif sebagai koordinator produksi di Komunitas Gubuak Kopi dan Rumah Tamera. Zekal juga aktif berkegiatan bersama Komunitas Seni Belanak. Dalam praktik artistik personalnya ia juga aktif membuat karya komik, sketsa, mural, dan gambar bergerak. Vokal band project Rumah Tamera ”PAPAN IKLAN”. Terlibat dalam proyek seni Lapuak-Lapuak Dikajangi (LLD#2) 2018: Silek. Ia juga terlibat dalam Pekan Seni Media 2018: Local Genius, bersama Komunitas Gubuak Kopi di Palu, Sulawesi Tengah.

Boynistil atau yang akrab disapa Da Boy ini aktif memproduksi karya visual seperti, mural, lukis kriya dan kerajinan. Ia menyebut studio dan lapaknya dengan Loket Karya. Tergabung di K13, sebuah komunitas seni rupa di Solok. Ia juga aktif mengikuti kegiatan seputar seni rupa di Sumatera Barat. Tahun lalu, ia terlibat dalam Tenggara Street Art Festival yang diselenggarakan oleh Gubuak Kopi bersama Rumah Tamera dan Visual Jalanan (2020). Ia juga terlibat pada proyek Kurun Niaga #2: “Lanskap”, Gubuak Kopi, 2020. Baru-baru ini ia menjadi seniman tamu untuk mempresentasikan proyeknya di Tamera Showcase #4, dengan tajuk kurasi: Dari Loket yang Sama (2021).

Alfi Syukri mahasiswa Pasca Sarjana prodi Hukum Keluarga di UIN Imam Bonjol, Padang. Saat ini mengabdi di LBH Padang, ikut serta mengadvokasi kasus-kasus hukum struktural. Selain itu, juga aktif di sebuah komunal bernama Sekolah Gender. Secara keseluruhan kegiatan Alfi fokus mengedukasi dan mengorganisir masyarakat agar berdaya tentang keadilan gender dan keberagam bergama. Pada tahun 2020, ia terlibat sebagai partisipan dalam Lokakarya Daur Subur di Kampung Jawa (2020), dan kini ia terlibat di Circumstance sebagai representasi dari kolektif Sekolah Gender.

Taufiqurrahman “Kifu” (b.1994) adalah seniman interdisiplin. Lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako. Salah satu pendiri Forum Sudut Pandang, kolektif pekerja seni dan media berbasis di Palu. Belajar Eksperimen visual di Milisifilem Collective, dan tergabung di 69 Performance Club. Dalam praktik artistiknya, Kifu Bereksplorasi pada konsep keterhubungan dan proyeksinya, melalui medium drawing, found object, seni performans, dan media baru. Tahun 2021, Film vertikalnya “ROTASI” mendapat nominasi di Vertical Movie Festival (Roma, Italy), dan diputar di beberapa festival film eksperimental. Ini adalah kali kedua Kifu terlibat dalam kegiatan Komunitas Gubuak Kopi. Sebelumnya, ia terlibat dalam proyek seni berbasis media Lapuak-lapuak Dikajangi #3 dengan tema “Silaturahmi”.

Mohammad Irvan atau biasa disapa Spansan lahir di Payakumbuh, 20 Januari 1995. Menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Riau. Ia  sebelumnya aktif sebagai koordinator program alternatif pemutaran film Gerilayar di Kota Pekanbaru. Tahun 2017 pernah mengikuti workshop Seni Media “programmer dan kurator gambar bergerak” di Jatiwangi Art Factory, Jawa Barat. Partisipan Lokakarya Daur Subur dalam rangkaian Bakureh Project di Gubuak Kopi, 2018. Ia juga merupakan partisipan Program Magang Gubuak Kopi 2018. Ketertarikannya pada motode kerja program Daur Subur yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi mengundang ketertarikannya untuk membaca lebih lanjut program ini dalam tugas akhirnya. Spansan saat ini aktif bekerja sebagai pegiat filem dan copywriter lepas. 

