Tag Archives: Tradisi

Bakureh Dimulai dari Mamanggia

Pada hari keempat Lokakarya Bakureh Project yang digelar oleh Komunitas Gubuak Kopi sejak tangggal 1 Juni 2018 lalu, cuacanya terasa lebih panas dari yang biasanya. Kegiatan Lokakarya ini berlangsung selama tujuh hari, tiga hari pertama kami beraktifitas di dalam kelas dengan berbagai materi. Sedangkan hari keempat hingga hari keenam kami akan mengumpulkan data-data di lapangan. Continue reading

Buya Khairani: Bakureh adalah Kekuatan Sosial

Di hari ke empat, 4 Juni 2018 Lokakarya Bakureh Project, para mulai mendapat gambaran dan sudut pandang yang beragam dari tradisi Bakureh. Sebelumnya lokakarya ini telah menghadirkan narasumber dari budayawan maupun tokoh adat pelaku bakureh itu sendiri, antara lain, Mak Katik (Budayawan Sumatera Barat) dan Ibu Suarna (Tokoh Adat/Bundo Kanduang). Seperti biasanya, kita selalu mendatangkan narasumber untuk menambah wawasan tentang isu yang tengah diangkat dalam kerangka program pemetaan kultur masyarakat pertanian: Daur Subur, begitu pula dalam agenda bakureh. Pada hari keempat ini kita mendatangkan Buya Khairani, beliau adalah salah satu pemuka adat di Solok. Beliau sering diundang untuk memberi materi atau pandangan tentang adat Minangkabau, baik itu dalam forum-forum, maupun di beberapa radio swasta di Solok. Continue reading

Metode Penelitian hingga Bundo Kanduang

Minggu, 3 Juni 2018, sebelumnya Delva Rahman mengumumkan siang itu seharusnya kita ada kegiatan observasi lapangan untuk mencari isu terkait Bakureh. Lalu ada sedikit perubahan karena kebetulan terkendala listrik dan air yang mati dan untuk agenda ke lapangan diundur dari jadwal awal. Kami dan partisipan berisiniatif ke Taman Bidadari. Jadwal observasi digantikan dengan pendalaman materi metode penelitian bersama Albert Rahman Putra. Continue reading

Dua Hari Mengintip Bakureh Project

1 Juni 2018, tujuh orang partisipan telah hadir di Gubuak Kopi, turut bersama kita beberapa orang fasilitator maupun relawan yang akan terlibat di Lokakarya Bakureh Project. Para partisipan yang datang dari beragam kota dan latar belakang pendidikan ini, berkenalan bersama fasilitator dan yang lainnya. Siang itu, mereka disambut oleh Albert Rahman Putra selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi dan Delva Rahman selaku pimpinan proyek, yang sekaligus membuka kegiatan ini. Setelah pembukaan, semuanya beristirahat, dan dilanjutkan pukul 13.30, dengan sesi kelas bersama Albert. Continue reading

Mak Katik: Melihat Bakureh dalam Sastra

Pada hari kedua lokakarya Bakureh Project ini, partisipan memulai aktivitas seperti yang sebelumnya, dengan sahur bersama. Selanjutnya aktivitas kita mulai jam 11 pagi, seperti yang sudah diagendakan, agenda hari ini adalah materi kebudayaan Minangkabau oleh Musra Dharizal Katik Jo Mangkuto, atau yang biasa kami kenal dengan Mak Katik. Mak Katik adalah salah satu budayawan Minangkabau, dan juga sering diundang untuk mengajar terkait kebudayaan Minangkabau di sejumlah kampus seperti di Universitas Andalas (Unand), Malaysia, Hawai, dan lainnya. Dan malamnya dilanjutkan dengan menonton filem The Hidden Fortes (Akira Kurosawa, 1985). Continue reading

Pengantar Bakureh Project

Bakureh Project adalah sebuah studi nilai-nilai kebudayaan lokal melalui tradisi “masak bersama”. Bakureh secaha harfiah dalam Bahasa Indonesia berarti ‘berkuli’, namum dalam konteks ini defenisi bakureh merujuk pada ‘gotong-royong masak’ yang dikomandoi oleh ibu-ibu dalam satu kampung. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan oleh ibu-ibu, namun, dalam kondisi tertentu juga terbuka pada keterlibatan laki-laki. Ia hadir dalam konteks pesta nagari (kampung), seperti pernikahan, pengangkatan pimpinan adat di tingkat nagari, upacara kematian, perayaan panen, dan lainnya.
Continue reading

