Tak Sesilatuhrami Biasanya

Transkrip Live Talk LLD #3 bersama Avant Garde Dewa Gugat

Pada Senin, 11 September 2020 lalu, Biki Wabihamdika berbincang-bincang bersama Avant Garde Dewa Gugat a.k.a AGDG atau yang biasa kita sapa Dewa, seputar proses berkarya dalam rangkaian Lapuak Lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Berikut ini adalah transkip obrolan Biki bersama Dewa di Live Instagram @gubuakkopi  dan @avantgarde.dewagugat bagi teman-teman yang belum sempat menyaksikan Live Talk ini bisa disaksikan ulang di IGTV @gubuakkopi. Beberapa bagian yang diseleraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.

Biki: Ok, Dewa terlibat di LLD ini, ngga mungkinkan Dewa langsung terlibat. Ceritakan dong bagaimana Dewa bisa bergabung di proyek ini.

Dewa   : Sebelumnya aku cerita dulu ya, di LLD pertama 2017, saya juga pernah diundang bersama grup musik DIAFORA. Dan yang kedua, LLD 2018 saya ngga mengikuti, yang ketiga ini tiba-tiba Albert Rahman Putra (kurator LLD #3) mengajak saya berdiskusi. Dia menawarkan mau ngga kerjasama di LLD. Lalu saya diceritakan konsepnya seperti ini, kemungkinan kita akan menggarapnya secara virtual atau daring karena si Icor (sebutan imut untuk Corona oleh Dewa) terus saya mengiyakan. Dan saya sangat tertarik juga untuk ikut.

Boleh merokok ngga?

Biki: Ooo, iya, hajar.

Dewa: Ya, saya tertarik, terus saya iyakan.

Biki: Terus kan dikasih tahu Bang Albert, dia cerita apa ketika diajak proyek ini?

Dewa   : Ya, mungkin karena Bang Albert sudah tahu juga sebelumnya ya (tentang praktik seni saya). Saya terlibat di dunia bebunyian beberapa tahun  belakangan ini. Bang Albert juga mengusulkan untuk… Eh bukan mengusulkan juga sih. Kan waktu itu kita bareng-bareng (pada pertemuan pertama LLD #3), Ya, bisa dibilang, (katanya) terserah Dewa mau bikin karya seperti apa. Tapi sesuai dengan tema dan konsep yang diusulkan (Silaturahmi)

Biki: Jadi, setelah Dewa bersedia ikut, tentu proses dong. Bagaimana proses dan risetnya?

Dewa: Tentu

Biki: Bagaimana cara Dewa mendapatakan ide dan memberikan judul karyanya “Gara-gara Icor”. Icor itu apa?

Dewa: Oooh begini, asik nih ceritanya, Gara-gara Icor. Sebelumnya di bulan April 2020, saya sudah merilis album yang judulnya “Dunia Icor”. Nanti kita bahas Icornya. Jadi ngga jauh beda dengan tema “silaturahmi” di LLD ini yang di Dunia Icor sebelumnya. Di saat PSBB saya merasakan bagaimana dikurung di rumah, dan saya merasakan kegelisahan itu, dan membuat saya bosan di rumah. Jadi, ya, kebosanannya memang bersumber dari Icor ini. Oooh maaf ya, Icor itu, panggilan imut saya pada si Corona supaya dia cepat pergi. Sebenarnya dari sana, saya mencoba interpretasi kegelisahan saya saat PSBB. Sudah ada 9 track di album itu. Dan dengan adanya LLD ini, album itu berlanjut. Dan kebetulan temanya “silaturahmi”, dan bagaimana kita merespon New Normal sekarang ini. Di karya ini saya mencoba merespon perubahan-perubahan yang terjadi di saat ini. Bagaimana kebiasaan-kebiasaan yang sudah kita temui dulu, dan semenjak Corona ini lebih melekat.

Biki: Jadi, sebagian besar sudah berubah di saat New Normal, ya? Oke ini ada yang mau bertanya nih.

(Audience): Nanya dong, bagaimana Dewa memahami tradisi “silahturami” di dalam kuratorial LLD ini, terutama dalam konteks normal baru?

Dewa: Di “silaturahmi” yang biasanya kita lakukan secara langsung, walaupun sebelum “corona” ini pun kita sudah bersilaturahmi dengan kerabat yang jauh melalui media sosial. Tapi tidak sesering saat ini. Di masa New Normal ini, silaturahmi jadi banyak berbeda dengan sebelumnya, saya merasakan silaturahminya terganggu. Karena kita tidak bisa kemana-mana, dan berdiam di rumah, work from home, walau pun ngga ada kerjaan. Kita bersilaturahmi di media sosial seperti live instagram, zoom meeting yang sering digunakan di sekolah dan kuliah, dan lain-lain. Tapi kita diganggu oleh koneksi internet di Indonesia yang belum memadai.