M. Biahlil Badri, aktif berkegiatan di Gubuak Kopi. Ia merupakan salah satu pendiri Rumah Tamera – Solok Creative Hub, sebuah ruang kolaborasi seniman dan pegiat kreatif muda Solok dan Sumatera Barat. Sekarang aktif mengelola akun @solokmilikwarga sebuah metode pengarsipan lokal Solok melalui Instagram. Pada awal 2020 mendirikan band PAPAN IKLAN. Founder kik_Batuang sebuah  metode pengarsipan  lokal Gantuang Ciri  berbasis media Instagram. Juga aktif menulis dengan ketertarikan terhadap isu-isu budaya, sejarah, dan lingkungan. Menyenangi dapur dan masak-masaknya.

Biki Wabihamdika biasa disapa Biki menetap di Gantuang Ciri, Solok. Ia adalah lulusan Institut Seni Indonesia Padangpanjang dengan Studi Seni Karawitan. Selain proyek-proyek music, ia juga sibuk berkegiatan bersama Gubuak Kopi. Sebelumnya, Biki juga aktif di beberapa kelompok music seperti Etnic Percussion Padangpanjang, Bangkang Baraka. Selain itu dia juga terlibat di ruang diskusi dwi mingguan Otarabumalam. Ia juga merupakan kolaborator proyek seni Kurun Niaga (2019), dan juga peserta Academi Arkipel 2020 bersama Gubuak Kopi. Baru baru ini Biki ikut berpartisipasi di perhelatan Jatim Biennale IX sebagai seniman residensi.

Verdian Rayner biasa disapa Dian. Lulusan Seni Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang. ia juga aktif menggambar, membuat mural, custom paint, pin striping, dan produksi visual kreatif lainnya. Selain itu ia juga aktif menjadi vokalis di beberapa grup musik underground, salah satunya adalah Blindside. Ia juga memiliki ketertarikan di dunia motor custom. Ia juga terlibat sebagai partisipant terpilih Solok Mural Competition (2019), dan Silek Art Festival (2018). Tahun 2020 ini ia baru saja menggelar solo showcase di program Tamera Showcase, Rumah Tamera – Solok Creative Hub. Menjadi Juri di Tenggara Street Art Festival, bersama Gubuak Kopi, Rumah Tamera dan visual Jalanan.

Dika Adrian, bisa disapa BADIK, lulusan Seni Rupa Universitas Negeri Padang (UNP). Pernah terlibat di beberapa iven pameran seni rupa di Sumatera. Bassis band project PAPAN IKLAN. Selain itu Badik juga aktif di Komunitas Seni Belanak, dan juga mempunyai BDX Cloting, yang memproduksi mercheandiser seperti, sepatu, baju dll, yang di lukis oleh dia sendiri. Ia juga tergabung dalam ekosistem Rumah Tamera.

Amelia Putri –  Lahir pada September 1993 di Padang Sago, Kab. Padang Pariaman. Baru-baru ini diamanahkan sebagai Ketua Bidang Jejaring dan Pengembangan Organisasi Masyarakat Relawan Indonesia (MRI). Ia merupakan partisipan lokakarya Daur Subur ke-6 pada bulan Mei-Juni 2021. Temui ia di website www.timetodorighthing.wordpress.com dan Instagram @ameliarashop untuk melihat aktivitasnya yang berkaitan dengan Humanity, Literasi dan Konservasi. Salam Inspirasi!

Ach Faisol Rizal Haq, biasa dipanggil Faisal. Lahir di, Bangkalan, Madura 1998. Saat ini masih memperjuangkan sarjana di Institut Seni Indonesia Padangpanjang dengan studi Seni kriya. Faisal juga merupakan peserta Program Magang Gubuak Kopi 2021.

Farah Nabila, (b. Rawamangun, 2001), akrab disapa Farah, mahasiswa semester 5 Fakultas Dakwah, Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedang bergabung bersama Federasi Orienteering Nasional Pengprov Jakarta (FONI) menjabat sebagai Humas. Farah salah satu penggas Forum Komunikasi Sispala Jakarta. Saat ini Farah juga ikut berkegiatan dan belajar bersama di Komunitas Gubuak Kopi.

