Stensil Remaja Sumatera Barat

Hari kedua workshop Remaja Bermedia dimulai pukul 10.00 WIB di kabin utama Rumah Tamera. Remaja Bermedia adalah sebuah platform literasi media untuk remaja melalui metode kesenian yang diinisiasi oleh Gubuak Kopi sejak 2017, dan tahun ini diselenggarakan secara paralel bersama Tenggara Street Art Festival. Minggu, 22 November 2020, pagi yang cerah dengan beragam warna kostum kebanggannya, para peserta duduk di kursi disambut oleh 2 orang mentor yang akan memandu jalannya workshop hari ini. Verdian Rayner lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang seorang street artis yang berdomisili di Kota Solok. Verdian juga aktif menggambar, costum paint, pin srtiping, dan produksi karya visual lainnya. Selain itu ia juga aktif menjadi vokalis di beberapa grup musik underground salah satunya Blindside yang juga sudah merilis mini album.  Ia juga memiliki ketertarikan di dunia motor custom dan D.I.Y culture lainnya.

Continue reading

Remaja Zine Tenggara

Sabtu, 21 November, Tenggara Street Art Festival berkolaborasi dengan platform Remaja Bermedia, sebuah lokakarya kreatif untuk remaja dalam memahami kerja-kerja mediasi melaui praktek seni. Para remaja juga diajak untuk mengalami proses berkesenian bersama seniman-seniman dan mentor, kemudian memproduksi karya bersama. Workshop ini merupakan sub program dari  ranggkaian kegiatan Tenggara Street Art Festival yang terjadwal dari 18-28 November Di Kota Solok. Peserta workshop ditargetkan kepada remaja-remaja Sumatra Barat, atau siswa-siswa sekolah menengah pertama/sederajat, dan sekolah menengah atas/sederajat yang ingin mempelajari proses  produksi  karya seniman residensi.

Continue reading

TEMBOK BESAR, MERPATI, DAN JAHE MERAH

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Setelah para seniman residensi datang dari berbagai kota, pada tanggal 20 November 2020, kami beranjak ke lokasi-lokasi yang akan kita soroti dalam rangkaian Tenggara Street Art Festival. Dari Rumah Tamera (pusat kegiatan) saya dan beberapa kawan berangkat menuju Lapas Klas IIB Kota Solok. Mereka adalah Andang Kelana, Autonica, Dhigel, Verdyan Reyner, Masoki, Teguh, dan Vero. Ini bukan kunjungan pertama saya. Beberapa bulan sebelumnya, saya ke sini bersama kawan-kawan Rumah Tamera untuk mendengar kemungkinan untuk bekerjasama. Ketertarikan ini muncul mengingat agenda Tenggara Festival tahun ini adalah menyoroti ruang-ruang publik atau instansi yang selama ini sulit dijangkau, dalam konteks publik Solok. Beruntung kami punya salah satu teman bekerja di sini.

Continue reading

DATANG KE TENGGARA

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Salah satu program dari Tenggara Street Art Festival adalah Artist in Residence, mengundang 8 orang/kelompok terlibat dalam residensi singakat di Solok. Mereka melakukan riset, kolaborasi, dan memproduksi karya di sini. Autonica adalah seniman yang datang lebih awal ke Rumah Tamera. Ia adalah seniman asal Yogyakarta yang suka memproduksi zine, penulis, illustrator, dan ia juga senang mural di tempat yang lebih besar dari sebelumnya. Nica tiba di Bandara International Minangkabau (BIM) pada Selasa 17 November. Ia juga akan memberikan materi workshop membuat mini zine untuk para remaja Sumatra Barat di Rumah Tamera.

Continue reading

MEMENANGKAN RUANG PUBLIK DAN PRIVAT

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Masoki, seniman graffiti asal Kota Padang meninggalkan beberapa karyanya saat residensi di Solok. Mulai dari ruang privat seperti kamar warga, dinding rumah warga, tangki penampungan air, hingga mobil bank sampah.  Sama dengan seniman lainnya ini juga pertemuan pertama saya dengan Masoki.

