Senin, 28 Agustus 2023, setelah beberapa hari yang lalu kami telah memilih tanggal untuk mengadakan pameran, jadi siang ini Riski pergi ke beberapa rumah tetangga yang pernah kami temui sebelumnya. Maksud kedatangan ia kali ini adalah turut mengundang untuk hadir di pembukaan Presentasi Publik Lumbung Kelana Gubuak Kopi #2. Sementara itu saya masih melanjutkan mengecat dinding galeri dan Dika tengah membantu Devi membuat sketsa untuk zine, yang akan dibagikan dan dipamerkan nanti.
Pasar Raya Solok adalah salah satu pasar tradisional yang cukup besar di Sumatera Barat. Pasar ini aktif setiap hari dan hari teramai adalah Selasa dan Jumat. Pasar ini menjadi pusat perbelanjaan warga Solok dan beberapa wilayah tetangga, seperti Sawahlunto, Kabupaten Solok, Sijunjung, dan sekitarnya. Pasar Raya Solok terletak di pusat Kota Solok yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian di wilayah ini. Pasar ini sudah beberapakali direnovasi, acap kali akibat kabakaran, atau yang sering dicurigai dibakar, dan juga atas keinginan renovasi pasar menjadi lebih bersih. Vidio ini adalah rekaman paska renovasi terakir, yang selesai sebelum ramadhan 2023 ini. Para pedagang dan pembeli mulai beradaptasi kembali dengan kondisi pasar terbaru.
Awal bulan Maret kami dibuka dengan acara gigs musik underground yang dibuat bersama kawan-kawan Selasa Distorsi di Solok. Gigs underground kali ini termasuk dalam rangkaian acara tur band Fingerprint yang bernama Determinasi Tour. Tur kali ini bertujuan untuk mempromosikan album terbaru yang mereka rilis, yaitu Determinasi. Acara ini diselenggarakan di Gudang HJM – Banda Panduang Solok, sebelah SPBU Banda Panduang. Gigs ini juga dimeriahkan oleh beberapa band dari Solok dan sekitarnya. Ketika saya datang, band Kritisk dari Solok sedang tampil menjadi band pertama yang akan memeriahkan acara ini. Para penonton bersemangat menari menikmati musik Thrash Metal yang dibawakan band Kritisk.
Kamis, tanggal 27 Januari 2022, Puisi Lingkar Utara (PLU) kembali mengadakan kegiatan berpuisi yang dilaksanakan di Rumah Tamera, Ampang Kualo. Kegiatan tersebut sudah menjadi agenda rutinan bagi para pecinta puisi yang ada di Kota Solok. “Event ini biasanya kami adakan setiap dua minggu sekali, tiap hari kamis.” Ujar Rozi Erdus, salah seorang promotor gerakan ini.
Hari ini adalah hari ke tiga program Artist in Residence berjalan, semua seniman sudah berada di depan medianya masing-masing. Memegang kuas dan kaleng cat, naik ke atas tangga dan skavolding. Berdansa dan menari dan masih diiiringi bebunyian hujan. Lokasi yang sama ditempati untuk beberapa seniman. Salah satu lokasinya ada di Gedung Olah Raga (GOR) Tanjung Paku Kota Solok.
Ini adalah awal November. Saya tidak bangun pagi, tapi jam setengah lima subuh, saya mendengar alarm seorang kawan berdering beberapa kali. Memang saya masih terjaga sedari bangun siang tadi. Minggu, 1 November sudah terjadwalkan kita akan bangun subuh untuk berangkat ke lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Solok. Sepertinya sudah sebulan lebih saya tidak datang untuk ini.
Kaget, mendengar dan menanggapi persoalan yang kemudian menjadi masalah besar lalu serius. Kadang melelahkan, ini tidak hanya peristiwa dunia kesehatan, namun juga ekonomi, sosial, pilitik agama dan budaya. Bagaimana tidak, bagi umat muslim peristiwa ini menghantarkannya pada sesuatu yang sangat jarang dialami. Hadir menjelang Ramadhan banyak hal yang berubah dari sebelumnya hingga praktik dan lokasi ibadah menjadi persoalan yang berat untuk diterima. Seperti pemberitahuan untuk beribadah di rumah saja.