Biki: Ngeouuahhh…… ya,ya,yaaaa

Dewa: Ya, banyaknya gangguan-ganguan sih. Di karya Gara-gara Icor saya juga merespon seperti antara sesama manusia. Seperti sekarang, walaupun tatap muka kita disuruh pakai masker, kan? Kadang ngga kedengaran suara orangnya. Kan kemarin ada di berita Donal Trump nyuruh orang buka masker karena ngga kedengeran suaranya saat bicara. Ada itu beritanya. Jadi, menurut saya silaturahmi yang sekarang tidak “se-silaturahmi” biasanya. Hahaha

Biki: Jadi, Dewa bilang silaturahmi yang sekarang tidak “sesilaturahmi” biasanya?.

Dewa: Bahkan saya merasakannya loh, bang… semenjak PSBB saya tiga bulan di rumah ngga kemana-mana. sehabis itu saya keluar, ketemu orang ramai, saya pun jadi canggung.

Biki: canggung? canggung ketemu orang?

Dewa: Karena kebiasaan, tiga bulan ini saya bersama keluarga saja kan di rumah. saya malah canggung, ngga tahu mau ngapain. Pokoknya dampak Icor terhadap silaturahmi terlalu “mantap” lah. Hahaha.

Biki: Di LLD ini motedenya kan riset, bagaimana pengalaman residensi singkat dan riset di LLD ini?

Dewa: Sebelumnya ngga sengaja bertemu ide yang seperti gitu, terus setelah FGD LLD ini, saya coba lebih mendalami konsep-konsep yang saya temui. Contohnya, saya mengangkat ide distorsi yang saya analogikan sebagai kegelisahan masyarakat di masa PSBB. Dan saya medalami distorsi tersebut dan saya menemukan kata monoton. Saya juga meinterpretasikan dalam bentuk karya musik. Sebenarnya banyak yang saya temukan, bahkan ngga bisa saya sebut satu-satu.  Saya ngga catat soalnya. Hahaha…

Biki:  Bisa disimpulkan, sebagian besar yang Dewa lihat hari ini melalui media sosial, kan?

Dewa: Iya.

Biki: Bagaimana menurut Dewa karya-karya yang muncul di normal baru ini.?

Dewa: Nah, itu dia salah satu yang saya respon. Kan kebanyakkan sekarang menggunakan panggung virtual, ya? seperti live di Instagram, Facebook, youtube, dan yang lain-lain termasuk LLD sekarang menggunakan panggung virtual. Sebetulnya ada “kesedihan” melihat panggung-panggung virtual tersebut. Kita kan tahu, koneksi internet di Indonesia, apalagi di Sumatera Barat tidak terlalu bagus internetnya. Kebanyakan pertunjukan-pertunjukan virtual, kok sayang gitu, ya. Mereka sudah berusaha menampilkan sebagus mungkin (secara offline), ada pesan yang ingin disampaikan entah itu melalui gerak, musik, ataupun kata-kata… karena gangguan koneksi, pesan tersebut tidak jadi sampai menurut saya.

Biki: Jadi, pertunjukan virtual ini seperti ada kekurangan dibandingkan pertunjukan aslinya.

Dewa: Yaa, contohnya seperti sekarang, saat live ini, Bang Biki bisa melihat wajah saya, saya ngga bisa lihat wajah saya sendiri. Karena koneksi layarnya hitam aja. Hahaha. Dan sekarang saya  merespon itu, mungkin semua seniman sadar konsekuensi live virtual seperti apa, kita tidak dapat memastikan pertunjukan kita akan mulus.

Biki: saya setuju, karena sekarang komsumsi internet meningkat, sedangkan kualitasnya tidak ditingkatkan.

….

(Koneksi terganggu)

Tangkapan layar Live Talk LLD #3 – AGDG

Dewa: Hallo…

Biki: yaa, halo, kirain kamu ngga bakal balik lagi. Hahaha

Dewa: Hahaha… ini gangguan koneksi di sini atau di sana?

(audience): Bagaimana Dewa mensiasati pertunjukan ketika koneksi tidak bagus? Apa itu yang kamu harapkan?

Dewa: Diharapkan sih tidak, ya. seperti yang saya bilang tadi, seniman harus tahu konsekuensi dari live virtual. Kalau saya, ya, lanjut aja. Karena sekarang ini salah satu konsep saya, ya itu. Masalah koneksi internet, komunikasi yang tidak lancar di dunia virtual ini. Penonton juga harus mensiasati koneksi ini juga, karena meskipun ngga bayar, mereka juga harus beli kuota, kan?. Ya, audience juga harus mensiasati ini, bagaimana caranya menonton dengan bagus, ngga hanya pengkarya sebenarnya.

