Sisi Lain Daur Subur

Catatan Proses Residensi Daur Subur 2021

Memasuki hari ketiga residensi Daur Subur, saya bersama teman-teman Komunitas Gubuak Kopi melakukan perjalanan singkat ke beberapa tempat, kali ini menuju beberapa kedai kopi yang ada di Kota Solok. Meskipun terkendala cuaca yang gerimis, saya bersama dengan Biki dan Irvan terus menunggu sampai hujan mereda. Hingga pukul 13.15 WIB kami segera bergerak dari Rumah Tamera, markas Gubuak Kopi, menuju Naluri Coffee untuk bertemu pemiliknya, Ari. Sampai di sana ia telah menunggu kedatangan kami. Biki kemudian menjelaskan masksud sore itu, bahwa Daur Subur sedang mengumpulkan wadah tambahan untuk kompos, yang nantinya akan dibuat bersama warga Kampung Jawa. Kemudian setelah perbincangan singkat itu kami membawa sekitar 10 box bekas ice cream. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Satu Satu Sembilan Coffee, bertemu Asep yang menyambut hangat kedatangan kami, mereka menyumbangkan 7 box serupa. Jadilah Saya, Biki dan Irvan membawa total 17 box bekas ice cream dengan gembira.

Bagi saya Daur Subur tak hanya berbicara merespon lingkungan semata, entah itu dalam proses pengelolahan sampah plastik dan limbah dapur saja. Di balik itu ia juga menjadi ajang pertukaran pengetahuan anak muda Solok dan saling berkontribus untuk kota ini. Menularkan ide dan keresahan yang sama, dan membangun supporting system dengan caranya sendiri. Salah satunya kawan-kawan yang memiliki usaha kopi di Solok, mereka ikut berdiskusi meski tidak terlibat langsung dengan kegiatan Daur Subur, dan sudah semestinya keterlibatan ini tak hanya di dalam komunitas tetapi juga merangkul segala elemen di masyarakat, dan ini yang sedang saya lihat. Kemudian bersama-sama memikirkan respon terkait sampah yang terus bertambah, sementara tempat pembuangan yang minim dan tak memadai akan menjadi keresahan bersama, belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan. 

Dalam riset Komunitas Gubuak Kopi sebelumnya, sirkulasi sampah di Kampung Jawa masih belum berjalan efektif. Titik-titik penumpukan sampah tidak merata, bak sampah yang sering melimpah membuat sampah-sampah berserahan menimbulkan persoalan lain. Akhirnya sempat bak sampah dihilangkan. Sementara kalau kita langsung ke TPA, kita akan melewati portal-portal, ratusan sapi yang kadang mengejar manusia, dan anjing-anjing liar. Belum lagi pengolahan sampah-sampah di TPA yang belum baik. Pemisahan sampah organik dan anorganik masih sulit terjadi, termasuk limbah-limbah air lindi yang tidak mencapai proses ideal, harus mengalir di sungai Batang Lembang, menuju Singkarak.

Kembali ke perjalanan hari ini, respon baik muncul, kedua tempat kopi yang kami kunjungi memberikan box bekas ice cream dengan sukarela. Semoga perbincangan hangat sore ini turut didengar dan tersebar untuk kembali menghidupkan semangat baik dan sensitivitas kita terhadap lingkungan.

***

Setelah berhasil membawa 17 wadah kompos dari dua tempat, saya diajak Biki dan Irvan berhenti di Rumah Suhey. Di sana ternyata sudah ada beberapa kawan-kawan Gubuak Kopi yang tengah membantu persiapan sesuatu sesuatu. Pemandangan unik menyambut saya yang tak pernah tahu bahwa di Solok terdapat rumah untuk kerajinan nan rutin membuat tas dari pandan, dengan dipadukan manik-manik sehingga terkemas sangat rapi dan menarik. Pelakunya adalah ibu-ibu kreatif Solok dan dari desa-desa sekitar, ada energi positif yang mereka bangun di tempat yang disebut Galeri ini. Saya mengobrol dengan ibu Patricia dan Amelia membantu mereka memajang baju terbuat dari songket untuk diletakkan pada pergelaran nanti. 

Sudah pukul 16.00 WIB akhirnya kami pamit menuju Rumah Tamera sekaligus membawa wadah kompos untuk segera dibersihkan. sebagian kawan-kawan Gubuak Kopi tetap tinggal membantu persiapan pameran yang akan diadakan dalam waktu dekat. 

Tidak hanya berhenti di sana, perjalanan ketiga dilanjutkan menuju rumah Buya Khairani, usia beliau sekitar 70 tahun, tokoh masyarakat di Kampung Jawa. Wilayah ini hadir dari bebagai macam latar belakang, ada yang menetap, ada juga yang hanya singgah untuk sekedar peristirahatan. Sore itu bersama dengan kawan-kawan Gubuak Kopi kami hadir menjalin silaturahmi. Ini selalu dilakukan Gubuak Kopi setiap ada tamu-tamu yang akan berkegiatan di Solok. Karena Daur Subur kali ini memiliki wajah-wajah baru, yang mana proyek ini sebelumnya telah berlangsung hingga jilid ke tujuh. Buya salah satu warga yang juga aktif membantu-bantu program Daur Subur selama ini. Tidak hanya itu, beliau kerap datang ke Rumah Tamera untuk meminjam buku ataupun saling bertukar buku bacaan dengan kawan-kawan, menyeduh kopi sembari mengobrol. Wah, saya kira mestinya hal seperti ini juga banyak hadir di berbagai ruang mana pun. 

Interaksi antara anak muda dan orang tua tentunya akan berbeda. Keseharian Buya adalah berladang, coba saja masuk ke dalam pekarangannya, kawan-kawan akan langsung melihat berbagai jenis tumbuhan di sekitar rumah Buya. Sore itu beliau menceritakan bahwa cukup banyak jenis kompos yang pernah beliau coba, yang pertama melalui proses pembakaran, pembusukan, dan kompos jenis cair.

Kompos dengan metoda pembakaran yaitu dedaunan yang telah kering kemudian dikumpulkan, dan buat penggalian, media yang dipakai Buya adalah menggali tanah untuk melanjutkan proses pembakaran, kemudian ditutup dan dilakukan penyaringan kepada daun yang dibakar tersebut, dan dibakar lagi sehingga abu yang telah tercampur tanah itu siap dijadikan pupuk. Metoda kedua, yaitu dengan membusukkan sampah dapur, dan yang ketiga kompos cairan berupa air kelapa dan air beras. Di air beras terdapat kandungan zat perangsang tumbuh yang sangat berhuna untuk tanaman yaitu Vitamin B1 dapat memacu perpanjangan akar, begitulah penjelasan Buya, ketika saya dan kawan-kawan datang. Buya mengaku mendapatkan kebahagian sendiri ketika bisa melakukannya bersama-sama anak muda. “Ruang gerak dan berpikir mesti terus kita jaga, salah satunya adalah dengan kreativitas terhadap isu lingkungan,” kalimat penutup Buya yang membuat saya semakin ingin banyak belajar terhadap isu lingkungan dan berproses di Daur Subur.

Sarah Azmi (b. Padang, 1998), biasa disapa Sarah mulai menulis sejak tahun 2016. Puisinya banyak diposting melalui media Instagram dengan nama pena Sarah Azmi. Ia aktif membacakan puisinya dalam iven di beberapa kota di Sumatera Barat. Ia pernah memenangkan lomba baca puisi se-Kota Padang. Sekarang sedang fokus menulis, terutama puisi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.