Tag Archives: Pariwisata

Yang masih mengangkang di Singkarak

Sudah lebih dari 20 tahun lalu bangunan-bangunan terus tumbuh hingga hari ini di bibir Danau Singkarak. Sebagian besar bangunan adalah kedai-kedai kuliner yang menawarkan makanan, mi instan, minuman, dan lainnya. Para pedagang berusaha menguasai sisi strategis untuk menikmati lanskap danau dan membangun kedainya. Sebagian kedai dibuat permanen sebagian lagi tidak. Biasanya akan ramai ketika musim libur lebaran, ada yang memilih lanjut ada yang membongkarnya kembali. Tentu saja bangunan-bangunan ini dilarang oleh pemerintah, sebab dianggap merusak lingkungan, tapi bagi warga ini adalah peluang mencari nafkah. Tahun demi tahun bangunan terus bertambah, tidak tahu, apakah suatu hari nanti, bibir danau yang panjang itu, tidak tersisa lagi untuk pengunjung yang ingin menikmati tanpa masuk ke kedai.

Continue reading

Membayangkan Perayaan Berikutnya

Belakangan, di media muncul kembali banyak pernyataan yang tidak menyukai permainan seperti panjang pinang, pacu karung, pukul bantal, dan berbagai jenis permainan yang biasa kita mainkan para perayaan kemerdekaan. Biasanya muncul dengan kalimat, bahwa itu tradisi yang dibangun penjajah untuk merendahkan kita. Terutama sejak berita mengenai pemerintah kota di Aceh melarang permainan ini. Konteks yang hampir mirip pernah saya temui di Jujuhan, Muaro Bungo, kala pengusaha tambang batu bara menyelenggarakan pesta untuk para buruhnya, berupa panjang pinang dan nonton orgen. Tapi saya kira mereka tidak melakukannya dengan terpaksa, barang kali memang menginginkan hadiah, unjuk kebolehan, bersenang-senang, dan lainnya. (Baca juga: Bagai Pinang Dipanjat Pemuda, 2014; Pesta Pemuda, 2014; dan Nonton Orgen, 2014)

Continue reading

Di Atas Lubang-lubang Tambang

Menyusuri setiap bangunan dengan kisah-kisah yang mengikutinya memberikan pengetahuan sekaligus fakta-fakta mengejutkan. Termasuk di sini, di kota yang masih sangat kental dengan arsitektur zaman kolonial ini menyimpan berbagai cerita kehidupan dari masa sebelum kita. Kota yang terkenal dengan kota tambang ini bernama Kota Sawahlunto. Kota yang manyuguhkan pemandangan perbukitan dengan jalan yang berkelok-kelok. Continue reading

Tong Sampah dan Taman Bidadari

Selama melakukan observasi di Taman Bidadari Ogy tertarik menyimak keadaan tempat sampah di sana. Ia menemukan tempat sampah yang sudah tidak lagi berada pada tempatnya. Selain itu obrolan singkat bersama seorang yang sedang membawa anjingnya jalan-jalan, memberikan gambaran singkat tentang asiknya singgah di sana walau fasilitasnya kurang baik. Continue reading

Itik Di Telaga Belibis


Vlog Kampuang – Itik Di Telaga Belibis adalah rekaman suasana sebuah telaga di Kota Solok, di suatu sore tahun 2017. Telaga ini kita kenal dengan telaga pulau belibis. Konon dulu di sini menjadi tempat peristirahatan burung belibis. Burung itu hampir tidak kita temui lagi saat ini. Telaga wisata ini, kita banyak dikunjungi para pemacing, tidak jarang pula di hari libur keluarga datang membawa anak-anaknya untuk merasakan sensasi mengayuh sepeda air, dan sebagainya. Continue reading

Trip Korea Selatan Part 2; Shinheungsa Temple dan Mount Seorak

Berikut kelanjutan dari cerita perjalan Gabriella Melisa atau biasa disapa Igeb di Korea Selatan. Silahkan Disimak!


Hari kedua di Korea Selatan, saya sudah cukup menyesuakan diri. Saya memang seringkali bermasalah dengan cuaca dingin. Untungnya Korea Selatan baru memasuki musim gugur jadi cuaca pagipun belum terlalu dingin. Setelah hari pertama mengunjungi pulau, hari kedua agendanya adalah trip ke Mount Seorak. Hanya dibutuhkan sekitar 30 menit menuju Mount Seorak dari resort tempat kami menginap.

Mount Seorak yang dalam Bahasa korea disebut Seolsan yang berarti gunung salju. Karena memang Mount Seorak terletak di ketinggian dan disaat musim dingin seluruh bagian gunung tersebut ditutupi salju. Musim dingin di Mount Seorak-pun sebulan lebih cepat dan sebulan lebih lama dari kota Seoul. Di Seoul musim dingin berkisar dari Desember sampai Februari, sedangkan di Mount Seorak musim dingin sudah dimulai dari Bulan November dan berakhir di Bulan Maret.

