Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.
Tahun ini, Tenggara Street Art Festival 2020, menyiapkan 4 kategori award (penghargaan). Penghargaan ini adalah salah satu bentuk apresiasi untuk kawan-kawan muda yang terlibat dalam Jam Session. Kami mengundang 3 orang juri untuk menemukan karya potensial pada 4 kategori award, yakni Andang Kelana (Visual Jalanan, Jakarta), Bujangan Urban (Jakarta), Verdian Rayner (Solok).
Tenggara Award untuk karakter visual yang orisinil, sadar akan capaian estetika dalam konteks seni jalanan. Dalam hal ini juri juga akan mempertimbangkan koherensi antara bentuk dan narasi yang tengah direspon. Gubuak Kopi Kopi Award untuk karya yang mewakili semangat otokritik dan optimis. Memahami permasalahan di sekitar kita, menertawakannya, sebagai cara mawas diri dan berbenah. Solok Milik Warga Award untuk karya yang memiliki semangat dan keberpihakan terhadap warga berdaya. Menyoroti, serta menjadi bagian dari sistem pendukung untuk warga yang mengatasi persoalannya, serta menjawab kebutuhannya sendiri. Cadas Award untuk seniman yang bertindak eksploratif terhadap media karyanya dan menawarkan kebaharuan terhadap gagasan mengenai seni jalanan.
Juri dipilih oleh Tenggara Street Art Festival untuk bebas menentukan penilainnya berdasarkan kategori award. Pengalaman, wawasan, serta keberpihakannya terhadap kebaharuan dan tujuan dari festival ini, menjadi dasar kami memilih para juri. Untuk itu keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
Malam itu, pada acara penutupan, 28 November 2020, anak muda terpilih menerima awardnya. Award ini dipersembahkan oleh Rumah Tamera, Komunitas Gubuak Kopi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan merchandise spesial dari Gardu House.
Pada 2019 lalu, Gubuak Kopi bersama Gajah Maharam mengadakan Solok Mural Competition di Solok, Sumatra Barat yang bertemakan “Alam Bareh Solok”. Dengan mengundang keterlibatan seniman dari berbagai kota, merespon persoalan di Kota Solok yang masih gaduh dengan persoalan identitas, menertawakan kebiasaannya sendiri, menyuarakan semangat optimisme untuk terlibat membangun kota, dan mengimajinasikan kota masa depan yang lebih baik. Saat ini, Solok Mural Competition beralih muka menjadi Tenggara – Street Art Festival yang bertujuan meluaskan wacana, baik dari segi penyelenggaraan maupun artistik. Program-program saat ini mencakup, Residensi Seniman, Lokakarya, Jam Session, dan tentunya pemberian penghargaan untuk kawan-kawan muda yang berpartisipasi.
In 2019, Gubuak Kopi along with Gajah Maharam held an event called Solok Mural Competition in Solok, West Sumatra with the theme “Alam Bareh Solok”. With involving invited artists from various cities, they responded to the problems in Solok City who are still racketing with identity issues, laughing at their own habits, voicing the spirit of optimism to be involved to build the city, and imagining a city of a better future. Currently, the Solok Mural Competition has changed its face to Tenggara – Street Art Festival—Tenggara means Southeast—, which aims to broaden the discourse, both in terms of organization and artistry. The 2020 programs are, Artist-in-Residency, Workshops, Jam Sessions, and of course giving awards to the emerging artist.
Participant
Artists in Residence: Bujangan Urban (Gardu House/Jakarta), Blesmokie (Gardu House/Jakarta), Autonica (Yogyakarta), Rumah Ada Seni (Padang), Minang typers (Padangpanjang), Dhigel (Grafis Huru Hara/Jakarta), Verdian Rayner (Rumah Tamera/Solok), Magenta (Medan), Masoki (Padang).
Collaboration “Mural Estafet Menuju Tenggara”: Sayhallo0, Verdian Rayner, Badik, dan Spisz.