Solok
hari ini adalah sebuah kota dan
kabupaten yang berada di Sumatera Barat Indonesia. Lokasinya yang strategis
berada di persimpangan jalan lintas provinsi, selalu
dibunyikan di berbagai promosi. Dari arah Selatan jalur lintas dari Provinsi
Lampung, Provinsi Sumatra Selatan,
dan Provinsi Jambi, kota ini merupakan titik persimpangan untuk menuju Kota
Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera
Barat yang jaraknya hanya sekitar 64 Km saja. Bila ke arah utara akan menuju
Kota Bukittinggi yang berjarak sekitar 71 Km, dan lanjut menuju kawasan Sumatra Bagian
Utara.
Solok sampai saat ini juga masih dikenal dengan kualitas berasnya yang enak, juga tidak sedikit yang mengetahuinya dari lagu yang berjudul “Bareh Solok”. Seseorang teman saya dari Batusangkar yang berjarak sekitar 49 km dari Kota Solok, atau dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 15 menit dari Kota Solok menanyakan kepada saya apa saja makanan khas Solok selain beras. Pertanyaan ini agak membingungkan saya seketika itu, saya menjawabnya dengan lemah, mungkin markisah. Jelas saja dia tidak puas dengan jawabannya.
Ya,
begitulah Solok, belum
banyak yang tahu, kemungkinan terbesar mereka akan mengetahui Solok dengan
berasnya adalah dengan terus mengudaranya lagu “Bareh Solok”. Iya ini hanya asumsi saya.
Tentunya Kota Solok tidak akan melakukan asumsi saya tersebut.
Awal Agustus 2019 Komunitas Gubuak Kopi, Gajah Maharam, dan Dinas Pariwisata Kota Solok merancang sebuah event seni di ruang publik, yang kemudian disebut “Solok Mural Competition“. Kegiatan ini mengundang keterlibatan seniman atau pegiat mural di seluruh Indonesia untuk mewarnai 51 dinding yang telah dipersiapkan. Para seniman atau pegiat mural tersebut dapat berpartisipasi dengan mengirimkan sketsa mural melalui email kepada panitia. Karya-karya yang sudah terkirim ke email panitia, diseleksi oleh tim kurasi dari Komunitas Gubuak Kopi, antara lain Albert Rahman Putra, Hafizan, dan Muhammad Risky a.k.a sayhallo. (Lihat juga Pengantar Solok Mural Competition: Solok yang Kita Pilih)
Dari semua karya yang masuk ke email, panitia hanya meloloskan 51 sketsa karya, yang kemudian telah berpartisipasi dalam kegiatan ini. Selain dinding/space mural, partisipan terpilih mendapatkan subsidi cat sebanyak 300 mililiter sebanyak lima warna. Untuk tahun ini, Solok Mural Competition dipusatkan di Taman Pramuka Kota Solok dan SMPN 2 Kota Solok.
Sesuai dengan namanya Solok Mural
Competition, mural-mural yang telah dipresentasikan
di dinding-dinding Solok pada 26-27 Oktober 2019 lalu,
diapresiasi kembali dengan memilih karya terbaik untuk mengisi 6 kategori
penilaian. Selain itu terdapat satu penilaian
khusus, yakni Gubuak Kopi Award, untuk karya yang dianggap mewakili, atau
sejalan dengan semangat Komunitas Gubuak Kopi, semangat otokritik dan
optimistik. Seleksi ini akan dilakukan oleh juri, Andang
Kelana seorang seniman, kurator dan Direktur Visual Jalanan; Ferdian Ondria Asa atau yang
lebil dikenal dengan nama Roki, seorang seniman dan pengajar di Jurusan Seni
Rupa Universitas Negeri Padang;
kemudian Volta Ahmad Jonneva seniman dan anggota Komunitas Gubuak Kopi.