Aza Khiatun Nisa (b. Simawang, 2003), akrab disapa Aza, mahasiswa baru Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Salah satu talent Dangau Studio, sebuah wadah pengembangan minat dan bakat anak muda dalam bidang seni rupa di Kota Padang. Aza juga penggagas Pemuda Berdaya yang merupakan ruang diskusi bagi Generasi Z tentang pendidikan. Saat ini aktif pada proyek Young Vironmen di bawah naungan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementerian Keuangan RI. Aza memiliki ketertarikan pada aktivitas ekspedisi, konservasi, literasi, dan filsafat.

Sarah Azmi (b. Padang, 1998), biasa disapa Sarah mulai menulis sejak tahun 2016. Puisinya banyak diposting melalui media Instagram dengan nama pena Sarah Azmi. Ia aktif membacakan puisinya dalam iven di beberapa kota di Sumatera Barat. Ia pernah memenangkan lomba baca puisi se-Kota Padang. Saat ini Sarah juga berkegiatan dan belajar bersama teman-teman di Komunitas Gubuak Kopi. Ia juga merupakan vokalis grup musik “Nadir”.

Prima Nanda, akrab dipanggil nanda. Lahir di Solok tanggal 05 Mei 1995. Nanda mulai bergiat di bidang foto dan video pada tahun 2014. Saat ini Nanda tinggal di Tanjung paku. Tahun 2019 nanda mulai berkegiatan untuk program jajak ranah untuk indosiar hingga 2020, terhenti sementara karena covid. Pada tahun 2019 juga nanda menjadi videografer untuk channel youtube garundang, nanda memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai videografer garundang pada tahun 2020. Itu semua didapatkan Nanda dari setelah memenangkan Lomba Video Promosi Pariwisata kota Solok pada tahun 2018. Sebelum itu nanda juga telah mendapat pengalaman dari bekerja di Picture Creative Studio.

Maulana Ahlan M Nur, akrab dipanggil Alan. Saat ini Alan berkegiatan di PICS (Picture Creative Studio) dan halonusa. Alan pernah mengenyam Pendidikan di Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Aktif di UKM Pers, alan menjadi suka membaca dan menulis. Alan Pernah menulis untuk pengantar pameran Randy Otonk di Komunitas Seni Nan Tumpah. Saat ini Alan sedang belajar grafik desain terkusus untuk motion. Selain itu Alan juga memotret untuk proyek-proyek komersil.

Loriz Nofembra, menyukai videografi sejak kecil, kemudian mendapatkan kesmepatan mengulik videografi pada tahun 2018. Belajar videografi dengan handphone, berlanjut ke tahap lebih serius. Loriz begitu pangilan akrabnya mulai bergiat di PICS (Picture Creative Studio). Saat ini Loriz berfokus pada bagia post produksi atau pengeditan. Loriz juga pernah ikut beberapa proses shooting yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa ISI Padangpanjang untuk lebih mempertajam ilmunya di bidang videografi, hingga saat ini.

Teguh Wahyundri (Kota Solok 1996 Lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Padang. Sekarang aktif berkegiatan dan belajar di Gubuak Kopi.Ia juga merupakan salah seorang pengelola Rumah Tamera, sebuah kreatif hub di Solok. Pada tahun 2018 berpartisipasi dalam pameran Pekan Raya Visual di Taman Budaya Sumatera Barat. Di Tahun 2019 Ikut dan terlibat di pameran sticker LEM IN AJA di Rumah Ragam, Padang. Di tahun yang sama ia ikut serta dalam Pameran Exhibition di Naluri coffee Shop. Dan juga Pameran tugas akhir di Galeri Fakultas  Bahasa dan Seni, Universitas Negaeri Padang.

Kabar Proyek

Didukung oleh
logo untuk web_1