Tag Archives: Proyek Seni

Mengumpulkan Narasi-narasi Observasi

Catatan Proses Residensi Lapuak-lapuak Dikajangi #2

Malam itu (19/11/2018) hari kelima residensi, para partisipan Lapuak-lapuak Dikajangi #2 berkumpul untuk berdikusi dan saling meng-update temuan-temuan observasi selama beberapa hari ini. Berdasarkan lokasi, malam itu ada dua cerita perjalanan dari teman-teman partisipan. Cerita pertama itu dari rombongan yang berangkat ke Kinari. Sebuah kampung kecil di Kabupaten Solok, dengan durasi tempuh sekitar 30 menit dari markas Gubuak Kopi. Rombongan ini terdiri dari Asti, Dewi, Ragil, Jatul, Hafiz, dan dipandu oleh Volta. Continue reading

Memaknai Ingatan Berproses

Cerita pasca residensi-Bakureh Project

Seminggu sudah berselang sejak penutupan Pameran Bakureh Project, namun euforia pameran itu masih terasa. Wajar saja, sebab itu adalah pameran pertama saya. Hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Saya ingat, bagaimana malam pertama saya kembali ke Solok untuk mempersiapkan pameran membuat saya melankolis. Saya masih tidak menyangka, saya dan keenam teman Pendekarwati Daur Subur, bisa bertahan hingga detik-detik terakhir itu. Padahal, ada banyak dilema yang harus kami hadapi, yang tak jarang membuat kami lelah dan ingin menyerah. Menilik ke hari-hari saya berjuang meriset tradisi bararak di Solok, menyadarkan saya bahwa meneliti yang sebenar-benarnya meneliti, ternyata tidak “segampang” menulis skripsi. Percayalah! Ada beragam cobaan dan hambatan, yang datang dari mana-mana, tak terkecuali dari dalam diri sendiri. Continue reading

Project Berakhir, Berliterasi Tidak Pernah Usai

Refleksi pascaBakureh Project

Perjuangan dan pengelanaan tiga bulan terakhir ini terbayar tunai kala tulisan kami, para peserta “Bakureh Project” rampung dan diluncurkan pada sore itu di tanggal 27 September 2018. Lebih kurang tiga puluh orang dari berbagai latar belakang hadir pada kesempatan tersebut, mulai dari mahasiswa/i, dosen, bahkan ninik mamak juga ikut serta menjadi saksi peluncuran buku para pendekarwati. Pendekarwati, begitulah kawan-kawan di Gubuak Kopi memanggil kami. Berkutat dengan tulisan bukanlah hal mudah bagi saya, pun demikian oleh keenam pendekar lainnya. Continue reading