Category Archives: Jurnal

Angka-Angka yang Tak Sepadan

Pagi itu seperti sejumlah pagi sebelumnya di bulan Agustus, saya terbangun di kos-kosan kecil di Kelurahan Galur. Saya membuka jendela dari lantai tiga ini. Terlihat dari kejauhan kabut mengaburkan sejumlah gedung-gedung tinggi di berbagai arah. Jakarta penuh dengan polusi, tapi kali ini cukup parah. Sejak awal bulan, langit kota ini sungguh kelabu dan bahkan Jakarta dianugerahi kota dengan polusi terparah di dunia saat itu. Beberapa media membuat klarifikasi, bahwa polusi yang terjadi tepatnya adalah polusi yang dibawa oleh Tangerang dan beberapa kota satelit lainnya yang mengitari Jakarta. Sumber polusi terparah adalah kawasan-kawasan industri dan kebijakan yang didesak agar diberlakukan adalah work from home (WFH). Ya.

Continue reading

Memesan Hidangan

Seringkali kita mengandalkan internet untuk melihat sesuatu yang penting dalam waktu yang cepat. Namun, ada sesuatu yang kita konsumsi tanpa mencarinya di hidangan. Dia adalah bentuk otomatis yang muncul sebagai gerbang sistematis atau satu ‘bentuk’ dari sebagian besar informasi yang ada. Semacam menu pembuka dihidangkan kepada kita. Dengan itu, kita bisa menyaksikan yang jauh dari dekat. Atau di kondisi lain, kita menyebarkan yang dekat agar jauh. Kita sebut ini adalah lubang pengintip berbasis internet. 

Continue reading

Merekam, Bertutur, Merefleksikan Tata Kelola Warga

Merekam untuk Bertutur

Sebagai seorang warga perantau yang hidup di Selatan Jakarta, saya tidak familiar dengan semua seluk-beluk Jakarta. Maka saya pun kurang kenal dengan kawasan Galur selain kenyataan bahwa ia adalah sebuah wilayah administratif tingkat Kelurahan di kawasan Jakarta Pusat. Akan tetapi suatu ketika dari selancar harian mengunjungi unggahan @tuturgalur di Instagram dan kemudian menghadiri presentasi Open Studio Tutur Galur, sekonyong-konyong cerita tentang kehidupan di Galur mengalir mengisi ruang pengetahuan di kepala saya.

Continue reading

Catatan Kuratorial: Berliterasi Alam dan Budaya

Literasi menjadi kunci dalam menimba pengetahuan, memahami konteks, mengolah informasi, dan mengambil keputusan secara efektif. Dalam konteks budaya, literasi mengacu pada kemampuan kita untuk memahami, menghargai, dan berinteraksi dengan orang dengan latar berbeda. Kini, interaksi semakin dipermudah oleh teknologi jaringan yang kian mendekatkan jarak geografis dan sosiografis.

Continue reading

Membagikan Kisah Kelana

Rabu, 30 Agustus 2023. Sore, pukul 16:00 WIB, saya berperan menjadi MC pembukaan Pameran Presentasi Publik Lumbung Kelana Gubuak Kopi #2. Setelah pembukaan, kami melanjutkan membaca doa bersama, yang dipimpin oleh Buya khairani. Selesai berdoa saya memperkenalkan Cenks dan Devi serta dari mana mereka berasal. Setelah itu saya mempersilahkan Nanda, untuk memberikan sedikit kata sambutan sebagai perwakilan host yang memandu Seniman Residensi Lumbung Kelana selama kurang 2 minggu terakhir. 

Continue reading

Menyebar Kata-kata Kota

Senin, 28 Agustus 2023, setelah beberapa hari yang lalu kami telah memilih tanggal untuk mengadakan pameran, jadi siang ini Riski pergi ke beberapa rumah tetangga yang pernah kami temui sebelumnya. Maksud kedatangan ia kali ini adalah turut mengundang untuk hadir di pembukaan Presentasi Publik Lumbung Kelana Gubuak Kopi #2. Sementara itu saya masih melanjutkan mengecat dinding galeri dan Dika tengah membantu Devi membuat sketsa untuk zine, yang akan dibagikan dan dipamerkan nanti. 

Continue reading

Menandai Jejak Kelana

Minggu,27 Agustus 2023, pagi ini saya menemani Cenks pergi ke lantai 2 Pasar Raya Kota Solok. Kami kesana untuk memulai membuat graffiti di salah satu dinding pertokoan, yang sebelumnya kami telah berbincang-bincang dengan pemilik toko tersebut. Karena hari ini adalah hari libur, kondisi pasar lumayan sepi. Kami melihat banyak pertokoan yang tutup selama perjalanan menuju ke lokasi. Hari ini, kami berdua juga ditemani seorang  teman bernama Rian Maulana seorang fotografer yang juga pernah terlibat di acara TENGGARA FESTIVAL 2022, sebuah festival dua tahunan yang diselenggarakan Komunitas Gubuak Kopi dan kawan-kawan komunitas di Solok. Tak lama, juga  menyusul Kaisar Kertabumi yang akrab saya panggil Kaka. Siswa kelas 1 SMA yang juga pelaku graffiti di Kota Solok, dan saya juga bermain band extreme metal bersama dengan Kaka sejak dia masih bersekolah di SMP.

