Landik, Sebuah Perlombaan Layangan

Mungkin hampir tiap minggunya, perhelatan layangan digelar di lokasi ini. Adalah sebuah lapangan yang berukuran setengah lapangan bola kaki.  Terletak di Jalan Lingkar Utara, Solok, di pinggir jalan sebuah lahan yang sepertinya akan dibangun sebuah bangunan besar atau mungkin perumahan. Jalan Lingkar ini, sering kali menjadi jalur pilihan warga sekitar untuk sekedar jalan-jalan santai di sore hari. Sejumlah kendaraan akan terparkir di sepanjang jalan kawasan ini. Mereka tidak meninggalkan motornya seperti orang-orang memarkirkan kendaraan mereka di toko-toko atau pusat perbelanjaan. Mereka mendudukinya selama menonton perlombaan layangan berlangsung dari pinggir jalan.

Perlombaan layangan ini juga sering disebut dengan “Landik”. Mereka akan bertarung dengan yang lainnya memanfaatkan angin sebagaimana adanya. Meskipun seorang akan bertugas untuk mencari arah angin. Pencari arah angin ini akan menginstruksikan kepada peserta lomba, kemudian mengatur posisi peserta sesuai atau dengan arah yang berlawanan dengan arah angin. Siapa yang paling jauh, ya dia lah pemenang. Dan biasanya akan ada ronde-ronde berikutnya, hingga matahari tenggelam. 

Selain pencari arah angin, posisi penting lainnya adalah si penangkap layangan yang putus, mereka berjumlah cukup banyak. Berlari sekaligus menebak kemana arah layangan akan mendarat. Biasanya mereka akan diberikan imbalan berupa uang tip oleh si pemilik layangan. Dengan senang hati dan berlari secepat pikiran mereka menebak arah layangan yang dibawa angin. Kebanyakan pengejar layangan ini berusia remaja, sesuai semangatnya.

Sore hari adalah waktu yang biasa digunakan, iya, mungkin tidak terlalu panas dan waktu yang senggang pula bagi mereka menikmati perlombaan ini. Selayaknya penyelenggara acara lainnya, mereka memiliki sebuah posko, yang juga digunakan untuk memberi aba-aba. Dari posko itulah salah seorang dari panitia akan berteriak menghitung mundur untuk memulai menaikkan layangan.

Layangan disini (Solok-Sumatera Barat) memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda dengan layangan di Bali, maupun daerah lainnya. Kebanyakan  layangan ini berukuran lebar kurang lebih 1 m dan tingginya sekitar 1m dan ukuran yang menyesuaikan dengan tinggi badan layangan.

Jika kita perhatikan tiap bulannya di lokasi ini juga pernah diadakan “Dog Speed” sebuah perlombaan  anjing dengan lari tercepat. Dibantu seekor babi yang akan memancing mereka untuk berlari sekencang-kencangnya. Ada kriteria tersendiri untuk balapan anjing ini, hanya anjing yang benar-benar akan berlari lebih cepat dari biasanya.

Perlombaan pacu anjing oleh pemuda Solok. (Foto: @solokmilikwarga/gubuakkopi, 2020)

Lokasi lapangan ini adalah tanah yang tidak ditumbuhi rumput merata. Melainkan tanah merah yang akan sangat becek jika terkena hujan. Ditambah lagi dengan arena khusus yang akan diinjak-injak anjing berlari. Sayangnya, di lokasi ini belum terlihat pengelolaan sampah yang baik dari sisa-sisa jajanan ringan. Akhirnya pemandangan sehabis acara adalah sampah yang berserakan. Sampah memang masalah yang jelas bagi lingkungan, tapi sebelum benar-benar akan berdampak pada lingkungan dia sudah nyata polusi bagi mata. 

Berbeda dengan Landik, panitia penyelenggara “Dog Speed” menyediakan hadiah satu unit sepeda motor bebek untuk pemenang. Hadiahnya selalu dipajang di posko panitia, dengan harapan semangat dan lari anjingnya secepat keinginan untuk memiliki sepeda motornya. Jika doorprize di Bank-bank konvensional hadiahnya terpanjang aman di bagasi, meskipun diletakkan begitu saja di luar ruangan. Ya, karena bank memiliki standar keamanannya sendiri, memiliki beberapa orang satpam yang bergantian menjaga keamanan bank.

Namun, jika kamu lihat bagaimana cara panitia penyelenggara kegiatan ini mengamankan doorprize-nya adalah dengan berjaga di lokasi, siang hingga malam. Bagi saya yang hampir setiap hari bolak-balik menempuh jalur ini, mereka terlihat sebagai event organizer ‘olahraga rakyat’. Memutar pikiran dan melihat lagi kegiatan yang akan diselenggarakan minggu ataupun bulan depan. Atau mungkin bisa jadi kita akan melihat apa yang sebelumnya pernah diperlombakan akan diadakan di lokasi ini.

Related Post:

M. Biahlil Badri (Solok, 1996). Biasa disapa Adri. Salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi. Sempat berkuliah di ISI Padangpanjang. Sekarang aktif mengelola akun @solokmilikwarga, sebuah metode pengarsipan yang dikembangkan Gubuak Kopi melalui platform Instagram, dan juga aktif menulis untuk beberapa media di Sumatera Barat. Ia juga merupakan salah satu partisipan kegiatan Daur Subur di Parak Kopi (2019), kolaborator Pameran Kesejarahan Kurun Niaga bersama Gubuak Kopi (2019). Saat ini selain di Gubuak Kopi, ia juga mengelola kelompok musik Papan Iklan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.