Special Collaborations: Badik (Solok), Zekalver Muharam (Solok), Bayu Sludge (Medan), Boy Nistil (Solok), Sayhallo0 (Solok).
Jamming Session: Ghumpun (Ampalu), Budiawan (Bengkulu), Kennykidd131 (Pekanbaru), Rudianto (Sijunjung), Syahrul Fauzi (Jakarta Barat), Tri Herdianto (Depok), Suwitno (Bengkulu), Bagaskara Ajisatria (Padang0, Taufik Hidayat (Padang), Irna Dewi (Solok), Aprivaldi (Padangpanjang), Arif Budiman (Padang), Parkit Punya (Padang), Dimas Andhika Putra (Madura), Yonando Devana (Pariaman), Muhammad Aqil Azizi (Pekanbaru), Murdiono (Padangpanjang), Kato (Padang), Wiwidianto (Padang), M. Rayhan Nulfiqri (Solok), Berlian Yudha (Padang), M. Rezeki Fajar Abdilah (Agam), Bakhtiarudin (Solok), Mesitria Ananda Saputri (Payakumbuh), Amunra. Std (Padangpanjang), Tedy Septiadi (Padang), Rahmad Ista (Solok), Adha Zuhkri Arafat (Pesisir Selatan), King Jajan (Padang), Adek Syatil (Padang), Nando (Padang), Muh. Ikhsan (Agam), Febrido (Padang), Taufik dan Imroni (Padang), Rivolianda (Jambi), Xepa (Jambi), Mohamad Dava Alfiansah (Solok), Rafina Iqbal (Solok), Nurul Ilham (Jambi), Raufa Gufron (Batusangkar), Triwanda Ramadhan (Padang), Miranda Curly (Padang), Ryan Partio (Bukittinggi), Alam Satria (Jakarta Barat), Muhammad Dadib (Agam), Rafiq Gusli Abdul Razak (Padang), Vulpeculiars (Padang).
Tahun 2020 ini, Tenggara Street Art Festival membuka peluang untuk para street artist untuk terlibat dalam festival ini. Para seniman dari berbagai kota diundang untuk mengisi sesi ini melalui skema panggilan terbuka dan kurasi. Pendaftaran terbuka untuk setiap street artsit, baik itu mural, stensil, bom benang, wheatpaste, dan medium baru yang relevan dalam konteks street art sekalipun. Dari 85 peserta yang mendaftar panyelenggara menerima 47 peserta untuk terlibat dalam sesi ini. Tim kurasi berfokus untuk menemukan street artist muda yang potensial dan memiliki cara pandang yang menarik dalam merespon konteks ruang dan waktu. Para peserta yang lolos merupakan kelompok dan individu, mendapatkan fasilitas dinding, cat, akses area kemah, makan, dan kebutuhan protokol kesehatan Covid-19.
Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) adalah sebuah perhelatan dari kegiatan studi pelestarian tradisi melalui proyek seni berbasis media. Kegiatan ini pertama kali digagas oleh Gubuak Kopi melalui program Lokakarya Daur Subur pada tahun 2017, sebagai rangkaian presentasi publik dalam membaca tradisi di masyarakat pertanian Sumatera Barat. Presentasi publik ini dihadirkan dalam bentuk kuratorial pertunjukan dan open lab/pameran multimedia.
Mengingat banyaknya isu-isu kesenian tradisi yang belum terbicarakan dengan baik – dalam konteks sekarang, serta menyadari isu ini akan terus berkembang, maka kegiatan ini diagendakan setiap tahunnya, yang secara khusus mempelajari dan memberi pandangan kritis terhadap nilai-nilai seni tradisi itu sendiri, serta menjembatani pengembangannya dalam kerja seni media.
Pada tahun 2018, LLD mengangkat tema “silek”, sebagai upaya memaknai tradisi silek (silat) melalui medium teknologi dan medium lainnya yang dekat dengan sehari-hari. Kemudian LLD #3, pada tahun 2020 ini merespon situasi tradisi silaturahmi di masa pandemi dan normal baru. Para seniman melakukan riset dan residensi singkat secara daring, diskusi terarah, kolaborasi, dan presentasi karya.
