Author Archives: Albert Rahman Putra

Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert, adalah seorang penulis, kurator, dan pegiat budaya. Merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dengan fokus studi pengkajian seni karawitan. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Manager Orkes Taman Bunga. Tahun 2018 bersama Forum Lenteng menerbitkan buku karyanya sendiri, berjudul Sore Kelabu di Selatan Singkarak. Ia merupakan salah satu kurator muda terpilih untuk program Kurasi Kurator Muda yang digagas oleh Galeri Nasional Indonesia, 2021.

Memperkuat Aktor Kebudayaan Desa

Pengantar Program Daya Desa Warisan Dunia Solok dan Sawahlunto

Desa sebagai penyedia beragam sumber daya menjadi lokus yang masuk akal untuk kita tinjau dan pelajari kembali sebagai model pembangunan masa depan. Sebagai penyembuh atas pembangunan yang selama mengadopsi logika urban, yang telah merubah lanskap geografis, budaya, sosial, dan sistem ekonomi, yang bahkan mengabaikan keselamatan masa mendatang. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari model pembangunan yang selama ini terpusat dan dikelola oleh inisiatif pemodal. Wacana pembangunan berbasis komunitas (community development) dalam hal ini dapat kita lihat sebagai model alternatif untuk ditawarkan. Ia terbuka berbagai kemungkinan pendekatan dan strategi. Inisiatif dan upaya warga dalam menentukan hidup dan masa depan wilayahnya dapat kita lihat sebagai bagian dari itu (bottom-up). Warga yang selama ini dilihat sebagai pihak pasif dan yang perlu dibangun oleh pemerintah, menjadi tidak relevan lagi.

Continue reading

Angka-Angka yang Tak Sepadan

Pagi itu seperti sejumlah pagi sebelumnya di bulan Agustus, saya terbangun di kos-kosan kecil di Kelurahan Galur. Saya membuka jendela dari lantai tiga ini. Terlihat dari kejauhan kabut mengaburkan sejumlah gedung-gedung tinggi di berbagai arah. Jakarta penuh dengan polusi, tapi kali ini cukup parah. Sejak awal bulan, langit kota ini sungguh kelabu dan bahkan Jakarta dianugerahi kota dengan polusi terparah di dunia saat itu. Beberapa media membuat klarifikasi, bahwa polusi yang terjadi tepatnya adalah polusi yang dibawa oleh Tangerang dan beberapa kota satelit lainnya yang mengitari Jakarta. Sumber polusi terparah adalah kawasan-kawasan industri dan kebijakan yang didesak agar diberlakukan adalah work from home (WFH). Ya.

Continue reading

Yang masih mengangkang di Singkarak

Sudah lebih dari 20 tahun lalu bangunan-bangunan terus tumbuh hingga hari ini di bibir Danau Singkarak. Sebagian besar bangunan adalah kedai-kedai kuliner yang menawarkan makanan, mi instan, minuman, dan lainnya. Para pedagang berusaha menguasai sisi strategis untuk menikmati lanskap danau dan membangun kedainya. Sebagian kedai dibuat permanen sebagian lagi tidak. Biasanya akan ramai ketika musim libur lebaran, ada yang memilih lanjut ada yang membongkarnya kembali. Tentu saja bangunan-bangunan ini dilarang oleh pemerintah, sebab dianggap merusak lingkungan, tapi bagi warga ini adalah peluang mencari nafkah. Tahun demi tahun bangunan terus bertambah, tidak tahu, apakah suatu hari nanti, bibir danau yang panjang itu, tidak tersisa lagi untuk pengunjung yang ingin menikmati tanpa masuk ke kedai.

Continue reading

Bakajang dalam Empat Babak

Jika secara umum masyarakat muslim Indonesia hanya merayakan lebaran Idulfitri selama dua hari, di Nagari Gunuang Malintang, Kecamatan Pangkalan, Limopuluah Kota, Sumatera Barat, lebaran berlangsung cukup panjang dan meriah. Biasanya warga akan memanfaatkan lebaran hari pertama untuk berkumpul dengan keluarga-keluarga terdekat, pada hari kedua keluarga kecil manjalang mamak (menyapa paman-paman) dan pada hari ketiga hingga hari ke-delapan adalah waktu-waktu untuk kampung: Bakajang.

Continue reading

Suara-suara Bakso Bakar

Bakso Bakar adalah salah satu jajanan favorit anak-anak di Solok. Biasanya ia bergabung dengan kategory jajanan (streetfood) lainnya, yang mangkal di sebuah tempat yang ramai anak-anak, semisal taman kota, gerbang sekolahan, dan lainnya. Ada juga yang menjajakannya menggunakan gerobak. Tetapi belakangan sejak motor sudah cukup gampang dibeli dan dicicil ada banyak pedagang jajanan seperti ini beralih menggunakan sepeda motor dan mendatangi keramaian anak-anak. Berbeda dengan kue putu yang menggunakan serine uap, atau sate yang menggunakan terompet, pedangang yang saya temui ini menggunakan rekaman digital dan pengeras suara untuk meneriakan dagangannya. Seingat saya, yang paling awal, sekitar tahun 2016-an dulu adalah tahu bulat, tapi kemudian banyak yang menggunakan teknologi serupa, termasuk bakso bakar ini.

