Project Berakhir, Berliterasi Tidak Pernah Usai

Refleksi pascaBakureh Project

Perjuangan dan pengelanaan tiga bulan terakhir ini terbayar tunai kala tulisan kami, para peserta “Bakureh Project” rampung dan diluncurkan pada sore itu di tanggal 27 September 2018. Lebih kurang tiga puluh orang dari berbagai latar belakang hadir pada kesempatan tersebut, mulai dari mahasiswa/i, dosen, bahkan ninik mamak juga ikut serta menjadi saksi peluncuran buku para pendekarwati. Pendekarwati, begitulah kawan-kawan di Gubuak Kopi memanggil kami. Berkutat dengan tulisan bukanlah hal mudah bagi saya, pun demikian oleh keenam pendekar lainnya.

Sambutan hangat saya dapati dari pihak kampus Universitas Mahaputra Muhammad Yamin (UMMY) tempat peluncuran buku tersebut berlangsung. Tidak hanya itu beberapa teman juga menunjukkan respon positif dan semangat melalui pesan elektronik dan postingan instastory di akun mereka masing-masing. Selepas perhelatan tersebut, saya dan kawan-kawan harus bergegas kembali ke markas Gubuak Kopi untuk menyelesaikan penataan galeri pameran.

Tidak hanya peluncuran buku tapi kami juga mengadakan pameran dan open lab “Bakureh Project” dengan menghadirkan koleksi foto-foto, video, sketsa dan catatan-catatan pendekarwati selama proses kegiatan mulai dari lokakarya, riset, observasi dan wawancara lapangan. Catatan tersebut menggambarkan perjalanan panjang para pendekar hingga sampai pada titik sekarang. Bagi saya, ini adalah kali pertama menyiapkan dan terlibat langsung dalam pameran. Biasanya saya hanya sebagai penikmat karya saja, tapi kali ini saya memajang karya-karya sendiri untuk dinikmati oleh orang-orang. Ternyata menyiapkan pameran itu sulit bahkan susah sekali. Sepekan sudah pengerjaan untuk pameran ini dimulai. Tapi, kamis sore itu pengerjaannya baru sekitar 60 persen, belum ada foto yang terpajang. Alhasil, kami begadang hingga dini hari. Walaupun demikian saya dan kawan-kawan Gubuak Kopi senang dan sangat menikmatinya.

Pembukaan pameran dan open lab “Bakureh Project” yang kami tunggu-tunggu tibalah waktunya. Tepat pukul 16.51 WIB acara tersebut dibuka oleh Albert Rahman Putra selaku ketua komunitas Gubuak Kopi dan didampingi oleh Delva Rahman selaku pimpinan proyek ini. Selain itu juga hadir Mak Datuak Rusli selaku ketua Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau memberikan kata sambutan. Tidak hanya itu turut hadir pula Buya Kahirani yang merupakan narasumber selama lokakarya “Bakureh Project” dan perwakilan Dinas Pariwisata Kota Solok. Kegiatan tersebut berlangsung di halaman markas Gubuak Kopi yang telah disulap sedemikian rupa. Tamu undangan yang datang cukup ramai ditambah dengan kehadiran seorang warga asing bernama Matthew, pria berkebangsaan Australia yang memeriahkan acara tersebut. Setelah pembukaan berakhir, semua tamu undangan diajak ke dalam galeri untuk melihat proses kegiatan para pendekarwati selama program “Bakureh Project”.

Ketika masuk ke dalam galeri pengunjung dihadapkan pada sebuah meja di sisi kanan ruangan yang di atasnya terdapat buku catatan para pendekarwati dan buku bakureh project. Setelahnya, pengunjung diajak masuk area adab yang dimulai dengan foto-foto gerak tubuh yang memberi tanda untuk minum dan makan siriah dalam sebuah pertemuan yang ditempel di dinding. Di sebelahnya terdapat sketsa aktivitas bararak pada prosesi pernikahan. Lalu juga terpajang foto bararak dan baju kuruang basiba yang dipakai ketika mamanggia beserta kampia siriah.

Kemudian pengunjung akan digiring masuk ke sebuah ruangan yang terdapat sebuah televisi yang memutar video bararak dan memasak ada sebuah acara pernikahan. Di kiri dan kanan dinding ruangan tersebut terpajang foto-foto bunga kuning kertas yang dijunjung oleh ibu yang berada pada barisan terdepan dalam bararak. Setelahnya, pengunjung akan dihadapkan pada potret-potret social power atau kekuatan sosial di tengah-tengah masyarakat Minangkabau. Seperti foto-foto bakureh masak-memasak kaum ibu, dan kaum bapak yang mengukua buah kelapa. Juga dipajang foto-foto masakan umum yang ditemui di acara-acara adat seperti gulai cubadak lengkap dengan bahan-bahan dan prosesnya.

Ruangan terakhir di dalam galeri ialah ruangan diskusi para pendekarwati, terdapat sebuah proyektor yang menayangkan video kaum bapak yang bersama-sama menyembelih seekor sapi. Saya ingat kejadian ini, bulan puasa lalu saya dan para pendekarwati lainnya serta beberapa orang fasilitator ikut serta bakureh di Nagari Kinari. Masyarakat Nagari Kinari bakureh untuk acara berbuka bersama di mesjid. Cuplikan aktifitas kala itu kembali hadir diingatan saya, sangat menyenangkan menjadi warga Nagari Kinari walau hanya sekejap. Keramahan dan kebersamaan sangat terasa kental di Nagari Kinari. Kemudian ada beberapa foto tahun 70-an yang disandingkan dengan mind mapping masing-masing pendekarwati.

