Janang

Catatan Observasi Awal bersama Bakureh Project

Selasa 05 Juni 2018 sekitar pukul 14.30 WIB, saya bersama salah seorang fasilitator dan dua orang partisipan kegiatan bakureh Project yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi menuju Jorong Pamujan di Kecamatan Kinari, Kabupaten Solok. Bu Eva salah seorang warga di sana yang saya temui. Dia mengatakan bahwa bakureh di daerahnya lebih dikenal dengan kegiatan pergi bekerja. ”misal ibuk sadang di heler, itu ibuk pai bakarajo namonyo kalau di siko”, Kata Bu Eva. (Misalnya ibu sedang di penggilingan padi, itu ibu sedang pergi bekerja maksudnya jika di daerah sini). Di daerahnya, Bu Eva mengatakan bahwa kegiatan bakureh dalam konteks Kota Solok dikenal dengan istilah gotong royong memasak, disini disebut manolong mamasak (membantu memasak) saja.

Sebelumnya pada pembekalan materi lokakarya Bakureh Project hari ke-3, Ibu Suarna yang menyampaikan yang merupakan seorang tokoh adat perempuan atau disebut Bundo Kanduang dalam istilah Minangkabau mengatakan bahwa, “tradisi bakureh secara umum dimaknai sebagai suatu kegiatan gotong-royong”. Kemudian Ibu Suarna juga mengatakan, pada kalangan ibu-ibu bakureh dimaknai sebagai kegiatan memasak yang dilakukan bersama-sama”. Namun menurut Ibu Suarna, semakin hari kegiatan bakureh sudah jarang dilakukan. Dia berpendapat, sekarang ini jika ada yang mengadakan acara alek (pesta) atau acara syukuran lebih banyak menggunakan jasa catering untuk memenuhi kebutuhan makanan. Meskipun demikian, Bu Suarna juga mengatakan di beberapa tempat masih ada yang melaksanakan kegiatan bakureh.

 

Suasan diskusi dalam Lokakarya Daur Subur, dalam Rangkaian Bakureh Project di Kantor Komunitas Gubuak Kopi, Juni 2018. (Foto: Arsip Gubuak Kopi)

Senada dengan Ibu Suarna, pada hari ke empat pembekalan materi yang disampaikan oleh Buya Khairani yang merupakan salah seorang pemuka adat di Solok, mengatakan bahwa, “bakureh dimaknai sebagai suatu kegiatan gotong-royong”. Menurut Buya Khairani, kegiatan bakureh ini mengajarkan kita untuk dapat saling tolong-menolong dan bekerja dengan ikhlas. Artinya, kegiatan bakureh secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama atau gotong-royong. Di Solok misalnya, kegiatan bakureh dimaknai sebagai kegiatan masak-memasak. Meskipun demikian, istilah bakureh yang dikatakan Ibu Suarna lebih dikenal dengan manolong mamasak di tempat tinggal Bu Eva. Seperti yang diceritakan Bu Eva, kegiatan manolong mamasak di daerahnya dilaksanakan sebelum acara baralek (pesta pernikahan), turun mandi, akikah, dan buka puasa bersama warga kampung saat bulan Ramadhan.

Pada acara pesta pernikahan, manolong mamasak diawali dengan mamanggia atau menyampaikan informasi yang akan dilaksanakan kepada orang yang akan kita undang untuk hadir ke acara pesta pernikahan dan sekaligus menyampaikan informasi kepada orang-orang yang akan kita minta bantuannya untuk manolong mamasak atau bakureh. Sebelum mengakhiri ceritanya, Bu Eva mengatakan,

kalau mamanggia nan padusi, yang pai mamanggia urang padusi pulo. Kalau mamanggia nan laki-laki, yang pai mamanggia urang laki-laki pulo. Tapi pai mamanggia tu indak buliah pulo sambarangan do, ado pulo caronyo”. (Jika kita mengundang perempuan, maka yang pergi mengungang perempuan pula. Jika kita mengundang laki-laki, maka yang pergi mengundang laki-laki pula. Tapi dalam pergi megundang tidak boleh sembarangan, karena ada cara-caranya).