Continue reading

Perangkat Kue Putu

Kue Putu adalah salah kuliner atau cemilan favorit anak-anak di Sumatera Barat, dan mungkin juga di berbagai daerah di Indonesia. Kue ini selalu disajikan secara segar, langsung dibuat oleh penjual dengan perangkat yang selalu dia bawa. Sebelum tahun 90an, sebagian besar perangkat ini dipikul pada bahu, belakangan para pedagang putu menyiasati kendaraan sepeda motor mereka untuk dapat menopang perangkat tersebut. Tidak hanya kue putu sebenarnya banyak jajanan lain melakukan hal yang sama, sehingga penjual cemilan bisa mendatangi anak-anak di tempat-tempat mereka berkumpul. Seperti dulu dan kini, dalam perangkat kue putu juga terdapat teknologi uap untuk menghasilkan bunyi melengking seperti bunyi peluit, yang juga menjadi petanda untuk anak-anak segera membujuk orang tuanya untuk memberi uang. Tradisi kostum (custom)/akal-akalan ini juga banyak dijumpai di berbagai daerah di Asia Tenggara.

Vlog by @albertrahmanp
Kampung Jawa, Solok, 2021

Pinang Rayo (Hadiah-hadian Lebaran di Cupak)

Setelah situasi pandemi mulai terkendali pada tahun 2021 lalu, warga cupak kembali menyambut meriah hari raya Idul Fitri dengan beragam permainan dan hadiah. Permainan tersebut diantaranya adalah lomba makan kerupuk, bernyanyi, dan panjat pinang. Peristiwa budaya ini menjadi ajang warga lokal dan para perantau untuk berkumpul dan berbagi.

Vlog by  @albertrahmanp 
Pasar Cupak, 2021

Halaman Depan (Membakar Sekam)

Pandemi menjadi momen penting bagi kita memeriksa kembali modal sosial dan pengetahuan yang kita miliki untuk bertahan hidup, terutama melihat sumber daya alam yang tersedia, dan menjaga keberlangsungannya. Kebiasaan itu, salah satunya bisa kita mulai dengan mengidentifikasi sumber daya di sekitar kita, serta mempelajari pengetahuan-pengetahuan tradisional yang berpihak pada keselematan lingkungan dan ruang hidup yang lebih baik. Hal tersebut juga dilakukan oleh teman-teman Komunitas Gubuak kopi sejak 2017 lalu melalui program Daur Subur (https://gubuakkopi.id/daur-subur/). Berikut adalah rekaman sejumlah tanaman dan aktivitas di halaman depan Rumah Tamera – Komunitas Gubuak Kopi.

Vlog by @albertrahmanp Rumah Tamera, 2021 Related page: DAUR SUBUR (https://gubuakkopi.id/daur-subur/)

Daur Subur #7: Circumstance

Circumstance adalah presentasi publik dari studi mengenai kesalingkaitan unsur dan elemen masyarakat di Kelurahan Kampung Jawa, Solok, Sumatera Barat. Studi ini menyoroti inisiatif warga merespon persoalan di sekitarnya, berinteraksi, dan memahami peristiwa di sekitarnya secara spiritual. Proyek ini merupakan bagian dari presentasi publik Kurasi Kurator Muda, Albert Rahman Putra, bersama Galeri Nasional Indonesia dan juga merupakan pengembangan dari platform Daur Subur, sebuah studi tetang kebudayaan yang berkembang di masyarakat pertanian Sumatera Barat, yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi sejak tahun 2017.

Continue reading

Memperbarui Nilai Benda

Catatan proses Lokakarya Daur Subur #6 di Kampung Jawa

Jumat, 04 Juni 2021, lokakarya Daur Subur di Kampung Jawa memasuki hari keenam. Hari ini para partisipan mengatur sendiri jadwalnya. Amelia Putri, pagi itu menepati janjinya untuk ikut memasak di dapur “Snack 88” milik Ibu Leni. Mengalami menjadi proses penting dari lokakarya ini. Melihat langsung, terlibat, dan merasakan atmosfernya. Begitu juga Noura Arifin, pagi itu ia juga langsung menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) regional Kota Solok. Bersama orang-orang yang bekerja di sana ia membersihkan sejumlah botol untuk di jual kembali ke Bank Sampah, yang kemudian akan diteruskan pada pengepul besar untuk diolah menjadi bentuk baru. Ia ingin mengetahui bagaimana sirkulasi sampah di Kota Solok ini dan Amel ingin menelusuri model pengolahan tanaman lokal oleh warga RW 06 Kelurahan Kampung Jawa, Solok. Begitu juga dengan 8 partisipan lokakarya  lainnya, melanjutkan penelusurannya, dan tiap malam kami selalu siap untuk mendengarkan cerita-cerita menarik dari teman-teman ini.

Continue reading