Tag Archives: Normal Baru

Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) adalah sebuah perhelatan dari kegiatan studi pelestarian tradisi melalui proyek seni berbasis media. Kegiatan ini pertama kali digagas oleh Gubuak Kopi melalui program Lokakarya Daur Subur pada tahun 2017, sebagai rangkaian presentasi publik dalam membaca tradisi di masyarakat pertanian Sumatera Barat. Presentasi publik ini dihadirkan dalam bentuk kuratorial pertunjukan dan open lab/pameran multimedia.

Mengingat banyaknya isu-isu kesenian tradisi yang belum terbicarakan dengan baik – dalam konteks sekarang, serta menyadari isu ini akan terus berkembang, maka kegiatan ini diagendakan setiap tahunnya, yang secara khusus mempelajari dan memberi pandangan kritis terhadap nilai-nilai seni tradisi itu sendiri, serta menjembatani pengembangannya dalam kerja seni media.

Pada tahun 2018, LLD mengangkat tema “silek”, sebagai upaya memaknai tradisi silek (silat) melalui medium teknologi dan medium lainnya yang dekat dengan sehari-hari. Kemudian LLD #3, pada tahun 2020 ini merespon situasi tradisi silaturahmi di masa pandemi dan normal baru. Para seniman melakukan riset dan residensi singkat secara daring, diskusi terarah, kolaborasi, dan presentasi karya.

Lapuak-Lapuak Dikajangi (LLD) is an event of tradition preservation study activities through media-based projects. This activity was first initiated by Gubuak Kopi through the Daur Subur Workshop program in 2017, as a series of public presentations on reading traditions in the agricultural community of West Sumatra. The public presentation is presented in the form of curatorial performances and an open lab / multimedia exhibition.

Given the many issues regarding traditional values ​​and preservation practices that have not been discussed properly – in the current context, and realizing that this problem will continue to develop, this activity is scheduled every year, which specifically studies and provides a critical view of values -the value of traditional art itself, as well as bridging its development in the work of art media.

In 2018, LLD raised the theme “ silek ” (Minangkabau martial art), as an effort to interpret the tradition of silek (silat) through media technology and other media that are close to dialy life. Then LLD # 3, in 2020 this responds to the traditional “Silaturahmi” (friendship/meets) situation during the pandemic and the new normal. Artists do the researchs and short residencies with online, focus group discussions, collaborations, and work presentations.


Kunjungi Halaman Proyek: Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Jembatan Tubuh-tubuh yang Terpisah

Transkrip Live Talk LLD #3 – Siska  Aprisia dan Utari Irenza

Jumat, 25 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Siska  Aprisia dan Utari Irenza seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi  dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang.

Continue reading

Presentasi Video Performance: Kabar

Robby Ocktavian adalah seniman keempat yang mempresentasikan hasil residensi daringnya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah perhelatan dari studi nilai-nilai tradisi yang digagas oleh Gubuak Kopi melalui proyek seni berbasis media. Proyek ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra, selain Robby, LLD #3 juga menghadirkan 5 seniman muda lainnya untuk merespon tema kuratorial “Merayakan Silaturahmi di Normal Baru”.

Continue reading

Adu Kekuatan Koneksi Internet bersama Robby Ocktavian

Transkrip Live Talk LLD #3 – Robby Ocktavian

Senin, 21 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Robby Ocktavian seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Artikel ini merupakan transkrip perbincangan Vero dan Robby di fitur siaran langsung instagram, teman-teman juga bisa menonton ulang obrolan di instagram @gubuakkopi. Beberapa kalimat diselaraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.

Continue reading

Refleksi Silaturahmi di Normal Baru

Transkrip Live Talk LLD#3 – Tahufiqurrahman “Kifu”

Jumat, 18 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Tahufiqurrahman “Kifu” seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Artikel ini merupakan transkrip perbincangan Vero dan Kifu di fitur siaran langsung instagram, teman-teman juga bisa menonton ulang obrolan di instagram @gubuakkopi. Beberapa kalimat diselaraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.

Continue reading

Presentasi karya “Basuo jo Babagi”

Basuo jo babagi adalah bahasa Minangkabau yang berarti “bertemu lalu berbagi”. Project ini dikerjakan oleh Taufiqurrahman atau yang biasa disapa Kifu, dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah perlehatan dari studi nilai-nilai tradisi yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi melalui proyek seni berbasis media. Pada tahun ini kuratorial LLD #3 mengundang para seniman merespon fenomena “silaturahmi” baik dalam konteks tradisional maupun di situasi normal baru. Para seniman melakukan riset dan residensi singkat secara daring, diskusi terarah, kolaborasi, dan presentasi karya.

Continue reading

Presentasi Publik “Gara-gara Icor”

Avant Garde Dewa Gugat a.k.a AGDG atau yang biasa disapa Dewa, menjadi seniman kedua yang mempresentasikan hasil “residensi daring”nya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah perayaan dari studi pelestarian nilai-nilai tradisi melalui proyek seni berbasis media, yang digagas Komunitas Gubuak Kopi sejak tahun 2017. Tahun ini, Komunitas Gubuak Kopi mengangkat tema kuratorial “Merayakan Silaturahmi di Normal Baru”.

