Berendang-rendang dahulu, berlumbung-lumbung kemudian

Seperti yang direncanakan hari ini, Jumat, 21 Juli 2023, para peserta majelis akan mengikuti workshop membuat rendang yang akan dipandu oleh teman-teman dari Komunitas Gubuak Kopi, tepatnya mengikuti resep koki andalan kami, yakni, Volta Ahmad Jonneva. Pagi itu, kami anggota majelis berbagi tugas, mengupas bawang, memotong bawang, mencuci daging, menyiapkan rempah, dan menyiapkan tungku dan kayu untuk masak bersama. Beberapa kawan menunggu giliran tugas mengaduk rendang sembari ber-yoga dan ngobrol-ngobrol, tentunya diiringi pelan musik-musik orkes minang 50-70an.

Hari itu juga diagendakan bertemu dengan teman-teman dari komunitas lokal Solok yang ingin berkenalan. Beberapa kawan sebenarnya sudah datang satu persatu tadi malam dan malam-malam sebelumnya. Pagi itu sudah datang Uni Pat dari komunitas Parak Batuang Space dan Uni Mel dari Bareh Solok Creative City Network (BSCCN). Sembari berkenalan ngobrol bersama kawan-kawan dari luar kota, mereka pun tidak tahan untuk terlibat membuat rendang.

Setelah semua bahan selesai disiapkan, Volta dan Badri mulai menyalakan microphone dan menarik perhatian semua orang ke area kajang. Kajang adalah sebutan warga Solok, untuk area dapur temporer untuk kebutuhan masak bersama atau bakureh, baik itu pada helatan adat, helatan gotong royong, nikahan dan sebagainya (Baca juga: Bakureh Project). Hal serupa juga berlaku di Majelis Akbar Lumbung Indonesia ini. Kajang sesederhana atap terpal yang berdiri oleh tiang-tiang kayu sebesar tongkat pramuka, yang diikat tali, diregang dengan tali. Kajang sengaja dibuat terbuka tanpa dinding, agar yang memasak tidak terkurung bersama asap. Tapi biasanya di kajang akan tersedia beberapa helai tipleks atau seng seukuran A3 atau lebih besar, untuk menghambat angin yang terlalu kencang ke arah tungku, agar api tetap menyala dengan merata.


Volta mulai menginstruksikan bahan-bahan yang perlu dimasukan, perbandingan santan dan bumbu-bumbu lainnya. Daging dan bumbu mulai dimasukan ke kuali. Para peserta ingin terlibat mengaduk rendang secara bergantian. Sebab, memang rendang yang dikenal sebagai masakan tahan lama ini, juga dimasak dengan durasi yang cukup lama. Biasanya rendang layak dimakan setelah 4-6 jam dan sebaiknya terus diaduk, agar daging empuk merata, bumbu tidak lengket atau mengering di wadah.

Seperti halnya pada masak untuk helatan komunal di kampung-kampung kami, kajang atau area dapur selalu ramai. Biasanya ibu-ibu dan bapak-bapak akan bergosip, bersenda gurau, dan ber-bagi pengetahuan di area ini. Bahkan tidak jarang perjodohan juga terjadi di sini. Tapi, kali ini di kajang obrolan tidak jauh seputar rendang dan konteks pertemuan antar komunitas dari berbagai kota juga.

Siang itu, dua unit bus sudah parkir di dekat villa, siap untuk mengantarkan para peserta yang ingin shalat jumat ke masjid. Sementara yang lain pergi shalat, yang tersisa tetap melanjutkan mengaduk rendang. Setelah shalat, para partisipan makan siang kantin secara bergantian. Beberapa juga tengah menikmati cuaca yang cerah siang itu. Bersantai sejenak di pinggir danau dan menggelar tikar di bawah pohon.


Sekitar pukul 14.00 WIB para peserta diajak kembali berkumpul di area teduh, di bawah pohon besar yang tidak jauh dari kajang, sembari menggelar tikar. Kali ini majelis melanjutkan kembali diskusi semalam yang belum selesai, yakni mengenai konsep dan teknis karya bersama yang hendak dipresentasikan dalam pameran bersama Pekan Kebudayaan Nasional, Oktober 2023 nanti. Setelah lebih dari satu jam, kawan-kawan sudah mendapat kesepakatan untuk dieksekusi beberapa minggu kedepan. Diskusi selesai berbarengan dengan redang yang sudah siap disantap. Tapi kami sengaja menyimpannya terlebih dahulu untuk hidangan makan malam.

Sore itu kami meninggalkan area villa dengan dua bus yang sudah disiapkan. Kami bertandang ke salah satu produsen kopi yang cukup ternama di Solok, yakni Solok Radjo. Mereka punya perkebunan kopi yang dikelola oleh koperasi warga petani kopi: Koperasi Solok Radjo. Mela Prima, salah seorang mahasiswa magister Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, dalam tesisnya menyebutkan bahwa: Koperasi Solok Radjo mampu memutus mata rantai yang panjang dari jaringan perdagangan konvensional dan menciptakan perdagangan satu pintu sehingga petani dapat diuntungkan dari segi harga. Selain menciptakan harga yang menguntungkan bagi petani, koperasi juga mengedukasi petani tentang budidaya kopi yang baik sehingga kualitas kopi yang dihasilkan juga baik dan kuantitas biji kopi yang dipanen juga meningkat. Selain itu, antusiasme petani untuk berkebun kopi juga meningkat (Nusantara: Jurnal ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 6, 2019).

Perjalanan ke Solok Radjo ternyata cukup menegangkan untuk dilewati menggunakan bus. Jalanannya cukup sempit, melawati perkampungan, perbukitan, dan perkebunan. Kami menempuh perjalanan sekitar 40 menit. Untung saja cuaca yang cerah dan lanskap alam yang bagus, serta kepercayaan diri pak sopir membuat kami bisa melewati pejalanan dengan terkesan. Oh, satu lagi, berkaraoke di sepanjang jalan!

Halaman Majelis Akbar Lumbung Indonesia

Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.