Pak Jon, suami dari Bu Eva menjelaskan bahwa perempuan pergi mengundang ada pakain khususnya. Menggunakan baju kuruang basibah warna hitam dengan menggunakan tingkuluak (penutup kepala). Jika untuk mengundang laki-laki, membawa sebatang rokok dengan pakaian bebas dan menggunakan peci. “Ko mamanggia mamak ka baralek si itu, harinyo hari itu, yo datang mamak a”, (maksud kedatangan saya adalah mengundang bapak datang ke pesta si itu, harinya hari itu, dan kalau bisa bapak datang) demikian Pak Jon memberikan contoh cara mengundang untuk laki-laki. Pak Jon juga mengatakan bahwa cara penyampaiannya pun tidak boleh sembarangan, agar orang yang kita undang mau hadir ke acara yang kita maksud. Selanjutnya Pak Jon menegaskan bahwa yang pergi mengundang adalah orang yang sasuku (satu klan) dengan si Pangka (orang satu klan dengan yang menggelar acara pesta), Pasumandan sebutan untuk perempuan dan untuk laki-laki dilakukan oleh mamak (paman) atau biasa disebut sumando.

Setelah itu, Pak Jon juga bercerita tentang bagaimana laki-laki dalam tradisi manolong mamasak atau bakureh. Laki-laki memiliki tugas untuk membantu ibu-ibu sebelum memulai kegiatan memasak. Biasanya laki-laki melakukan pekerjaan yang membutuhkan tenaga atau pekerjaan yang berat-berat. Seperti membuat rumah kajang atau di daerah Pak Jon disebut suduang-suduang (dapur sementara), menyembelih hewan, membuat tungku, dan mencari kayu bakar. Ini dapat dikatakan, dalam tradisi bakureh laki-laki juga memiliki peran meskipun tidak selalu berada di dapur.

“laki-laki dalam acara alek memiliki tugas sebagai penyaji makanan dan disebut janang. Ia bertugas mengatur tata letak makanan dan posisi duduk dalam suatu alek”, terang Pak Jon. Sebagai salah seorang janang di dalam sukunya, Pak Jon menjelaskan bahwa janang biasanya berjumlah sekitar 4 sampai 5 orang dalam suatu acara alek dengan satu orang ditunjuk sebagai janang tuo (ketua penyaji makanan). Setiap suku memiliki janang masing-masing dan sudah ditunjuk dengan kesepakatan orang se-suku.

Di nagari tempat tinggal Pak Jon, janang memiliki seragam khusus dengan desain guntiang cino dan menggunakan sarung yang diikat di pinggang. Masing-masing suku di nagari Pak Jon, janang juga dibedakan dengan warna pakaian yang digunakan. Misalnya Pak Jon yang sukunya Panai, pakain janang berwarna cokelat. Tujuannya adalah sebagai pembeda dengan janang dari suku lainnya.

Berbeda dengan acara baralek, pada acara buka puasa bersama semua orang yang datang untuk kegiatan manolong mamasak atau bakureh tidak diundang. Warga yang memiliki waktu luang akan datang dengan sendirinya menuju tempat acara. Seperti acara buka puasa bersama yang saya lihat di Jorong Bungo Harum, Nagari Kinari, Rabu, 6 Juni 2018 lalu. Warga di sana sudah mulai bakureh untuk persiapan acara buka puasa bersama yang akan dilaksanakan di Mesjid Nurul Hidayah itu mulai dari pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB.

Diawali dengan menyembelih sapi oleh sekitar sepuluh orang bapak-bapak yang hadir. Setelah sapi selesai disembelih, kemudian sapi dikuliti dan dibersihkan. Ketika membersihkan bagian isi perut sapi, saya melihat ada beberapa orang bapak yang sedang bergurau.

Jan yang itu pulo lai, yang iko sajo barasiahan dek gaek,” (tidak usah kerjakan yang itu, yang ini saja bersihkan, ‘pak tua’) kata seorang bapak bercanda kepada temannya.

Jan disitu barasiahan gaek. Dakek siko sajolah, jauh bana di situ, (jangan di sana membersihkannya, dekat sini saja, terlalu jauh) sahut salah seorang bapak lainnya.