Continue reading

CAPITAL FLOWER YANG TUMBUH DI TEBING SOLOK

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Hari ini adalah hari ke tiga program Artist in Residence berjalan, semua seniman sudah berada di depan medianya masing-masing. Memegang kuas dan kaleng cat, naik ke atas tangga dan skavolding. Berdansa dan menari dan masih diiiringi bebunyian hujan. Lokasi yang sama ditempati untuk beberapa seniman. Salah satu lokasinya ada di Gedung Olah Raga (GOR) Tanjung Paku Kota Solok.

Continue reading

Estafet Menuju Tenggara

Ini adalah awal November. Saya tidak bangun pagi, tapi jam setengah lima subuh, saya mendengar alarm  seorang kawan berdering beberapa kali. Memang saya masih terjaga sedari bangun siang tadi. Minggu, 1 November sudah terjadwalkan kita akan bangun subuh untuk berangkat ke lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Solok. Sepertinya sudah sebulan lebih saya tidak datang untuk ini.

Continue reading

ESTAFET MENUJU TENGGARA

Catatan Proses Tenggara Festival 2020

Ini adalah awal November. Saya tidak bangun pagi, tapi jam setengah lima subuh, saya mendengar alarm  seorang kawan berdering beberapa kali. Memang saya masih terjaga sedari bangun siang tadi. Minggu, 1 November sudah terjadwalkan kita akan bangun subuh untuk berangkat ke lokasi Car Free Day (CFD) di Kota Solok. Sepertinya sudah sebulan lebih saya tidak datang untuk ini.

Continue reading

Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) adalah sebuah perhelatan dari kegiatan studi pelestarian tradisi melalui proyek seni berbasis media. Kegiatan ini pertama kali digagas oleh Gubuak Kopi melalui program Lokakarya Daur Subur pada tahun 2017, sebagai rangkaian presentasi publik dalam membaca tradisi di masyarakat pertanian Sumatera Barat. Presentasi publik ini dihadirkan dalam bentuk kuratorial pertunjukan dan open lab/pameran multimedia.

Mengingat banyaknya isu-isu kesenian tradisi yang belum terbicarakan dengan baik – dalam konteks sekarang, serta menyadari isu ini akan terus berkembang, maka kegiatan ini diagendakan setiap tahunnya, yang secara khusus mempelajari dan memberi pandangan kritis terhadap nilai-nilai seni tradisi itu sendiri, serta menjembatani pengembangannya dalam kerja seni media.

Pada tahun 2018, LLD mengangkat tema “silek”, sebagai upaya memaknai tradisi silek (silat) melalui medium teknologi dan medium lainnya yang dekat dengan sehari-hari. Kemudian LLD #3, pada tahun 2020 ini merespon situasi tradisi silaturahmi di masa pandemi dan normal baru. Para seniman melakukan riset dan residensi singkat secara daring, diskusi terarah, kolaborasi, dan presentasi karya.

Lapuak-Lapuak Dikajangi (LLD) is an event of tradition preservation study activities through media-based projects. This activity was first initiated by Gubuak Kopi through the Daur Subur Workshop program in 2017, as a series of public presentations on reading traditions in the agricultural community of West Sumatra. The public presentation is presented in the form of curatorial performances and an open lab / multimedia exhibition.

Given the many issues regarding traditional values ​​and preservation practices that have not been discussed properly – in the current context, and realizing that this problem will continue to develop, this activity is scheduled every year, which specifically studies and provides a critical view of values -the value of traditional art itself, as well as bridging its development in the work of art media.

In 2018, LLD raised the theme “ silek ” (Minangkabau martial art), as an effort to interpret the tradition of silek (silat) through media technology and other media that are close to dialy life. Then LLD # 3, in 2020 this responds to the traditional “Silaturahmi” (friendship/meets) situation during the pandemic and the new normal. Artists do the researchs and short residencies with online, focus group discussions, collaborations, and work presentations.


Kunjungi Halaman Proyek: Lapuak-lapuak Dikajangi #3

Presentasi Tari: Barulang

Pertunjukan kolaborasi Siska Aprisia dan Utari Irenza menjadi presentasi publik terkahir dalam rangkaian Lapuak-lapuak (LLD) #3. Sebuah perhelatan dari studi nilai-nilai tradisi yang digagas oleh Gubuak Kopi melalui proyek seni berbasis media. Proyek ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra dengan tema kuratorial “Merayakan Silaturahmi di Normal Baru”.

Continue reading