Author Archives: Biahlil Badri

M. Biahlil Badri (Solok, 1996). Biasa disapa Adri. Salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi. Sempat berkuliah di ISI Padangpanjang. Sekarang aktif mengelola akun @solokmilikwarga, sebuah metode pengarsipan yang dikembangkan Gubuak Kopi melalui platform Instagram, dan juga aktif menulis untuk beberapa media di Sumatera Barat. Ia juga merupakan salah satu partisipan kegiatan Daur Subur di Parak Kopi (2019), kolaborator Pameran Kesejarahan Kurun Niaga bersama Gubuak Kopi (2019). Saat ini selain di Gubuak Kopi, ia juga mengelola kelompok musik Papan Iklan.

DATANG KE TENGGARA

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Salah satu program dari Tenggara Street Art Festival adalah Artist in Residence, mengundang 8 orang/kelompok terlibat dalam residensi singakat di Solok. Mereka melakukan riset, kolaborasi, dan memproduksi karya di sini. Autonica adalah seniman yang datang lebih awal ke Rumah Tamera. Ia adalah seniman asal Yogyakarta yang suka memproduksi zine, penulis, illustrator, dan ia juga senang mural di tempat yang lebih besar dari sebelumnya. Nica tiba di Bandara International Minangkabau (BIM) pada Selasa 17 November. Ia juga akan memberikan materi workshop membuat mini zine untuk para remaja Sumatra Barat di Rumah Tamera.

Continue reading

MEMENANGKAN RUANG PUBLIK DAN PRIVAT

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Masoki, seniman graffiti asal Kota Padang meninggalkan beberapa karyanya saat residensi di Solok. Mulai dari ruang privat seperti kamar warga, dinding rumah warga, tangki penampungan air, hingga mobil bank sampah.  Sama dengan seniman lainnya ini juga pertemuan pertama saya dengan Masoki.

Continue reading

CAPITAL FLOWER YANG TUMBUH DI TEBING SOLOK

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Hari ini adalah hari ke tiga program Artist in Residence berjalan, semua seniman sudah berada di depan medianya masing-masing. Memegang kuas dan kaleng cat, naik ke atas tangga dan skavolding. Berdansa dan menari dan masih diiiringi bebunyian hujan. Lokasi yang sama ditempati untuk beberapa seniman. Salah satu lokasinya ada di Gedung Olah Raga (GOR) Tanjung Paku Kota Solok.

Continue reading

Estafet Menuju Tenggara

Ini adalah awal November. Saya tidak bangun pagi, tapi jam setengah lima subuh, saya mendengar alarm  seorang kawan berdering beberapa kali. Memang saya masih terjaga sedari bangun siang tadi. Minggu, 1 November sudah terjadwalkan kita akan bangun subuh untuk berangkat ke lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Solok. Sepertinya sudah sebulan lebih saya tidak datang untuk ini.

Continue reading

ESTAFET MENUJU TENGGARA

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Ini adalah awal November. Saya tidak bangun pagi, tapi jam setengah lima subuh, saya mendengar alarm  seorang kawan berdering beberapa kali. Memang saya masih terjaga sedari bangun siang tadi. Minggu, 1 November sudah terjadwalkan kita akan bangun subuh untuk berangkat ke lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Solok. Sepertinya sudah sebulan lebih saya tidak datang untuk ini.

Continue reading

Bermain Silaturahmi di Normal Baru

Catatan pertemuan kedua Lapuak-lapuak Dikajangi #3

“Halo… halo..”

“tes…”

“suara saya kedengeran, nggak?”

Kata dan kalimat ini berulang-ulang kali terdengar sembari menunggu semua peserta masuk dan bergabung dalam aplikasi meeting  jitsi.org. Selasa, 08 September 2020 itu, menjadi pertemuan kedua para partisipan untuk melakukan diskusi terarah pertama.

Continue reading

Kaget

Kaget, mendengar dan menanggapi persoalan yang kemudian menjadi masalah besar lalu serius. Kadang melelahkan, ini tidak hanya peristiwa dunia kesehatan, namun juga ekonomi, sosial, pilitik agama dan budaya. Bagaimana tidak, bagi umat muslim peristiwa ini menghantarkannya pada sesuatu yang sangat jarang dialami. Hadir menjelang Ramadhan banyak hal yang berubah dari sebelumnya hingga praktik dan lokasi ibadah menjadi persoalan yang berat untuk diterima. Seperti pemberitahuan untuk beribadah di rumah saja.

Continue reading

Gejolak Bersendikan Kopi (bagian II)

*Sambungan dari Gejolak Bersendikan Kopi (bagian I)

Gerakan di Tanah Sebelah

Ujung tombak serangan orang Minangkabau atas orang-orang Batak adalah Lembah Rao yang mengikuti Alahan Panjang menerima asas-asas Padri. Rao memiliki tradisi hubungan yang lama dengan dunia Minangkabau lainnya.[1] Rao juga menjadi salah satu daerah pertambangan yang paling penting di Minangkabau. Tidak heran juga kalau Tuanku Imam Bonjol melirik ke arah Rao. Sawah yang luas dan juga tanaman kopi menjadikan daerah ini menarik untuk digarap. Bahwa masyarakat Padri Alahan Panjang menyadari ini sebagai dimensi dan kekuatan di bidang perdagangan. Gerakan pertama Padri di sini ialah menaklukkan dan mengalih-imankan masyarakat sekitarnya. Seperti halnya Rao Mandailing juga kawasan penghasil emas.

Continue reading

Gejolak Bersendikan Kopi (bagian I)

Akhir-akhir ini “beragama” sedang maraknya diperbincangkan di Indonesia. Setidaknya pasca-terlapornya mantan wakil Gubernur DKI Jakarta pada 7 Oktober 2016 lalu, kerena diduga melakukan tindak pidana penghinaan agama. Peristiwa ini bermula saat dia melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Saat berpidato dihadapan warga, yang mengatakan tidak memaksa untuk memilih dirinya pada Pilkada 2017. Pernyataan itu disertai kutipan Surat Al-Maidah ayat 51 yang menuai banyak reaksi publik. Saat itu berbagai media di Indonesia seakan berperang membela keyakinannya masing-masing melalui akun sosial media. Pembelaan terhadap suku dan ras pun begitu. Juga pada saat itu tidak sedikit pula berita-berita “hoaks” berkembang semakin banyak. Begitu sensitif dan berdampak besar jika menyinggung persoalan “keyakinan”. Merasa terpanggil, merasa benar dan tidak bersalah seakan menjadi peluru.

Continue reading