Lapuak-Lapuak Dikajangi (LLD) is an event of tradition preservation study activities through media-based projects. This activity was first initiated by Gubuak Kopi through the Daur Subur Workshop program in 2017, as a series of public presentations on reading traditions in the agricultural community of West Sumatra. The public presentation is presented in the form of curatorial performances and an open lab / multimedia exhibition.
Given the many issues regarding traditional values and preservation practices that have not been discussed properly – in the current context, and realizing that this problem will continue to develop, this activity is scheduled every year, which specifically studies and provides a critical view of values -the value of traditional art itself, as well as bridging its development in the work of art media.
In 2018, LLD raised the theme “ silek ” (Minangkabau martial art), as an effort to interpret the tradition of silek (silat) through media technology and other media that are close to dialy life. Then LLD # 3, in 2020 this responds to the traditional “Silaturahmi” (friendship/meets) situation during the pandemic and the new normal. Artists do the researchs and short residencies with online, focus group discussions, collaborations, and work presentations.
Pertunjukan kolaborasi Siska Aprisia dan Utari Irenza menjadi presentasi publik terkahir dalam rangkaian Lapuak-lapuak (LLD) #3. Sebuah perhelatan dari studi nilai-nilai tradisi yang digagas oleh Gubuak Kopi melalui proyek seni berbasis media. Proyek ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra dengan tema kuratorial “Merayakan Silaturahmi di Normal Baru”.
Transkrip Live Talk LLD #3 – Siska Aprisia dan Utari Irenza
Jumat, 25 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Siska Aprisia dan Utari Irenza seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang.
Robby Ocktavian adalah seniman keempat yang mempresentasikan hasil residensi daringnya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah perhelatan dari studi nilai-nilai tradisi yang digagas oleh Gubuak Kopi melalui proyek seni berbasis media. Proyek ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra, selain Robby, LLD #3 juga menghadirkan 5 seniman muda lainnya untuk merespon tema kuratorial “Merayakan Silaturahmi di Normal Baru”.
Senin, 21 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Robby Ocktavian seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Artikel ini merupakan transkrip perbincangan Vero dan Robby di fitur siaran langsung instagram, teman-teman juga bisa menonton ulang obrolan di instagram @gubuakkopi. Beberapa kalimat diselaraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.
Transkrip Live Talk LLD#3 – Tahufiqurrahman “Kifu”
Jumat, 18 September 2020 lalu, Veronica Putri Kirana berbincang-bincang dengan Tahufiqurrahman “Kifu” seputar proses berkaryanya dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah proyek seni berbasis media yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam studi mengenai nilai-nilai tradisi di Sumatera Barat. Proyek ini melibatkan seniman muda dari dalam atau luar Sumatera Barat, untuk menemukan pandangan kritis dari generasi kini mengenai isu-isu tradisi dan modernitas yang terus berkembang. Artikel ini merupakan transkrip perbincangan Vero dan Kifu di fitur siaran langsung instagram, teman-teman juga bisa menonton ulang obrolan di instagram @gubuakkopi. Beberapa kalimat diselaraskan sesuai kebutuhan bahasa teks, tanpa mengurangi esensi dari isi perbincangan.
Basuo jo babagi adalah bahasa Minangkabau yang berarti “bertemu lalu berbagi”. Project ini dikerjakan oleh Taufiqurrahman atau yang biasa disapa Kifu, dalam rangkaian Lapuak-lapuak Dikajangi (LLD) #3. Sebuah perlehatan dari studi nilai-nilai tradisi yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi melalui proyek seni berbasis media. Pada tahun ini kuratorial LLD #3 mengundang para seniman merespon fenomena “silaturahmi” baik dalam konteks tradisional maupun di situasi normal baru. Para seniman melakukan riset dan residensi singkat secara daring, diskusi terarah, kolaborasi, dan presentasi karya.