Bermain Silaturahmi di Normal Baru

Catatan pertemuan kedua Lapuak-lapuak Dikajangi #3

“Halo… halo..”

“tes…”

“suara saya kedengeran, nggak?”

Kata dan kalimat ini berulang-ulang kali terdengar sembari menunggu semua peserta masuk dan bergabung dalam aplikasi meeting  jitsi.org. Selasa, 08 September 2020 itu, menjadi pertemuan kedua para partisipan untuk melakukan diskusi terarah pertama.

Sebelumnya,  di pertemuan pertama kita sudah membahas tentang gambaran utama dari Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Fasilitator mengemukakan kembali sejumlah catatan riset dan asumsi terkait tema “Silaturahmi”, termasuk capaian project. Pada pertemuan pertama, kita telah menyepakati beberapa agenda dan jadwal ke depan. Seperti pertemuan kedua ini, kita akan membahas tentang rancangan bentuk dan konsep karya dari setiap seniman partisipan. (Baca juga: Pertemuan Pertama LLD #3)

Diskusi ini berjalan seperti yang  dijadwalkan, moderator menyampaikan kembali rincian fokus diskusi hari ini, dan para partisipan menyampaikan rancangan karya dan gambaran proses masing-masing. Yang pertama mempresentasikan konsepnya adalah Avant Garde Dewa Gugat, atau yang biasa kita sapa Dewa. Sesuai tema kuratorial dan latar disiplinnya yang dekat dengan bunyi, ia melihat dan merespon bagaimana “silahturahmi” terganggu dan berubah semenjak wabah covid-19. Dewa menemukan beberapa hal yang menurutnya tidak biasa kita dengar di masa normal, atau sebaliknya bunyi-bunyi baru. Sekarang hampir setiap hari kita mendengar orang-orang yang berbicara saat mulutnya tertutup masker, bersilahturahmi melalui aplikasi video yang kadang terdengar tidak jelas, atau terganggu oleh jaringan. Hal ini mungkin sudah ada dari dulu, tapi menjadi sangat akrab sejak pandemi dan normal baru. Melihat perubahan-perubahan yang menurutnya adalah distorsi,  Dewa merasa tertarik untuk meresponnya dengan sebuah karya bunyi, khususnya fenomena noise.

Konsep yang dipaparkan Dewa kemudian ditanggapi dan dikritisi oleh semua partisipan dan fasilitator. Salah satu tanggapan yang menarik datang dari Theo Nugraha, yang juga merupakan seniman dengan latar belakang medium bunyi. Ia mengajak Dewa untuk melihat lebih luas ragam distorsi dalam komunikasi, seperti kendala sinyal, keterbatasan kualitas teknologi ponsel, bunyi-bunyian lain yang mendominasi, bunyi angin, motor lewat, atau secara visual, adanya kabut, dan lain sebagainya.

Selama ini melihat pertunjukan virtual, koneksi internet, dan sound yang tidak sempurna – dalam hal ini tidak sesuai ekspektasi kendala teknis, sebagai kecelakan. Sebaliknya fasilitator men-challenge Dewa untuk siap dengan kemungkingan “distorsi” itu, dan mengelolanya sebagai elemen artistik pertunjukan nanti. Dewa pun melihat ini sebagai peluang yang menarik.

Suasana diskusi daring LLD #3 di markas Gubuak Kopi, Rumah Tamera

Konsep selanjutnya dipresentasikan Robby Ocktavian, ia tertarik merespon fenomena simbol-simbol komunikasi yang muncul dalam tradisi silaturahmi, ke dalam bentuk video performance. Setelah menerima tanggapan, presentasi dilanjutkan oleh Theo Nugraha, yang tertarik merespon grafik audio pada fenomena voice note di Direct Massage Instagram. Untuk merealisasikannya ia melibatkan sepuluh partisipan di Kota Solok yang difasilitasi oleh Gubuak Kopi. Theo dan partisipan berkomunikasi melalui voice note bunyi-bunyian yang akrab di sekitar mereka, dan menarik untuk diperdengarkan oleh partisipan. Para partisipan memiliki kuasa untuk menentukan bunyi tersebut dan mengirimkan setidaknya tiga rekaman suara. Rekaman ini dikirim langsung ke DM Instagram, dan didokumentasikan dalam bentuk rekaman layar. Selain itu Theo juga mengunduh audio-audio tersebut untuk dikompos ulang sebagai bentuk perayaannya. Karena dalam jadwal yang telah kita susun, Theo akan mempresentasikan karya ini lebih awal, ia sudah memulai komunikasi dengan tim kuratorial dan memulai prosesnya.

Selanjutnya presentasi konsep oleh Siska Aprisia. Dalam LLD #3 ini ia berkolaborasi dengan Utari Irenza. Diawali dengan Utari menjelaskan bahwa karya yang nantinya akan dipresentasikan adalah karya yang tidak biasa mereka lakukan secara personal, seperti tidak terpaku pada hitungan, tidak menggunakan musik, tidak unjuk skil, dan latihan di lokasi yang berbeda. Dalam hal ini, Utari berdomisili di Agam, Sumatera Barat, sementara Siska Aprisia kini berdomisili di Jogja. Latihan mereka difaslitasi oleh aplikasi meeting online. Proses latihan tersebut juga memunculkan sejumlah temuan yang menarik, seperti efek teknologi yang memberi kesan-kesan tersendiri. Munculnya cannon (delay), pengulangan-pengulangan, dan layar berlapis-lapis.

Disambung teman duetnya Siska, ia menjelaskan bahwa proyek ini sebenarnya sudah lama dibicarakan bersama kurator project, ketika ia berkunjung langsung ke markas Gubuak Kopi di Rumah Tamera Maret 2020. Pada awalnya memang proyek ini diniatkan untuk dipresentasikan dipanggung offline, dengan fokus garapan studi gerak “gelek” dan “pitunggua”. Membayangkan bagaimana gerak tersebut bisa berkembang dan membentuk dramatiknya melalui pengulangan-pengulangan yang intens, gerakan yang tidak banyak, transisi yang minimalis, dan pengaturan alur yang mengalir. Namun selama proses Albert, selaku teman kolaborasi, penata dramaturgi, dan kurator project ini melihat, potensi pendayagunaan media dalam karya ini – seperti yang dijelaskan Utari tadi, cocok untuk dipresentasikan dalam kuratorial LLD #3.

Seniman selanjutnya adalah Taufiqurrahman atau biasa kami sapa Ufik. Sesuai dengan tema, ia menjelaskan ketertarikannya pada benda-benda yang biasa muncul di tradisi silaturami selama ini. Benda-benda tersebut di konteks lokasi dan kebudayaan yang berbeda, mungkin saja ditafsirkan secara berbeda, semacam diskomunikasi. Dan untuk mencapai itu ia kan memetakan kembali benda apa saja yang sering muncul pada tradisi silaturahmi di Solok-Sumatra Barat dan di kota dimisilinya, Palu-Sulawesi Tengah. Selanjutnya akan didiskusikan lagi lebih intens oleh Ufik bersama tim fasilitator di luar waktu pertemuan ini.

Diskusi berlangsung hingga pukul empat sore, pertemuan ini dirasa cukup dan akan dilanjutkan pada esok hari, Rabu, 09 September 2020, yang mana para partisipan diminta untuk menyiapkan konsep tersebut secara tertulis dan mendata kebutuhan teknisnya. Pantau terus perkembangan LLD #3 di instagram @gubuakkopi dan situs ini.


Portofolio prject: Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.