Biki: Berarti ya, juga ngga bisa memas, ya, kendalanya tetap sama  karena kita di Indonesia loh, bukan di Singapura dengan internet gratis, dan level-level tertentu yang diberikan kepada khalayak umum. Ya.. berapa sih kecepatan internet di Bintuangan (Kampung domisi Dewa) dan Solok juga berapa sih kecepatannya.

Dewa: Ya, untuk sekarang kita lebih ke  Sumatera Barat, ya, pembahasannya. Yaa… inti dari pertanyaan yang tadi, ya, saya lanjut aja, saya sudah tahu konsekuensinya apa. Ya, di media sosial pasti banyak yang mengganggu.

(Audience): Mau nanya dong Dewa ada rencana mau ganti aliran musik, ngga?

Dewa: Kalau saya jawab ini, saya takut dikira sombong. Hahaha… Ya, sebenarnya kalau teman-teman yang udah kenal saya, ya, dari dulu saya sudah banyak eksplor genre musik, dari Pop, Underground, Ska, Emo, saya udah coba banyak, tapi ya, nyamannya saya di sini sekarang.

Biki: Berati Dewa hajar aja yaa.. semua genre musik. Jadi nyamannya sekarang di noise, begitu?

Dewa: Saya nyamannya di eksperimental musik. Tapi begini, ya, saya mau sedikit klarifikasi, bahwa apa yang saya bikin belum tentu semuanya noise ya. Walaupun di Padangpanjang oleh kawan-kawan saya dikenal “Dewa Noise”. Hahaha

Biki: Aku ngga denger, beneran loh..

Dewa: Halo Bang Biki…  apakah anda bisa mendengar suara saya.

Biki: Iya Dewa ganteng…

Dewa: Iya. Begini, kan tadi ada yang nanya apakah saya akan menggati aliran musik, kan sudah saya jawab, saya sekarang nyamannya sekarang si eksperimental musik. jadi apa yang saya bikin belum tentu semuanya noise ya. Hahaha… Tapi pernah ada kejadian, ada teman yang mau minta tolong minta bikinin musik tari, trus dia bilang, musiknya jangan dibikin noise, ya. Hahaha

Biki: Menurut Dewa bagaimana metoda LLD #3 kali ini?

Dewa: Saya salut ya sama LLD #3 ini. Bagaiman teman-teman di sana  bisa mempertahankan acara tahunan ini tetap berjalan, walaupun di masa pandemi ini. Dengan cara virtual atau daring. Menarik sih sebenarnya, apalagi tema sekarang kita merespon new normal itu sendiri. Ya, intinya begitu, bisa mempertahankan dengan cara virtual.

(Audience): Siapa sih, influencer-nya Dewa dalam musik eksperimental, noise, dan underground sehingga sangat mempengaruhi Dewa dan karyanya.

Dewa: Susah menjawabnya. Sebenarnya kalau dari luar musik, yang mempengaruhi saya itu adalah orang tua, ya, secara tidak langsung. Soalnya, kan saya juga bingung kenapa tertarik ke musik yang kayak gini. Terus saya gali-gali lagi. Kalau untuk musik eksperimental, awal-awal itu… oo.. saya ngga tahu namanya saya cuman nyari-nyari di youtube, tapi ada satu yang saya ingat, İlhan Mimaroğlu kalau ngga salah, tapi saya lupa dia dari mana. Kalau di Indonesia saya tertarik mengikuti Jogja Noise Bombing, saya cari-cari siapa saja yang terlibat di sana, saya cari di internet mereka main apa saja, cara kerjanya bagaimana, apa saja yang mereka hadirkan, begitu.

Biki: Ooo ini yang terakhir, bisa kasih bocoran ngga agenda ke depannya apa?

Dewa: iya, saya ada project kolaborasi bersama teman-teman di Singapura, Oktober depan, saya jadi penata musiknya. Nanti saya akan kirim linknya untuk teman-teman Gubuak Kopi, tiketnya 5 dollar doang. Hahaha.

Biki: Oke, Dewa. Semoga sukses project-project ke depannya, salam juga ya buat keluarga. Kami tunggu ya performnya. Terus, informasi ya buat kita semua, besok Dewa akan ada perform di Solok, secara tertutup. Untuk yang ingin nonton bisa disimak di live instagram @gubuakkopi.


Portofolio prject dan profil seniman: Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.