Continue reading

Tak Sesilatuhrami Biasanya

Transkrip Live Talk LLD #3 bersama Avant Garde Dewa Gugat

Pada Senin, 11 September 2020 lalu, Biki Wabihamdika berbincang-bincang bersama Avant Garde Dewa Gugat a.k.a AGDG atau yang biasa kita sapa Dewa, seputar proses berkarya dalam rangkaian Lapuak Lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Berikut ini adalah transkip obrolan Biki bersama Dewa di Live Instagram @gubuakkopi  dan @avantgarde.dewagugat bagi teman-teman yang belum sempat menyaksikan Live Talk ini bisa disaksikan ulang di IGTV @gubuakkopi. Beberapa bagian yang diseleraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.

Continue reading

Peluncuran Album dan Halaman Karya “Mandanga Ota Urang”

Mandanga Ota Urang adalah bahasa Minangkabau yang berarti “mendengar obrolan orang-orang”. Karya ini merupakan proyek bunyi hasil residensi daring Theo Nugraha dan 10 kolaborator anaik muda Solok yang difasilitasi komunitas Gubuak Kopi dalam rangkaian proyek sni Lapuak-Lapuak Dikajangi #3. Sebuah studi tentang nilai-nilai tradisi melalui proyek seni media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi, sejak tahun 2017. Proyek ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra, dan sudah dimulai sejak 5 September 2020 lalu, dengan tema kuratorial “Merayakan Silaturahmi di Normal Baru”.

Dalam prosesnya para partisipan bermain-main dengan perangkat media sosialnya, membuat pemetaan bunyi di sekitarnya, dan berbagi melalui fitur voice note pada chat group media sosial Instagram. Dalam chat group tersebut, data audio muncul sebagai grafik-grafik. Fenomena grafik dan audio ini dikembangkan oleh Theo untuk dikomposisi ulang sebagai karya video musik baru.

Para kolaborator diberi kebebasan untuk memilih bunyi dalam kerangka kerja soundmap untuk mendata, dan mengindentifikasi soundscape sekitar mereka. Kemudian para partisipan menggunakan pendekatan field recording untuk metode perekamannya. Dalam pengoalahan bunyi, mereka mencoba kemungkinan dan temuan eksperimentasi bunyi di media sosial sehari-hari dalam mengalami bunyi di kota mereka berasal.

Hasil proyek bertajuk “Mandanga Ota Urang” ini dibagi menjadi 3 bagian dalam satu halaman website: gubuakkopi.id/theonugraha. Halaman ini disajikan sebagai presentasi publik project dan aktif pada Sabtu, 12 September 2020, pukul 20.00 WIB. Tiga bagian tersebut adalah: 1) audiovisual komposisi soundscape “Mandanga Ota Urang”; 2) Peta grafik bunyi sosial media dalam bentuk tangkapan layar instagram; 3) field recording para partisipan selama proses pengumpulan data yang dirangkum sebagai album di platform bandcamp.

Koloborator “Mandanga Ota Urang”: Zekalver Muharam (@miyako____chan), Muhamad Riski (@muhrisky15), Biahlil Badri (@m.biahlil_badri), Septian Fernandus Sinaga (@septianfernandus30), Ade M.S (@adhe_gooners94), Selamat Mulyadi (@mulyadi020116), Muhammad Adam Yusuf (@adam.yq). Q, Fatir M. Akbar (@akbar_fatir10), Agung Yusuf (@agung_yusuf), Volta A. Jonneva (@volta_jonneva).

screen capture halaman karya “Mandanga Ota Urang” (Theo Nugraha, 2020)
screen capture halaman karya “Mandanga Ota Urang” (Theo Nugraha, 2020)

Menurut Albert, selaku Kurator Project, dalam konteks kita di Sumatera Barat, komunikasi Theo dengan 10 anak muda Solok –menularkan ide dan konsepnya, serta melihat bunyi-bunyi sebagai media komunikasi, adalah sebuah proses pertukaran pengetahuan yang menarik. Ia memicu kita untuk merekam dan lebih sensitif dengan bunyi-bunyi disekitar kita; memilih dan memutuskannya sebagai musik. Dalam konteks musik tradisi pun kita tahu bahwa musik-musik tradisi adalah representasi konteks lokalnya: perayaan dari dialeg, logat, intonasi, geografis, teknologi, tempo kota dan kebisingannya, serta bunyi-bunyi lainnya yang menggoda. Seperti generasi pendahulu merayakan dan meramu penawarannya, anak-anak muda kini pun mendapat pemikiran kritis untuk menyadari hal serupa. Instagram dan media sosial lainnya adalah teknologi yang telah menjadi sehari-hari yang perlu diajak bermain-main guna mengasah pengalaman estetis kita.

Selain Theo Nugraha dalam proyek seni Lapuak-lapuak Dikajangi #3 terdapat 5 seniman lainnya yang juga segera mempresentasikan karyanya, antara lain: Taufiqurrahman, yang biasa disapa Kifu, designer dan seniman visual asal Palu; Siska Aprisia, penari, koregrafer, dan pegiat budaya asal Pariaman dan kini berdomisili di Yogyakarta; Avant Garde Dewa Gugat a.k.a AGDG, komposer dan sound artist asal Padangpanjang; Robby Ocktavian, pegiat budaya dan seniman performans asal Samarinda; dan Utara Irenza, penari dan aktor asal Agam.* (rel)

Portofolio dan kuratorial project: Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Grafik Kesepakatan

Transkrip Live Talk LLD #3 – Bersama Theo Nugraha

Jumat, 11 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Theo Nugraha seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Artikel ini merupakan transkrip perbincangan Vero dan Theo di fitur siaran langsung instagram, teman-teman juga bisa menonton ulang obrolan di instagram @gubuakkopi. Beberapa kalimat diselaraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.

Continue reading