Bakso Bakar adalah salah satu jajanan favorit anak-anak di Solok. Biasanya ia bergabung dengan kategory jajanan (streetfood) lainnya, yang mangkal di sebuah tempat yang ramai anak-anak, semisal taman kota, gerbang sekolahan, dan lainnya. Ada juga yang menjajakannya menggunakan gerobak. Tetapi belakangan sejak motor sudah cukup gampang dibeli dan dicicil ada banyak pedagang jajanan seperti ini beralih menggunakan sepeda motor dan mendatangi keramaian anak-anak. Berbeda dengan kue putu yang menggunakan serine uap, atau sate yang menggunakan terompet, pedangang yang saya temui ini menggunakan rekaman digital dan pengeras suara untuk meneriakan dagangannya. Seingat saya, yang paling awal, sekitar tahun 2016-an dulu adalah tahu bulat, tapi kemudian banyak yang menggunakan teknologi serupa, termasuk bakso bakar ini.
Continue readingTag Archives: Teknologi
Perangkat Kue Putu
Kue Putu adalah salah kuliner atau cemilan favorit anak-anak di Sumatera Barat, dan mungkin juga di berbagai daerah di Indonesia. Kue ini selalu disajikan secara segar, langsung dibuat oleh penjual dengan perangkat yang selalu dia bawa. Sebelum tahun 90an, sebagian besar perangkat ini dipikul pada bahu, belakangan para pedagang putu menyiasati kendaraan sepeda motor mereka untuk dapat menopang perangkat tersebut. Tidak hanya kue putu sebenarnya banyak jajanan lain melakukan hal yang sama, sehingga penjual cemilan bisa mendatangi anak-anak di tempat-tempat mereka berkumpul. Seperti dulu dan kini, dalam perangkat kue putu juga terdapat teknologi uap untuk menghasilkan bunyi melengking seperti bunyi peluit, yang juga menjadi petanda untuk anak-anak segera membujuk orang tuanya untuk memberi uang. Tradisi kostum (custom)/akal-akalan ini juga banyak dijumpai di berbagai daerah di Asia Tenggara.
Vlog by @albertrahmanp
Kampung Jawa, Solok, 2021
Membajak Teknologi Di Hari Kedua
Selasa, 19 September 2017, tepat di hari kedua lokakarya Lapuak Lapuak Dikajangi berjalan. Kali ini Muhammad Riski salah satu pegiat Komunitas Gubuak Kopi, selaku pembicara memaparkan materinya: Seni Membajak Teknologi sebagai umpan diskusi. Ia juga menyinggung kembali materi yang telah dibahas di hari sebelumnya, tentang apa itu media, tujuan media, manfaat media, serta dampak media. Untuk menggambarkan situasi bermedia di Indonesia, Ia menggambarkan perang media antara pemilik modal atau orang-orang yang berkepentingan, seperti kasus lumpur di Sidoarjo yang diakibatkan oleh kelalaian kontraktor Lapindo Brantas Inc. Kasus ini mengakibatkan sekitar 90 hektar sawah tertimbun lumpur panas[1]. Dalam hal ini kita tahu, siapa saja pemilik modal yang harus bertanggung jawab untuk kasus ini. Mereka juga merupakan konglomerat media dan politikus. Misalnya, di media miliknya, kita akan mendengar ini sebagai Lumpur Sidoarjo, konten berita secara umum mengabarkan kemajuan dan usaha penanggulangan. Sedang di media raksasa lainnya yang kebetulan lawan politik memberitakan ini sebagai Lumpur Lapindo dengan segala konten kritiknya. Begitu pula menanggapi isu plagiat budaya oleh negara tetangga, beberapa media yang merupakan lawan politik presiden waktu itu, membangun citra agar pemerintahan kala itu terlihat lemah, walaupun kita sadar tidak ada yang namanya plagiat budaya (tradisi). Continue reading
Mensketsa Teknologi Pertanian
Sebelumnya memaparkan terkait sejarah perkembangan media di hari pertama. Di hari kedua, Albert Rahman Putra mengerucutkan materi pada apa yang menjadi tema utama lokakarya itu sendiri, Kultur Daur Subur. Topik ini pada dasarnya membahas keterkaitan media sebagai sebuah aktivitas kebudayaan, perantara pesan, maupun teknologi, serta kaitannya dengan perkembangan pertanian terkini. Albert mengawali materi dengan mengutip catatan kedatangan bangsa Eropa pertama di dataran tinggi Minangkabau, yakni Sir. Thomas Stamford Raffles di tahun 1818. Dikatakan bahwa ia sangat kagum akan cara-cara pertanian di dataran tinggi Sumatera Barat, yang sangat maju. Kekayaan alam yang melimpah serta pengetahuan tentang pertanian yang baik kemudian membuat Eropa dan Belanda yang sebelumnya hanya berkedudukan di pelabuhan, berkeinginan kuat ingin menjajah di dataran tinggi. Continue reading
Singgah ke Rumah Kincie
Sabtu, 17 Juni 2017 adalah hari kedelapan lokakarya “Kultur Daur Subur”. Sebelumnya kita telah mengumpulkan beberapa narasi yang berkembang di antara warga terkait lingkungan hidup dan pemanfaatan lahan pertanian di Solok. Sementara para partisipan terus memperdalam tulisannya, mereka juga diminta untuk mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi dan pengetahuan pertanian tradisional di Solok bersama para fasilitator. Data ini nantinya akan diarsipkan dan didokumentasikam secara kreatif, salah satunya dengan mentransfernya ke bentuk sketsa gambar. Continue reading
Permainan Lintas Zaman
Kemajuan teknologi pada saat ini menawarkan banyak kemudahan dalam berbagai aktifitas manusia. Begitu juga dalam soal permainan, diantarnya, sekarang ini semakin banyak permainan anak-anak yang berbasis perkembangan teknologi terkini, mulai dari gedget, komputer, game online, dan mainan elektronik lainnya. Kenyataan tersebut, beberapa diantara barang kali baik bagi perkembangan anak, dan tidak jarang pula berdampak buruk bagi perkembangan anak. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, generasi saya di kampung jarang sekali dapat bermain game online. Akes internet sangat terbatas waktu itu, begitu juga untuk menggunakan handphone atau pun computer. Hanya anak-anak dari kelas ekonomi tertentu saja yang bisa mendapatkannya. Tapi ada juga beberapa orang tua yang mampu, memilih untuk tidak membelikan itu pada anak-anaknya. Lain halnya sekarang, hampir semua orang memilikinya, tidak terkecuali anak-anak. Continue reading