Author Archives: Elfa Kiki Ramadhani

Elfa Kiki Ramadani (Solok, 14 Maret 1992) biasa dipanggil Cewang atau Kiki. Pernah kuliah manejemen di Universitas Negeri Lampung (tidak selesai). Saat ini berdomisili di Solok, tepatnya di Karambia. Ia tertarik pada seni musik, beberapa lagu ia ciptakan dipublikasi di akun reverbnation miliknya (www.reverbnation.com/elfakikiramadhani). Selain itu ia juga aktif belajar media di Gubuak Kopi.

Tradisi Bakureh

*Tulisan ini adalah bagian dari buklet publikasi post-kegiatan Lokakarya Lapuak-lapuak Dikajangi (Gubuak Kopi, 2017), dipublikasi kembali sebagai bagian dari distribusi arsip


Masyarakat Minangkabau dari zaman dahulunya, diriwayatkan sudah terbiasa hidup bergotong-royong. Hal serupa sepertinya juga diriwayatkan di etnis-etnis lain di Nusantara. Lalu seperti yang pernah disinggung dalam sejumlah diskusi di Gubuak Kopi, adanya persekusi di Solok pada Mei 2017 lalu yang menimpa seorang dokter perempuan, sebagai respon dari ciutannya di media Sosial dari sejumlah ormas. Ia merasa dikucilkan, tidak ada tetangga yang datang menolong, perspektif publik yang tunduk pada suara mayoritas (yang belum tentu benar), bermacam teror di media sosial dan telepon genggam menghampirinya. Untuk menunjukan kekuatan hukum, Kapolres dicopot, dengan alasan tidak bisa menjamin keamanan masyarakatnya. Hal ini selain mempertanyakan kita yang gagap media, juga mempertanyakan sikap gotong-royong dan toleransi yang selama ini kita banggakan. Dan ini membuat saya tertarik membaca kembali gotong royong pada esensi, apakah memang pengakuan kita saja, atau memang begitu adanya, atau mungkin kini porsinya telah bebeda. Narasi kekuatan kolektif di Minangkabau sendiri, salah satunya bisa kita soroti dari tradisi Bakureh. Kebetulan tradisi ini cukup dekat dengan saya. Continue reading

Silek Saruang Sinpia

‘Silek Saruang’ adalah salah satu ciri khas silat yang dikembangkan oleh perguruan silat Sinpia, di Sinapa Piliang, Kota Solok. Silat ini menggunakan properti/alat kain sarung/serong dalam aksi bela dirinya. Dalam aksi ini, sarung lebih memiliki peran sebagai ‘rules’ aturan tambahan, untuk membuat pasangan pesilat terikat dalam ruang gerak yang lebih terbatas. Continue reading

Basilek Sinpia

September 2017, lalu dalam rangkaian lokakarya Lapuak-lapuak Dikajangi yang diselenggarakan Gubuak Kopi, Silek Sinpia menjadi salah satu objek penelitian para partisipan lokakarya. Sinpia adalah salah satu perguruan silat di Solok, tepatnya di Kelurahan Sinapa Piliang, yang cukup aktif dalam dua tahun terakhir. Dalam riset, para partisipan, juga melihat langsung beberapa kali proses latihan perguruan Silat yang dipimpin oleh Datuak Tan Panggak ini. Riski, salah seorang pegiat Gubuak Kopi, juga ikut berlatih bersama pesilat dari perguruan Sinpia ini sebagai bagian dari ketertarikan dan studinya memahami gerak Silat. Continue reading

Duo Tuo Sinpia

Tan Panggak dan Pak Buli adalah dua orang ‘tuo silek’ (guru silat) di sasaran (perguruan) Silat Sinpia. Sebuah perguruan silat yang sangat aktif sejak 2 tahun terakhir. Perguruan yang berbasis di Kelurahan Sinapa Piliang, Kota Solok ini mengembangkan gerak silat khas mereka sendiri. Beberapa orang juga menyebutnya sebagai gerakan silat khas Solok, namun dari narasi lain juga terdapat sejumlah gaya silat yang turut berkembang di Solok, selain yang dikembangkan oleh perguruan ini. Silat Sinpia, seperti yang dinarasikan Tan Panggak, merupakan pengembangan dari pertemuan ‘langkah tigo’ dari Agam, dan ‘langkah Ampek’ dari Lintau di Solok. Continue reading

Pertemuan Pertama Lokakarya Lapuak-lapuak Dikajangi

Senin, 18 September 2017, sekitar pukul 15.00 Lokakarya denga tema “Lapuak-lapuak Dikajangi” (yang lapuk disokong kembali) dibuka langsung oleh Albert Rahman Putra, selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya, Albert memberikan sedikit latar belakang terkait hadirnya lokakarya ini, gambaran kegiatan yang akan dijalani hingga 12 hari ke depan, serta capaian-capaian yang diharapkan.  Setelah itu, para partisipan maupun para fasilitator saling memperkenalkan diri. Albert menekankan bahwa penting bagi kita – para partisipan maupun fasilitator – untuk saling berbagi pikiran dan bekerja sama memaksimalkan hasil lokakarya ini. Teman-teman yang diundang untuk terlibat, menurut Albert adalah orang-orang yang sengaja dipilih dan dianggap bisa membicarakan isu ini dari beragam perspektif. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Daur Subur dalam membaca perkembangan kultur pertanian di Sumatera Barat. Kegiatan kali ini, mengerucut membicarakan posisi kesenian di masyarakat pertanian Minangkabau, peran media dalam praktek pelestarian dengan kesadaran akan sejarah kebudayaan lokal dan perkembangan terkininya. Continue reading