Sudah lebih dari 20 tahun lalu bangunan-bangunan terus tumbuh hingga hari ini di bibir Danau Singkarak. Sebagian besar bangunan adalah kedai-kedai kuliner yang menawarkan makanan, mi instan, minuman, dan lainnya. Para pedagang berusaha menguasai sisi strategis untuk menikmati lanskap danau dan membangun kedainya. Sebagian kedai dibuat permanen sebagian lagi tidak. Biasanya akan ramai ketika musim libur lebaran, ada yang memilih lanjut ada yang membongkarnya kembali. Tentu saja bangunan-bangunan ini dilarang oleh pemerintah, sebab dianggap merusak lingkungan, tapi bagi warga ini adalah peluang mencari nafkah. Tahun demi tahun bangunan terus bertambah, tidak tahu, apakah suatu hari nanti, bibir danau yang panjang itu, tidak tersisa lagi untuk pengunjung yang ingin menikmati tanpa masuk ke kedai.
Continue readingTag Archives: Lingkungan Hidup
Rusak Lingkungan, Reklamasi Singkarak Dihentikan
KPK Catat Ratusan Pelanggaran Lingkungan di Danau Singkarak.
Solok– Pasca dikeluarkannya komitmen bersama antara pemerintah Kabupaten Solok dengan Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Perumahan Rakyat (ATR BPN), dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, pembangunan di dermaga Singkarak akhirnya dibongkar.
Continue readingJuang Negeri Subur
Batubajanjang adalah salah negeri subur yang berada di kaki Gunung Talang, Solok. Negeri ini terkenal dengan hasil pertaniannya berupa, bawang dan sayur-sayuran yang dijual ke beberapa daerah di Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Sejak Juli 2017, masyarakat Batubajanjang merasa terancam dengan rencana kahadiran proyek geotermal di kampung mereka. Penolakan terjadi di sebagian besar warga, yang dikawatirkan akan merubah drastis sistem sosial, kesuburan, dan polusi lainnya. Continue reading
Resah di Salingka Gunung Talang
Awal Mei 2018 lalu, sebagain besar warga Batu Bajanjang dan sekitarnya dikejutkan dengan kabar akan diadakannya latihan militer di kampung mereka. Kekawatiran ini muncul mengingat kampung ini sedang dalam sengketa rencana proyek geotermal. Proyek ini diyakini dapat memberikan dampak buruk pada lingkungan sosial dan lingkungan hidupnya. Proyek ini ditolak warga sejak Juni 2017 lalu, walaupun masih terlihat usaha dari pihak pro-proyek geotermal untuk terus merebut lahan ini. Continue reading
Setelah Panen Usai di Tembok Raya
Penampakan setelah panen di Tembok Raya, Nan Balimo, Kota Solok. Soal kualitas hasil tentu tidak kita ragukan lagi. Namun, ada beberapa hal yang perlu kita benahi lagi, misalnya persoalan ampas padi yang dibakar, ternyata juga menggangu kesehatan, lingkungan, dan aktivitas di jalanan. Continue reading
Kabar Menghimpun Perjuangan
Geothermal atau pembangkit listrik yang bersumber dari panas bumi, pada dasarnya adalah salah satu sumber energi yang cukup baik jika kita bandingkan dengan batu bara. Namun hal ini tidak berarti Geotermal tidak memiliki dampak buruk. Geotermal juga menghasilkan karbondioksida dan metan dalam jumlah yang sangat besar, selain itu ia juga menghasilkan zat kimia berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan mayarakat sekitar berupa mercuri, boron dan arsenik. Sejak pertengahan 2017 lalu, proyek ini menghantui warga di sekitaran Gunung Talang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Proyek yang dicanangkan berada di sekitaran pemukiman dan lahan pertanian warga, dan mendapat penolakan dari sebagain besar warga. Hal ini sebenarnya tidak jarang pula disalah-pahami oleh perantau, yang menyayangkan penolakan terhadap proyek tersebut dan disebut-sebut sebagai agenda politik. Hal ini tentu berbeda kondisi dengan Geotermal di Solok Selatan yang tidak berada di sekitaran perkampungan. Continue reading