Kemudian melihat si gaek (bapak tua) sudah berjalan mondar-mandir dan terlihat sedikit kebingungan, mereka semua tertawa. Beberapa kali saya pernah mendengar gurauan-gurauan seperti ini pada bapak-bapak yang sedang berkumpul di kedai kopi. Walaupun terkesan bullying, tapi sepertinya ini hal yang  santai, pastinya ini adalah salah satu cara mereka merayakan gotong-royong ini.

Sementara, bapak-bapak membersihkan daging sapi, ibu-ibu menyiapkan bumbu-bumbu untuk keperluan memasak. Seperti mengupas bawang, menggiling cabe, dan memeras santan yang akan digunakan untuk manggulai dagiang, ataupun keperluan memasak lainnya. Informasi yang saya dapat, acara berbuka bersama yang akan dilakukan itu sekaligus menggelar acara syukuran akikah salah seorang warga setempat. Menurut Volta, salah satu fasilitator dari Gubuak Kopi yang mendampingi kami, acara berbuka bersama yang dilaksanakan bersamaan dengan acara akikah ini hampir setiap tahun dilakukan warga di Nagari Kinari.

Saya yang masih penasaran dengan apa saja yang biasa dibahas oleh bapak-bapak atau laki-laki ketika sedang berkumpul pada kegiatan-kegiatan seperti bakureh. Saya mencoba menanyakan kepada Volta yang kebetulan tinggal di sana. Menurutnya, kebanyakan kaum laki-laki atau bapak-bapak saat kegiatan bakureh sering bercerita tentang masalah pekerjaan. “kama angku bisuak? Kalau lai indak kama-kama, pai bakarajo jo ambo bisuaklah, (kama kamu besok, kalau tidak ada kegiatan, ayo pergi kerja dengan saya) dicontohkan Volta kepada saya.

Jika pada salah satu kelas Bakureh Project, Ibu Suarna mengatakan bahwa ibu-ibu sering menjodohkan anak-anak mereka, bergosip, ataupun berdendang-bergurau dalam kegiatan bakureh. Laki-laki cenderung bercerita tentang pekerjaan atau bersenda-gurau. Meskipun demikian, sepertinya tidak hanya sekedar membahas pekerjaan atau sekedar bersenda-gurau. Mungkin masih ada beberapa hal lain yang diceritakan oleh laki-laki saat bakureh. Misalnya, tentang peran laki-laki sebagai mamak dalam suatu suku, hobi, atau mungkin bercerita tentang sejarah dan politik.

Sampai hari ketujuh yang merupakan hari terakhir saya mengikuti Lokakarya Daur Subur dalam rangkaian Bakureh Project, menarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana peran serta dan apa saja yang menjadi pembahasan laki-laki saat bakureh. Mengingat, bakureh di Kota Solok merupakan kegiatan gotong-royong memasak yang didominasi oleh ibu-ibu, dan ternyata laki-laki juga ikut serta dalamnya. Seperti yang dikatakan Pak Jon dan makna bakureh secara umum yang disampaikan oleh Mak Katik dan Buya Khairani. Bagi saya, sepertinya perlu untuk mengalami kegiatan bakureh itu sendiri dan bercerita lebih banyak lagi dengan orang-orang yang mengalaminya.

Solok, 7 Juni 2018

Mohammad Irvan atau biasa disapa Ipan lahir di Payakumbuh, 20 Januari 1995. Saat ini sedang menjalankan program studi Ilmu Komunikasi di Universitas Riau. Selain itu, sekarang juga aktif sebagai koordinator program alternatif pemutaran film yang digagas oleh Komunitas Sinema Melayu (Sinelayu) di Kota Pekanbaru. Tahun 2017 pernah mengikuti workshop Seni Media “programmer dan kurator gambar bergerak” di Jatiwangi Art Factory, Jawa Barat. Partisipan Lokakarya Daur Subur dalam rangkaian Bakureh Project di Gubuak Kopi, 2018. Ia juga merupakan partisipan Program Magang Gubuak Kopi 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.