Sebelumnya, Beberapa hari menjelang
kegiatan, panitia, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, bersama warga setempat bergotong-royong membersihkan lokasi
mural, di SMPN 2 Kota Solok dan juga Taman Pramuka. Tidak hanya itu persiapan
dinding yang akan dimural juga
dilapisi cat putih terlebih
dahulu. Lokasi dan posisi sketsa-sketsa
juga diatur oleh panitia yang diberi
nomor pada saat peserta yang lolos diumumkan melalui email dan media sosial.
Satu hari menjelang kegiatan ini dimulai para partisipan mural disediakan area “kemah bersama” di Taman Pramuka Kota Solok sampai hari terakhir kegiatan. Area kemping bersama ini diperuntukan untuk seniman luar kota, dan secara tidak langsung juga menjadi wadah berkumpul dan berdiskusi antar seniman yang mengukuti kegiatan ini.
Dari
hari pertama kemping dimulai, Taman Pramuka diramaikan
tenda-tenda peserta mural yang mengarah ke Pulau Belibis (salah satu tempat
wisata di Kota Solok). Tapi musim
hujan tidak dapat dielakkan salah satu tenda peserta roboh karena hujan yang disertai badai, namun
persoalan ini tidak menyurutkan perserta untuk bermalam di Taman Pramuka.
Saya sempat mewawancarai beberapa orang dari peserta mural, sembari menggoreskan kuasnya, ia berharap akan banyak lagi kegiatan seperti ini. Juga bangga bisa meninggalkan sebuah karya pilihannya di Kota Solok, ada yang senang karena bisa bertemu seniman-seniman mural di berbagai daerah. Namun, ada diantara mereka yang merasakan keterbatasan dari segi peralatan.
Di
Kota Solok, kompetisi mural seperti ini memang baru, namun harapan dari
partisipan pemural akan banyak lagi dinding yang akan dimural nantinya. Sebelum
Solok Mural Competition bukannya
tidak ada dinding-dinding kota yang dimural, namun kali ini antusias warga
lebih besar menerima mural, terutama
membawa dampak pada kebersihan lingkungan.
Salah seorang warga di sebelah SMP N 2 Kota Solok berkomentar baik tentang ini. Sebelumnya didepan dinding ini masih banyak sampah berserakan, sekarang alhamdulillah sudah menjadi pemandangan yang menarik. Masih di lokasi SMPN 2 Kota Solok, pada saat penilaian mural, beberapa pengguna jalan menyempatkan dirinya berfoto bersama dinding yang baru saja dimural, mungkin jika disentuh catnya akan menempel di kulit. Dua hari yang singkat, Solok Mural Competition menjadikan Solok lebih berwarna.
Solok, Oktober 2019
* artikel ini sebelumnya juga dipublikasi di visualjalanan.org: http://visualjalanan.org/web/mural-dan-warga-di-kota-solok/
Banyak Saketek merupakan sebuah permainan tradisional yang biasa dimainkan oleh anak-anak di Solok. Permainan yang sangat musikal ini hampir sama dengan permainan “hompimpa“, namun menghadirkan teks-teks dan melodi yang sangat lokal, serta teks-teks yang sering kali merujuk pada situasi yang sedang hangat di sekitar lokasi dan kalangan anak-anak tersebut.
Dulkinhe adalah salah satu lagu ciptaan Orkes Taman Bunga yang mengajak kita mengamati lagi kebiasaan-kebiasaan yang pernah menubuh pada diri kita, yang sangat berkaitan dengan perkembang teknologi bermedia. Malam itu, di Pembukaan Pagelaran Seni Multimedia: Lapuak-lapuak Dikajangi #2, Orkes Taman Bunga mengajak kita menari-nari menertawakan kebiasaan kita bersama.