Rusak Lingkungan, Reklamasi Singkarak Dihentikan

KPK Catat Ratusan Pelanggaran Lingkungan di Danau Singkarak. 

Solok– Pasca dikeluarkannya komitmen bersama antara pemerintah Kabupaten Solok dengan Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Perumahan Rakyat (ATR BPN), dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, pembangunan di dermaga Singkarak akhirnya dibongkar. 

Pembangunan di sepanjang bibir danau tersebut diinisiasi oleh Pemkab Solok melalui CV. Anam Daro sebagai pihak investor. Adapun, pembongkaran tersebut dilakukan langsung oleh CV. Anam Daro dalam kurun Maret hingga April 2022.

Dari pantauan penulis di lapangan bangunan yang sebelumnya terdapat pondok lesehan, jalan setapak, taman, dan kolam sudah dibongkar, sementara beberapa bangunan seperti anjungan berbentuk kapal, gerbang utama, dan beberapa lainnya masih belum dibongkar. 

Untuk diketahui, Danau Singkarak, Sumatera Barat ditetapkan sebagai danau prioritas yang harus segera diselamatkan sesuai Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.

Berbagai pembangunan yang dilakukan di pinggir danau Singkarak, termasuk proyek yang dilakukan Pemkab Solok melalui CV Anam Daro tersebut diduga melanggar aturan sempadan danau, dan merusak kelestarian lingkungan, sehingga pembangunan yang dilakukan harus dihentikan, agar kawasan danau tidak semakin memprihatinkan. 

Pada Januari 2022 lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) meminta agar seluruh bangunan dan tanah reklamasi dibongkar, dengan diberikan waktu empat bulan.

Hal itu, disampaikan langsung oleh Dirjen PPTR dalam rapat pertemuan Kementerian ATR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemprov Sumatera Barat dan Pemkab Solok di Hotel Grand Zuri Padang, Jumat 28 Januari 2022 lalu. 

Berdasarkan relis KPK-RI yang diterima penulis pada 16 Maret 2022 lalu, terdapat ratusan pelanggaran yang terjadi di Danau Singkarak. Tim gabungan Kementerian ATR dan KPK-RI mencatat setidaknya total pelanggaran sebanyak 490 pelanggaran di sepanjang Danau Singkarak, rinciannya ada 368 pelanggaran di Kabupaten Tanah Datar dan 122 pelanggaran di Kabupaten Solok. 

Mirisnya, pelanggaran itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Bentuk pelanggaran mulai dari mengubah bentuk bibir danau, hingga melakukan reklamasi atau menimbun perairan danau, lalu kemudian mendirikan bangunan di atasnya.

“Setelah melakukan pemeriksaan dari data dan laporan pemda setempat, KPK dan Kementerian ATR/BPN memberikan 4 rekomendasi ke berbagai pihak, sebagai solusi penyelamatan Danau Singkarak,” ujar Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding dalam keterangan tertulis tersebut. 


Empat rekomendasi tersebut yakni, Pertama, menghentikan pembangunan tak berizin prasarana pariwisata yang berada di badan air dan di atas lahan reklamasi di Danau Singkarak.

Kedua, menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pengenaan Sanksi Administratif berdasarkan Pasal 194 PP 21 Tahun Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, kepada para pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang.

Ketiga, memastikan para pelaku pelanggaran melakukan pemulihan fungsi ruang dengan pengawasan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, dan aparat penegak hukum. Keempat, melakukan penertiban kegiatan yang tidak memiliki izin di badan maupun sempadan danau.

“Kami berharap, koordinasi yang baik bisa terus berlanjut dan diterapkan dalam upaya penyelamatan danau-danau lainnya. Lantaran penyelamatan Danau Singkarak adalah pilot project atau proyek percontohan,” tukasnya. 

Reklamasi Rugikan Negara Miliaran Rupiah. 

Untuk diketahui, sebelum yang sekarang, pada tahun 2016 juga sudah dilakukan reklamasi, berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar, ditemukan reklamasi dilakukan dengan panjang 100 meter dan lebar sekitar 30 sampai dengan 50 meter, yang saat itu dilakukan PT Kaluku Indah Permai. Dan, akhir 2016 proyek itu resmi dihentikan. 

Kemudian pada tahun 2021, didapatkan lagi laporan pembangunan tempat wisata di lokasi yang sama di tahun 2016, yang dilakukan CV Anam Daro. Padahal, seharusnya Pemkab Solok memulihkan bekas reklamasi, tapi malah membangunnya kembali. 

“Pembangunan di lokasi sekarang melanggar sejumlah aturan, yakni pembangunan dilakukan di lokasi bekas reklamasi yang dulunya telah dinyatakan ilegal, lalu juga tidak ada dokumen terkait lingkungan baik di provinsi maupun pihak Pemkab Solok,” kata Kepala Departemen Kajian Advokasi dan Kampanye WALHI Sumbar, Tommy Adam. 

Serta disebutkannya, juga ada pelanggaran terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Solok, bahwa yang direklamasi itu adalah kawasan lindung. Bukan peruntukan untuk pembangunan objek wisata.