This slideshow requires JavaScript.

Di luar galeri, Komunitas Gubuak Kopi juga memanjakan mata pengunjung dengan pojok hijau yang mencuri perhatian. Polibeg-polibeg dengan berbagai jenis tanaman lengkap dengan informasi bahasa latinnya. Mulai dari tanaman sayuran seperti, terong, bayam, tomat dan juga tanaman buah seperti strawberry, markisa, pepaya dan masih banyak lagi. Di depan kebun terpampang foto-foto proses sebelum ada kebun hingga sekarang terdapat beragam jenis tanaman dan bahkan sudah ada yang dipanen dan dimasak serta dinikmati bersama oleh kawan-kawan di Gubuak Kopi.

Matthew sangat senang dapat hadir dan melihat-lihat galeri, “Amazing, sangat menarik,” ungkapnya. Juga hadir pada waktu itu adik-adik dari SMK yang sangat antusias mengamati suguhan galeri. Tidak hanya itu, beberapa anak-anak kecil yang masih duduk di bangku kelas 2 SD juga ikut meramaikan galeri.

Malam harinya, kawan-kawan Gubuak Kopi menghadirkan monolog, penampilan musik dan pembacaan puisi serta diskusi tentang kopi. Monolog yang berjudul “Yang sejati kehilangan dirinya” dibawakan oleh Nurul Haqiqi yang merupakan salah satu peserta “Bakureh Project”. Akunya naskah monolog tersebut disadur dari naskah Wisran Hadi dengan judul karya Perempuan Salah Langkah. Adapun pesan yang ingin disampaikan dalam monolog tersebut menurut Kiukiu, sapaan akrab pendekarwati ini, “Ketika di era modern ini setiap perempuan berbicara tentang feminis namun apakah dia sendiri paham apa itu feminism?” kemudian tambahnya, “Kepada laki-laki saya ingin menyampaikan bahwa jangan jadikan perempuan sebagai objek atau barang” jelasnya. Sedangkan penampilan musik dibawakan oleh Kharisma dan kawan-kawan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang. Penampilan puisi dibacakan oleh rekan kita dari Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia (HIMAPINDO) Universitas Mahaputra Muhammad Yamin (UMMY) yakni Syafriani. Acara kemudian ditutup dengan diskusi lepas dengan tema yang beragam. Tepat pukul 23.00 Wib markas Gubuak Kopi sudah sepi.

Keesokan harinya, kami kedatangan tamu dari Komunitas Metasinema yakni Bang Ben dan Bang Adi. Selang beberapa waktu, hadir pula kawan-kawan dari Komunitas K13 dan Mahasiswi dari UMMY, kawan-kawan dari Padang, Padangpanjang, Sijunjung, dan lainnya. Petangnya kami kedatangan tamu yang tak disangka-sangka, yaitu bapak-bapak yang merupakan masyarakat sekitar. Bapak-bapak tersebut sangat antusias dengan pameran yang kami hadirkan hingga berlama-lama di kebun belakang karena takjub dengan ragam tanaman yang ada di Gubuak Kopi. Beruntungnya, sore itu kami sedang panen bawang prei dan diramu sebagai bahan tambahan adonan bakwan. Sehingga pengunjung yang hadir sore itu dapat mencicipi masakan yang berasal dari kebun milik Gubuak Kopi.

partisipan dan fasilitator Bakureh Project

“Bakureh project seperti sesuatu yang membawa aku kepada kesempatan yang tak bisa kujelaskan sebenarnya. Aku menelusuri ruang-ruang yang memang janggal tapi asik tapi seru. Dan ini tak bisa dijelaskan lah,” ucap Bang Beni salah satu pengunjung galeri. Di waktu terpisah saya juga menanyakan perasaan pendekarwati terkait rangkaian kegiatan publikasi “Bakureh Project” ini. Ade salah seorang pendekarwati mengungkapkan perasaannya melalui pesan elektronik, “Sederhana tapi kok wah ya? Ga nyangka aja dari video dan foto-foto kita dan catatan lokakarya dan riset bisa jadi sesuatu yang ‘dipamerkan’ di pameran,” tambahnya.

Deg-deg-an sekaligus senang. Deg-deg-an karena takut salah kasih informasi, takutnya nggak ingat apa yang diriset kemarin, takut kelabakan pas ditanya aneh-aneh sama pengunjung. Tapi senang karena kemarin itu pameran perdana Ade seumur hidup, dan Pameran bersama para pendekarwati yang luar biasa.”

Bakureh Project memang sudah usai, tapi perjalanan dan perjuangan masing-masing pendekarwati baru di mulai dan tentunya akan membawa cerita-cerita baru ke depannya. Salam literasi!

Sefniwati (Padang Pariaman, 1992). Biasa disapa Sefni, lulusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Universitas Andalas, dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Alam, Universitas Andalas. Pernah terlibat sebagai Fasilitator Lapangan dalam Program Kemakmuran Hijau MCAI pada konsorsium Wanakita dengan lead Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) (2017). Ia merupakan salah satu partisipan Program Daur Subur - Bakureh Project di Gubuak Kopi (2018).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.