Continue reading

Ekstraksi Hasil Bumi dan Silaturahmi

Aroma Silaturahmi

Kamis, 24 Agustus 2023, setelah beberapa hari kami bertemu dengan tokoh dan tetangga, sepertinya teman-teman Seniman Residensi Lumbung Kelana, sudah waktunya memutuskan apa yang akan ia bingkai dan presentasikan untuk publik. Sudah hitungan hari para seniman partisipan residensi Lumbung Kelana di Komunitas Gubuak Kopi akan meninggalkan Solok. Siang ini kami hanya bersantai di markas, sesekali kami juga melanjutkan kegiatan masing-masing dan Buya Khairani juga datang berkunjung, menanyakan kabar dan kemajuan riset kami.

Continue reading

Panen dan Menandai Pertemuan

Panen di Kebun Kolektif
Selasa, 22 Agustus 2023, siang ini saya hanya berdiam diri di markas Komunitas Gubuak Kopi, yakni Rumah Tamera karena mata yang mengantuk. Kantuk ini saya kira datang karena perut yang kenyang. Baru saja kami semua sarapan nasi dengan lauk dendeng cabe hijau yang dibeli Nanda. Entah kenapa sarapan pagi dengan nasi membuat saya malas gerak dan mengantuk. Sementara itu Devi,  Riski,  Nanda dan Deni Aslam (Mahasiswa magang di Komunitas Gubuak Kopi) menyambangi rumah Bu Sofni. Ia adalah seorang pensiunan pegawai yang saat ini aktif mengelola kebun kolektif bersama tetangga dan juga tim Dasa Wisma.

Bu Sofni selaku komandan dari kebun kolektif yang terletak di depan rumahnya ini, mempunyai banyak jenis tanaman, mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman herbal dan juga tanaman hias. Kelompok Bu Sofni sering bekerjasama dengan pihak di luar lingkungan Bu Sofni sendiri, mulai dari kepolisian, Dinas Pariwisata dan juga dengan Lembaga Pemasyarakatan. Mereka juga disuguhkan beberapa produk olahan yang dibuat oleh Bu Sofni dari hasil kebun Kolektif yang dikelolanya.

Sebagai penyuplai tanaman, Bu Sofni banyak menanam tanaman bernilai ekonomis, tetapi siapapun bisa memanen tanaman yang ada di kebun kolektif depan rumah Bu Sofni ini, dan boleh juga bayar seikhlasnya. Bu Sofni sering membagikan tanaman sampai dengan tanah subur dan polybag untuk ditanam oleh anggota dan juga tetangga di rumah masing- masing, karena menurut bu sofni tidak ada alasan untuk tidak menanam. Disana juga ada Budikdamber (Budidaya ikan di dalam ember) walaupun waktu teman-teman datang kesana ikannya hanya tinggal satu ekor karena sudah dipanen oleh anggota kolektif Bu Sofni. 

Bu Sofni banyak bercerita tentang macam-macam kegunaan tanaman yang ada di kebun kolektif ini, dan saat teman-teman mau pulang, Bu Sofni menyuruh memanen beberapa tanaman katanya, untuk adik-adik bawa ke markas Gubuak Kopi. 

Siang tadi, setelah sarapan Dika dan Cenks juga pergi jalan-jalan ke pusat Kota Solok, untuk melihat  beberapa tempat yang rencananya akan Cenks gambar, dan mereka juga menemui beberapa orang yang ingin mereka ajak untuk kolaborasi nantinya. Oh iya, Cenks sendiri selain aktif di berbagai kegiatan seni Siku Terpadu, secara personal ia juga seorang seniman grafiti.


Menandai Keresahan Pasar

Rabu,23 Agustus 2023. Pagi ini rencananya saya dan teman-teman Komunitas Gubuak kopi bersama seniman residensi ingin sarapan makan sate padang di dalam Pasar Raya Kota Solok. Sebab, menurut “duta kuliner Solok” Prima Nanda (demikian kami menjulukinya), sate yang kita tuju ini adalah sate yang rekomended buat teman-teman yang baru datang ke Solok. Suasana pasar hari itu bisa dibilang  santai. Kedai sate itu bernama “Sinar Paris”. “Paris” yang dimaksud bukanlah ibu kota Prancis, melainkan singkatan “Pariaman dan sekitarnya”. Ya, Pariaman adalah salah satu wilayah di Sumatera Barat yang dikenal ramai berdagang sate. 

