Tag Archives: Singkarak

Yang masih mengangkang di Singkarak

Sudah lebih dari 20 tahun lalu bangunan-bangunan terus tumbuh hingga hari ini di bibir Danau Singkarak. Sebagian besar bangunan adalah kedai-kedai kuliner yang menawarkan makanan, mi instan, minuman, dan lainnya. Para pedagang berusaha menguasai sisi strategis untuk menikmati lanskap danau dan membangun kedainya. Sebagian kedai dibuat permanen sebagian lagi tidak. Biasanya akan ramai ketika musim libur lebaran, ada yang memilih lanjut ada yang membongkarnya kembali. Tentu saja bangunan-bangunan ini dilarang oleh pemerintah, sebab dianggap merusak lingkungan, tapi bagi warga ini adalah peluang mencari nafkah. Tahun demi tahun bangunan terus bertambah, tidak tahu, apakah suatu hari nanti, bibir danau yang panjang itu, tidak tersisa lagi untuk pengunjung yang ingin menikmati tanpa masuk ke kedai.

Continue reading

Lanskap Singkarak Setelah Batu Bara

Penghujung tahun 2020 kegiatan Gubuak kopi akan ditutup dengan Kurun Niaga #2. Pada tahun ini Gubuak Kopi melibatkan 7 orang seniman Anggraeni Widhiasih (Jakarta), Autonica (Yogyakarta), Verdian Rayner (Solok), Volta A Jonneva (Kinari), Teguh Wahyundri (Solok) Boynistill (Solok), BDX (Jawi-Jawi). Saya, Badri, dan Albert dalam aktivitas ini terlibat sebagai fasilitator. Teman-teman ini kita minta untuk membaca ulang jalur niaga di Sumatra Barat. Para seniman ini dibekali catatan dari proyek Kurun Kiaga tahun lalu, dan diajak ke beberapa lokasi untuk melihat lebih dekat daerah yang bersinggungan dan melihat kontur alam Solok dari ketinggian. Setiap seniman menuangkan impresinya dalam bentuk sketsa sebagai refleksi dari hasil pengamatan jalur niaga tersebut.

Continue reading

Sepoi Sore Selatan Singkarak

Akhir tahun 2017 lalu, jalur penghubung antar nagari di selatan Danau Singkarak kembali bagus. Sebelumnya jalanan ini rusak parah dan menimbulkan debu, akibat ramainya truk pengangkut hasil tambang Galian C di Paninggahan. Debu diterpa angin menyelimuti hijau dedaunan dan padi di tepian jalan. Kini jalur yang tepatnya berada di wilayah nagari Saniangbaka ini telah kembali diperbaiki. Kendaraan berjalan dengan lancar, dan mulai muncul aktivitas lari sore di sekitaran lokasi, dengan pemandangan indah ini. Continue reading

Yang Belum Selesai dari Oktober di Muaro Pingai

Jalan lintas selatan Danau Singkarak, yang melewati Nagari Sumani, Saniang Baka, Muaropingai, dan Paninggahan ini, pada tahun 2013 hingga awal 2017, mengalami kerusakan dan menimbulkan debu di daerah sekitaran jalan. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh ramainya aktivitas mobil pertambangan galian C di Nagari Paninggahan. Tidak sedikit warga yang mendapat penyakit ISPA akibat debunya. Protes telah dilakukan berkali-kali dan akhirnya berhasil juga. Tambang ditertibkan. Sejak 2017 lalu, jalan ini sudah mulai diperbaiki kembali, dan ada beberapa ruas jalan yang masih belum. Video ini adalah perjalanan pengendara motor yang merekam jalan Muaropingai pada akhir Oktober 2017 lalu.
Continue reading

Peluncuran dan Diskusi Buku: Sore Kelabu di Selatan Singkarak

Pada Rabu, 21 Februari 2018 lalu, Komunitas Gubuak Kopi bekerja sama dengan Forum Lenteng (Jakarta) menggelar kegiatan “Peluncuran dan Bedah Buku –Sore Kelabu di Selatan Singkarak, karya Albert Rahman Putra, di Galeri Kubik Koffie, Kota Padang, Sumatera Barat. Buku kumpulan tulisan ini diterbitkan oleh Forum Lenteng. Di dalamnya penulis merekam fragmen-fragmen kejadian dan kisah yang bergulir di sekitaran Danau Singkarak. Albert mengamati situasi ini sejak tahun 2010 yang kemudian dibingkai ke dalam 11 tulisan sejak 2015 hingga 2017. Isu-isu tersebut antara lain tentang kondisi liungkungan, peseteruan warga, keberadaan tambang dan dampaknya pada situasi sosial masyarakat, kebijakan dan respon pejabat pemerintah, serta jalur dagang warisan kolonial melalui penelusuran sejumlah arsip sejak tahun 1818. Continue reading

Letusan di Riaknya Danau

Kira-kira dua minggu setelah lebaran (2015), suasana Singkarak yang sebelumnya ramai sudah berangsur normal. Jalanan sudah mulai sepi lagi, hanya sampah-sampah yang bertambah banyak. Siang hari, saya mampir di sebuah kedai nasi di tepian Danau Singkarak di daerah Tikalak. ‘Riak Danau’, begitu tertulis di depan warungnya. Di sana, saya bertemu seorang perempuan paruh baya. Dia adalah pemilik warung itu. Continue reading