Pihaknya telah menghitung potensi kerugian negara sektor lingkungan akibat reklamasi yang diduga tanpa izin itu mencapai Rp3,3 miliar. Rinciannya, biaya kerugian ekologis Rp1,2 miliar, biaya ekonomi Rp952 juta, dan biaya lingkungan Rp1,2 miliar. 

Potensi kerugian tersebut dianalisis berdasarkan Permen Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ganti Rugi Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.


Pembongkaran Harus Diawasi. 

Menyikapi putusan Kementerian ATR tersebut, masyarakat diharapkan terus memantau dan melakukan pengawasan terhadap tindak lanjut pembongkaran dan tindakan pengembalian tepian danau seperti sedia kala. 

Tommy Adam mengatakan, putusan pembongkaran tersebut menjadi bukti bahwa yang dilakukan Pemkab Solok, tersebut salah. Pada dasarnya pembongkaran seharusnya dilakukan di 2016, sebab kegiatan itu ilegal dan merusak lingkungan. “Selama ini, Pemkab Solok kokoh dengan reklamasi tersebut dengan dalih menata dan peningkatan perekonomian,” ungkapnya. 

Menurutnya, dengan telah dilakukan pembongkaran, artinya penyelamatan lingkungan sudah dilaksanakan. Maka itu, Ia meminta Pemprov Sumbar terus mengawasi, dan berharap tidak ada lagi kegiatan yang berkedok investasi atau memajukan kabupaten tapi tidak taat pada aturan yang berlaku. 

Walhi juga meminta KLHK memberikan sanksi tegas terhadap kegiatan yang berdampak terhadap kelestarian ekosistem Danau Singkarak dan mengembalikan fungsi danau singkarak seperti sebelumnya dan memprioritaskan agenda penyusunan zonasi sesuai amanat perpres 60 Tahun 2021.

“Danau Singkarak harus dipulihkan kembali, seperti apa sebelumnya sebelum reklamasi maka harus seperti itu lagi, lakukan penghentian permanen, dan kita harus mengawasi ini secara ketat, jangan ada lagi pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan kerusakan danau,” tutupnya. 


Pemkab Solok Legowo. 

Terkait itu,  terkait dengan penertiban dan penataan sempadan danau dan badan danau dari penyalahgunaan pembangunan yang diizinkan, pemerintah Kabupaten Solok mengeluarkan surat edaran. 

Sekkab Solok, Medison menyebut, surat edaran Bupati Solok Nomor 60/048/DPUPR-2022 tentang pemberitahuan pelarangan pendirian bangunan di sepanjang pinggiran danau Singkarak. 

Hal itu dilakukan guna menindaklanjuti komitmen bersama antara Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Gubernur Sumatera Barat dan Bupati Solok di hotel Grand Zuri Padang pada tanggal 28 Januari 2022 lalu. 

“Pemerintah Kabupaten Solok patuh dan taat menjalankan hasil dari komitmen yang telah disepakati secara bersama tersebut,” katanya. 

Selain mengikuti komitmen tersebut, edaran yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Solok juga merujuk kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) no 28 tahun 2015 tentang penetapan garis sempadan sungai dan sempadan danau.

Lalu, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) no 21 tahun 2021, tentang pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dan Pengawasan penataan ruang dan Peraturan Pemerintah Kabupaten Solok no 1 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Solok tahun 2012-2031. 

Dalam surat komitmen bersama tersebut, pemerintah Kabupaten Solok diperintahkan untuk bertanggung jawab melakukan pemulihan kawasan danau Singkarak di wilayah pemerintahan Kabupaten Solok. 

Selain penghentian proyek pengerjaan kepariwisataan CV. Anam Daro dan mengembalikan tata ruang dan fungsi Danau kepada fungsi awalnya. Komitmen bersama tersebut  juga ditekankan kepada penyelamatan seputar kawasan Danau Singkarak. 

Selain itu, edaran yang dikeluarkan oleh Bupati tersebut, juga ikut merujuk kepada hasil evaluasi dari Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemprov Sumbar tentang pengembalian kondisi badan air seperti semula. 

“Edaran bagi masyarakat tersebut kita keluarkan adalah demi menjaga kelestarian kawasan danau Singkarak, dari pembangunan yang tidak diperuntukkan di area sekitar danau Singkarak khususnya di Kabupaten Solok,” pungkasnya.

Frickel Adila
Solok, Mei 2022

Frickel Adila, jurnalis dan penyair yang berdomisili di Solok. Frikel sebelumnya aktif berkegiatan bersama Komunitas Gubuak Kopi, dan kini berkegiatan sebagai jurnalis di salah satu media lokal di Sumatera Barat. Selain sebagai jurnalis, ia juga aktif terlibat dalam forum Puisi Lingkar Utara, Solok. Sebuah ruang belajar puisi yang diinisasi oleh Komunitas Gubuak Kopi, Solok Literasi, dan anak muda Solok.

_
Riset terkait:

Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.