Selesai sarapan sate, kami membagi tim menjadi dua kelompok, kelompok pertanama Nanda dan Devi pergi ke toserba untuk mencari sesuatu peralatan, sedangkan saya, Cenks, bersama yang lainnya pergi mengelilingi Pasar Raya Kota Solok.

Di saat  kami berkeliling, di lantai 2 pasar, kami melihat spot yang lumayan beda karena di sebuah  jembatan  penyeberangan orang. Kami melihat jarak lantai dengan batas dinding bangunan lumayan pendek. Kami ngobrol bahwa kalau tidak hati-hati, kepala bisa kepala terbentur. Salah seorang pemilik toko jahit di lantai 2 pasar turut terlibat ke dalam obrolan kami. Ia mengkonfirmasi, bahwa sudah banyak kepala orang yang kepentok dan tadi juga baru terjadi. Bapak itu sering bilang ke orang yang mau lewat di jembatan itu “awas talantuang” yang artinya “awas kepala terbentur”. 

“Wah, ini menarik, nih” Gumam Cenks merespon.

Tanpa pikir panjang dia memutuskan untuk mengabadikan kata tersebut, ke dinding bangunan yang banyak memakan korban tersebut dalam bahasa lokal. Kata bapak yang mengobrol bersama kami, ini bisa jadi amal jariyah, karena akan selalu mengingatkan orang-orang untuk supaya berhati-hati pada saat melalui jalan tersebut. Cenks sangat senang.

***

Di salah satu blok pasar atas yang kami kunjungi, pertokoannya banyak dihuni oleh para penjahit. Sebenarnya terbilang banyak toko yang kosong. Saya teringat waktu masih di bangku Sekolah Menengah Pertama, dulu, di sini ada banyak wahana bermain dan permainan “ding dong” yang sekarang ternyata sudah tutup. Mungkin karena sekarang hiburan sudah semakin instan dan mudah diakses semua kalangan di gadget-nya.  

Suasana yang sepi kadang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk buang air kecil. Salah seorang penjahit menunjukkan salah satu dinding toko yang sering dikencingi oleh orang-orang. Bahkan katanya, dilakukan saat penghuni toko masih bekerja. Cenks, memutuskan untuk merespon keresahan para penjahit dengan nantinya mengabadikan dengan kata-kata yang tadi kami dapat saat mengobrol dengan salah satu penghuni toko.

Setelah dari pasar, kami melanjutkan menghampiri tempat-tempat yang kemarin sudah di hunting Dika dan Cenks, dan juga sekalian meminta izin ke yang punya tempat. Kebetulan tempat yang rencananya akan digambar, tepat di persimpangan jalan yang sorenya sangat ramai oleh pengendara motor dan mobil.  Kami mengobrol panjang dengan bapak yang punya tempat. Kami mendapatkan izin asalkan kata-kata yang digambar bermakna positif dan inspiratif bagi orang yang melihatnya. Selama obrolan kami juga mendapat inspirasi kalimat yang nantinya kami abadikan di tempat ini.


Karena hari yang sudah mulai sore kami putuskan untuk pulang ke Rumah Tamera, sembari  melanjutkan dengan melihat beberapa tempat yang sudah Cenks petakan sebelumnya, untuk nantinya akan digambar

Malamnya kami lanjutkan untuk berdiskusi mengenai temuan observasi selama beberapa hari ini. Diskusi ini juga kami selenggarakan secara daring, sebab ada beberapa anggota Komunitas Gubuak Kopi yang juga tengah melakukan kegiatan di luar kota, dan kami ingin mendengar pendapatnya.

Kabar Lumbung Kelana lainnya: Lumbung Kelana #2 – Gubuak Kopi

Kuliah Singkat bersama Buya

Senin, 21 Agustus 2023, sehabis zuhur kami mengunjungi rumah Buya Khairani. Beliau biasa kami sapa Buya, sapaan hormat pada orang yang bijak dalam bidang agama dan adat. Ya, ia adalah salah seorang tokoh agama dan adat di kelurahan kami, Kampung Jawa, Solok. Sesampai di rumahnya, ternyata  beliau belum pulang. Sebelumnya kami membuat janji untuk bertemu Buya di rumahnya sehabis zuhur. Setelah setengah jam menunggu, Muhammad Riski mengabari bahwa buya masih di sebuah acara, kata buya ‘biar beliau nanti yang  pergi ke Rumah Tamera (markas Komunitas Gubuak Kopi). Tak lama kami di sekre, saat kami ingin makan siang, Buya datang dengan sepeda motornya, kami langsung menawarkan Buya makan, lalu beliau jawab dengan candaan ‘pitih selah’ yang artinya   dalam bahasa Indonesia ‘uang saja’. Beliau memang sering berguyon jadi kami sudah akrab dengan jokes Buya Khairani. 

Continue reading