Tradisi Bakureh

*Tulisan ini adalah bagian dari buklet publikasi post-kegiatan Lokakarya Lapuak-lapuak Dikajangi (Gubuak Kopi, 2017), dipublikasi kembali sebagai bagian dari distribusi arsip


Masyarakat Minangkabau dari zaman dahulunya, diriwayatkan sudah terbiasa hidup bergotong-royong. Hal serupa sepertinya juga diriwayatkan di etnis-etnis lain di Nusantara. Lalu seperti yang pernah disinggung dalam sejumlah diskusi di Gubuak Kopi, adanya persekusi di Solok pada Mei 2017 lalu yang menimpa seorang dokter perempuan, sebagai respon dari ciutannya di media Sosial dari sejumlah ormas. Ia merasa dikucilkan, tidak ada tetangga yang datang menolong, perspektif publik yang tunduk pada suara mayoritas (yang belum tentu benar), bermacam teror di media sosial dan telepon genggam menghampirinya. Untuk menunjukan kekuatan hukum, Kapolres dicopot, dengan alasan tidak bisa menjamin keamanan masyarakatnya. Hal ini selain mempertanyakan kita yang gagap media, juga mempertanyakan sikap gotong-royong dan toleransi yang selama ini kita banggakan. Dan ini membuat saya tertarik membaca kembali gotong royong pada esensi, apakah memang pengakuan kita saja, atau memang begitu adanya, atau mungkin kini porsinya telah bebeda. Narasi kekuatan kolektif di Minangkabau sendiri, salah satunya bisa kita soroti dari tradisi Bakureh. Kebetulan tradisi ini cukup dekat dengan saya. Continue reading

Baburu Partamo

Baburu/berburu merupakan hal yang tidak asing lagi di Sumatera Barat, termasuk di Padang Sibusuk. Aktivitas ini diikuti oleh masyarakat dari berbagai usia, remaja hingga tua. Hari perburuan biasanya jatuh pada hari Rabu sebagai berburu kecil, dan hari Minggu sebagai berburu besar. Tradisi ini berkembang dari/sebagai kebiasaan kolektif masyarakat pertanian di Minangkabau dataran tinggi (bukan daerah pantai), untuk memburu hewan babi atau yang dalam bahasa lokal disebut ciliang, kondiak, dan kandiak. Hewan ini dari dulunya oleh masyarakat disebut sebagai hama pertanian. Kebiasan ini tidak hanya tumbuh sebagai tradisi masyarakat pertanian, tapi kini ia juga berkembang sebagai hobi dan digadangkan sebagai olah raga. Di berbagai daerah di Sumatera Barat, khususnya, Solok, Sijunjung, Batusangkar, Padangpanjang dan lainnya kini muncul organisasi Porbi (Persatuan Olah Raga Buru Babi), yang aktivitasnya antara lain mengorganisir aktivitas berburu bersama. Video ini adalah rekaman suasana berburu di Aia Angek, Kabupaten Sijunjung oleh Riski dan Ade yang baru pertama kali ikut aktivitas berburu. Continue reading

Anjing Buru

Anjing Buru atau dalam totok lokal dibaca anjiang buru, sebutan bagi anjing-anjing yang dilatih untuk berburu babi. Kampung Jawa, Solok, adalah salah satu kelurahan yang masyarakatnya cukup banyak memelihara anjing buru. Tradisi berburu ini pada awalnya berkaitan dengan upaya para petani untuk mengusir babi yang dianggap menjadi hama di ladang mereka. Tradisi itu kini juga berkembang sebagai hobi. Agustus 2017 lalu, sebari menikmati sore di Kampung Jawa, Maria, salah seorang mahasiswa dari Jakarta berbincang dengan beberapa pemburu. Continue reading

Balanjo Pabukoan

Vlog Kampuang – Balanjo Pabukoan:  Setiap Ramadhan, beberapa titik strategis di Solok, seperti persimpangan jalan yang banyak dilewati warga ngabuburit, serta tempat bermain-main sore, atau tempat remaja-remaja berfoto dan sebagainya, akan diramaikan oleh kehadiran para pedagang takjil. Video ini merekem suasana warga sekitaran Solok yang berbelanja pabukoan (takjil) di Simpang Pustaka Nagari, Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Sebelumnya, selain bulan puasa, biasanya di lokasi ini hanya terdapat dua dagangan di sini. Continue reading