IMG_9640 IMG_9645 IMG_9597

Untuk naik ke Peak of the mountain kita mesti menggunakan cable car. Wow, that’s amazing dan sayapun awalnya sedikit takut. Sebelum ke cable car station kita lebih dulu diajak mengunjungi Shinheungsa Temple yang disana terdapat Golden Bronze Big Buddha Statue. Penduduk Korea sendiri mayoritas tidak mempunyai agama. Sisanya Buddha sebagai agama paling banyak, Christian dan juga beberapa menganut Islam.

IMG_9547 IMG_9542 IMG_9538

Setelah cukup foto-foto di kuil perjalanan dilanjutkan menuju cable car station. Disarankan kalau pergi dengan rombongan untuk reserve dulu tiket cable carnya karena kalau berakhir pekan di Mount Seorak antrian untuk naik cable car cukup ramai. Salah satu tour leader local kami juga mengatakan dia pernah mengantri sekitar 2-4 jam untuk meniki cable car. Untunglah rombongan kami sudah me-reserve jauh hari jadi tidak perlu mengantri lagi.

IMG_9559 IMG_9622

Nah, naik cable car ini juga cukup membuat saya merinding. Bayangkan, kita menaiki sebuah kendaraan kaca yang jalurnya menggunakan tali untuk menaiki puncak dengan kemiringan sekitar 30 derajat. Walaupun Cuma lima menit namun cukup memacu adrenaline. Kapasitasnya bisa memuat sekitar 50 – 60 orang.

Setelah sampai di Gunungnya, kita juga harus menanjak lagi sekitar 10 menit menuju puncak. Jangan khawatir, disini disediakan tangga dan dipagari, jadi cukup aman untuk menuju puncak.

Untuk pemandangan diatas jangan ditanya. Saya seperti sedang berada di Swiss (walaupun sebenarnya belum pernah ke Swiss). Puncak gunung ini sendiri adalah batu-batu kapur. Duh, saat saya kesana musim gugur-pun sudah dingin apalagi pas puncak in bersalju.

Mount Seorak

IMG_9428 IMG_9578

Satu lagi yang membuat saya impress dengan orang-orang Korea ini. Mereka semua kuat-kuat jalan. Sepanjang jalan menuju puncak saya selalu berpas-pasan dengan pasangan-pasangan lanjut usia, yang saya taksir umur mereka sudah mencapai 60an.

Setelah puas di Mount Seorak perjalanan dilanjutkan menuju kota Seoul yang berjarak sekitar 3 jam dari Mount Seorak.

Bye Mount Seorak

  • Gabriella Melisa, 2015

ke artikel sebelumnya : Trip Korea Selatan Part 1

Trip Korea Selatan Part 1; Pulau Nami dan Teddy Bear Farm

Kali ini kita akan menyimak nomor pertama tentang perjalan rekan traveler kita, Gabriella Melisa atau yang biasa disapa Igeb, di Korea Selatan. Perempuan tangguh yang sering mendapatkan perkerjaan sambil jalan-jalan ini seperti biasa akan berbagi pengalamannya kepada kita tentang cara menarik menikmati keindahan dunia ini. Semoga bisa menginspirasi rekan-rekan traveler semua! silahkan disimak! Continue reading

Melayang dan Mengendap Di Muara Berbuih

Lelaki tua itu biasa saya sapa Pak Gaek (Pak Tua). Suatu hari ia meletakkan kopi di hadapan saya. Saya sering mampir di kedai kopi kecilnya setiap kali dalam perjalanan malam Solok ke Padangpanjang. Seperti biasa, ia tidak banyak bicara. Ia senang duduk di kursi malasnya yang berdekatan dengan meja tempat ia biasa membuat kopi. Di meja yang padat itu, tersusun beberapa mi instan, tabung kopi, gelas, kaleng susu dan sebuah radio tuanya. Kalau sudah lewat pukul sembilan malam, biasanya radio tua itu melagukan tembang-tembang Pop Minang. Kemudian ia bersandar menikmatinya sambil memegang senter dan telepon genggam. Ia sering kali terlihat menahan kantuk menikmati lagu-lagu itu, maka saya putuskan untuk mengganggunya.
Continue reading

Merah Putih di Papandayan

Sudah sangat lama saya berharap bisa bergabung dengan teman-teman saya yang pencinta alam untuk mendaki gunung. Selain kendala fisik, mendapat izin dari orang tua menjadi masalah utama saya saat itu. Lalu, ajakan datang tiba-tiba dari salah satu teman kuliah saya untuk ikut mendaki pada tanggal 15-17 agustus 2014 yang merupakan hari kemerdekaan Indonesia. Awalnya, saya sempat ragu akan mendapat izin dari orang tua. Namun setelah menjelaskan panjang lebar akhirnya saya bisa meyakinkan orang tua saya bahwa akan banyak orang yang akan melakukan pendakian pada tanggal tersebut. Continue reading