Sepoi Sore Selatan Singkarak
Akhir tahun 2017 lalu, jalur penghubung antar nagari di selatan Danau Singkarak kembali bagus. Sebelumnya jalanan ini rusak parah dan menimbulkan debu, akibat ramainya truk pengangkut hasil tambang Galian C di Paninggahan. Debu diterpa angin menyelimuti hijau dedaunan dan padi di tepian jalan. Kini jalur yang tepatnya berada di wilayah nagari Saniangbaka ini telah kembali diperbaiki. Kendaraan berjalan dengan lancar, dan mulai muncul aktivitas lari sore di sekitaran lokasi, dengan pemandangan indah ini. Continue reading
Yang Belum Selesai dari Oktober di Muaro Pingai
Jalan lintas selatan Danau Singkarak, yang melewati Nagari Sumani, Saniang Baka, Muaropingai, dan Paninggahan ini, pada tahun 2013 hingga awal 2017, mengalami kerusakan dan menimbulkan debu di daerah sekitaran jalan. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh ramainya aktivitas mobil pertambangan galian C di Nagari Paninggahan. Tidak sedikit warga yang mendapat penyakit ISPA akibat debunya. Protes telah dilakukan berkali-kali dan akhirnya berhasil juga. Tambang ditertibkan. Sejak 2017 lalu, jalan ini sudah mulai diperbaiki kembali, dan ada beberapa ruas jalan yang masih belum. Video ini adalah perjalanan pengendara motor yang merekam jalan Muaropingai pada akhir Oktober 2017 lalu.
Continue reading
Di Atas Lubang-lubang Tambang
Menyusuri setiap bangunan dengan kisah-kisah yang mengikutinya memberikan pengetahuan sekaligus fakta-fakta mengejutkan. Termasuk di sini, di kota yang masih sangat kental dengan arsitektur zaman kolonial ini menyimpan berbagai cerita kehidupan dari masa sebelum kita. Kota yang terkenal dengan kota tambang ini bernama Kota Sawahlunto. Kota yang manyuguhkan pemandangan perbukitan dengan jalan yang berkelok-kelok. Continue reading
Dilema Debu-Debu Sijantang
Batubara masih jadi ‘primadona’ sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia. Menurut data kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini sekitar 60% listrik masih disuplai dari tenaga uap. Salah satu PLTU itu ada di kota Sawahlunto tepatnya di Desa Sijantang. Seolah tak bisa dipungkiri bahwa batubara dan Sawahlunto adalah satu kesatuan yang seakan tak bisa dipisahkan Siemas hitam ini masih menjadi cahaya bagi kehidupan Sawahlunto hingga saat ini, konon agar cahaya itu tetap hidup dibangunlah PLTU di Kota Sawahlunto.
Awal mulanya pembangkit listrik di kota Sawahlunto berada di kelurahan Kubang Sirakuak Utara, dimana kala itu dibangun oleh Belanda pada tahun 1894 bernama PLTU Mudik Air dengan memanfaatkan aliran Batang Lunto, berkurangnya debit air sungai di pinggir PLTU menyebabkan PLTU ini berhenti beroperasi. Masuknya agresi militer Belanda I dan II ke Sawahlunto PLTU ini berubah fungsi menjadi tempat perakitan senjata para pejuang, dan kemudian pernah juga menjadi rumah hunian pekerja tambang, hingga pada tahun 1952 bangunan induk pembangkit listrik ini dialih fungsikan sebagai Rumah ibadah umat muslim yang lebih kita kenal sekarang dengan nama Masjid Agung Nurul Iman. Kemudian Belanda membangun PLTU penganti di Salak, Talawi pada tahun 1924 yang memanfaatkan aliran sungai Batang Ombilin. Seiring perjalanan usia dan tidak efisien lagi serta untuk operasional yang lebih besar lagi maka PLTU salak di alihkan ke Desa Sijantang. Continue reading