Mengunjungi Lumbung Komunitas dan Lumbung Istano Basa

Sabtu, 22 Juli 2023, pagi ini setelah sarapan, para partisipan bersiap-siap menaiki bus 2 bus yang sudah terpakir di depan kantin. Seperti hari kemaren, Alahan Panjang kembali cerah. Hari ini kami bersama-sama akan bertandang ke sejumlah titik, melihat lanskap Solok, Singkarak, ke istana Pagaruyung, dan ke Bukittinggi sembari bertemu kawan-kawan kolektif di sana. Perjalanan pertama kami mulai ke markas Komunitas Gubuak Kopi di Kota Solok. Sebagian besar partisipan Majelis Akbar Lumbung Indonesia belum pernah ke markas kami sebelumnya. Kami senang sekali bisa mengajak teman-teman untuk bertandang ke rumah sederhana kami. Durasi perjalanan sekitar satu jam, sepanjang jalan para peserta berkaraoke dan menikmati lanskap Solok yang sedang cerah.

Sesampai di Komunitas Gubuak Kopi, kami bercerita tentang praktik dan keseharian kami di sini, sembari menikmati kopi. Hanya saja para partisipan kesulitan mencari tempat duduk, sebab beberapa barang-barang dan kursi-kursi kami bawa ke Alahan Panjang. Markas ini kami namai Rumah Tamera, kami sudah disini sejak tahun 2019. Komunitas Gubuak Kopi menyewa tanah dan membayar sewa dengan membangun gedung atau ruangnya satu per-satu. Rumah Tamera kami jadikan ruang yang terbuka untuk publik dan komunitas/kolektif untuk membuat kegiatan-kegiatan kreatif di sini. Selain Komunitas Gubuak Kopi beberapa kelompok juga menjadikan ini markas mereka, antara lain: Bareh Solok Creative City Network, Band Papan Iklan, Band Orkes Taman Bunga, Sinema Pojok, dan kelompok Puisi Lingkar Utara.

Sewaktu kami nongkrong, kami juga kedatangan Uni Pat dari Parak Botuang Space yang kemaren juga hadir memasak rendang di Vila Cemara Danau Kembar, Alahan Panjang. Ia membawakan para partisipan potongan besar lamang pisang. Semacam beras ketan yang dicampur pisang, dimasak dengan teknik “malamang” atau dibakar menggunakan bambu talang dengan ruas yang panjang. Selain itu ia juga membawakan beberapa bumbu mentah rendang untuk teman-teman yang juga ingin masak rendang di kampungnya masing-masing.

Setelah berfoto-foto di Rumah Tamera – Komunitas Gubuak Kopi, kami melanjutkan perjalanan untuk makan siang di tepian Danau Singkarak. Danau terbesar di Sumatera Barat. Sejak tahun 2015 kawan-kawan di Komunitas Gubuak Kopi juga aktif mengamati perkembangan danau ini, khususnya melihat tarik ulur antara persoalan sosial, lingkungan, budaya, ekonomi dan pariwisata di lokasi ini. Pada tahun 2018, teman kami Albert Rahman Putra menerbitkan hasil penelitannya terkait danau Singkarak dalam bentuk buku “Sore Kelabu di Selatan Singkarak”. Buku ini diterbitkan oleh Forum Lenteng dalam program Akumassa Bernas, menyajikan 11 catatan mendalam dari prespektifnya sebagai warga, mengenai kesalingkaitan situasi sosial, ekonomi, politik dan dampaknya pada degradasi lingkungan.

Rumah makan yang kami singgahi itu bernama “Pangek Sasau”, salah satu menu favoritnya adalah ikan bilih, ikan endemic Danau Singkarak, pensi (kerang danau), dan juga ikan Sasau yang dimasak dengan gaya “pangek”. Setelah makan kami bertolak ke Istano Basa Pagaruyung. Bus mendaki pebukitan dan jalanan berkelok-kelok. Mungkin karena kekenyangan banyak juga para partisipan yang tertidur, sementara yang lain lanjut berkaraoke.

Di Istano Basa Pagaruyung, selain berfoto-foto tentu kami coba memperhatikan model arsitektur rumah adat Minangkabau, dan juga “rangkiang” yang menjadi lumbung dalam kesatuan rumah adat Minangkabau. Walaupun lumbung dalam konteks forum Lumbung Indonesia tidak hanya persoalan fisik dan materil, tapi tentu menarik untuk melihat langsung “lumbung” secara bentuk di konteks budaya Minangkabau. Kawan-kawan menikmati ruang istana dan beberapa kawan penasaran untuk mencobakan pakaian adat Minangkabau.

Setelah puas di Istano Basa Pagaruyung, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Bukittinggi. Di sini selain makan malam, kami juga hendak bertemu dengan salah satu kolektif yang ada di sana, yakni Ladang Rupa. Mereka sudah menunggu di Jam Gadang. Selain bersilaturahmi, kawan-kawan juga menyempatkan membeli oleh-oleh, sebab besok beberapa kawan sudah harus kembali ke kota masing-masing. Kami pulang sudah pukul sebelas malam. Para peserta sudah lelah dan ketiduran sepanjang jalan.

Halaman Majelis Akbar Lumbung Indonesia

Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.