Memediasi Kreativitas yang Tertunda

Catatan Tamera Showcase #3

Merefleksi pengalaman 10 tahun Komunitas Gubuak Kopi berkegiatan di Solok, kota kecil ini sering kali ditinggalkan banyak anak muda kreatifnya. Ini biasa kita maklumi, karena memang infrastrukturnya belum cukup mendukung produksi-produksi kreatif seperti umumnya di kota besar. Begitu juga dengan model ekosistem kreatifnya, yang juga belum kita pahami. Jadi tidak heran juga banyak yang lebih memilih merantau, atau pindah ke kota tetangga seperti Kota Padang, Bukittinggi, dan Padangpanjang.

Sejak berdirinya Gubuak Kopi, kita berupaya menghadirkan berbagai produksi artistik, yang mendayagunakan ruang kota sebagai ruang proses ataupun presentasi, disamping rumah-rumah dan gedung serba guna. Bersama teman-teman di Solok, kita juga tetap berupaya memediasi keinginan untuk memiliki ruang bersama, termasuk memediasi aspirasi ini dengan pemangku kebijakan dalam berbagai pertemuan. Sering kali kesan gayung bersambut muncul, namun belum kunjung direalisasikan. Barangkali memang kebijakan belum berpihak pada kebutuhan ini, sekarang. Sering kali terdengar pemangku kebijakan ingin mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan ke kota kecil ini, tetapi juga membiarkan anak-anak mudah bermigrasi ke kota lain.

Pada tahun 2019, secara independen kita bersama anak-anak muda Solok lainnya mendirikan Rumah Tamera – Solok Creative Hub. Sebuah ruang sederhana untuk mendukung praktik artistik anak-anak muda Solok. Berkolaborasi dan berbagi. Tanpa mengenyampingkan potensi ruang kota sebagai bagian dari proses artistik, di Rumah Tamera kita juga mengundang teman-teman di Kota Solok untuk memanfaatkan ruang ini. Merealisasikan proyek-proyek independen mereka dan mempresentasikanya di Tamera Showcase.

Akhir tahun 2020 lalu, Verdian Rayner mengusulkan beberapa nama untuk mengisi Tamera Showcase yang ke-3. Sebuah program pameran berkala yang digagas oleh teman-teman di Rumah Tamera – Solok Creative Hub. Pameran ini telah berlangsung dua kali. Pada nomor pertama kita menghadirkan Leni Marlina, yang juga mengikuti mentoring selama sebulan yang didampingi oleh Komunitas Gubuak Kopi. Leni mempresentasikan proyek fotografinya dalam tajuk showcase: Rumah Bermain Arah.

Pada nomor kedua yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan situasi PSBB yang menghambat kita untuk melakukan pertemuan fisik. Situasi ini medorong kita menyiasatinya dengan mendayagunakan fitur media online, seperti website dan fitur penayangan langsung. Nomor kedua itu diisi oleh Verdian Rayner dengan judul: Dialog Garis Kilometer.

Verdian saat ini juga tergabung dalam ekosistem Rumah Tamera, dan menjadi tim kurator bersama Volta Ahmad Jonneva untuk program Tamera Showcase berikutnya. Untuk mencapai tujuan Tamera Showcase Verdian tertarik untuk menghadirkan nama-nama yang mungkin selama ini tidak dekat dengan lingkungan seni, tapi memiliki praktik kreatif atau praktik artistik yang cukup intens, dan menarik diapresiasi.

Beberapa waktu lalu, Verdian menyebut tiga nama, yang kemudian ia dan Volta mengerucutkannya menjadi dua nama. Mereka adalah Mr. Gremb dan Chica Maris. Belakangan semenjak pandemi, menurut Verdian, ia melihat pandemi dan situasi “Work From Home” menjadi waktu luang untuk para pekerja kantoran untuk mengaktivasi kebiasaan-kebiasaan kreatifnya. Termasuk dua nama yang sebutkan Verdian.

Verdian mengamati kebiasaan ini dari media sosialnya. Hal tersebut juga saya sadari belakangan, seperti halnya kehadiran Tenggara Street Art Festival dan rangkaian workshopnya untuk memantik semangat kreatif dan DIY untuk menghadap normal baru yang terdampak ke semua sektor. Dari pengamatan media sosial itu, menjelang akhir tahun 2020, kami mengundang dua teman ini ngobrol-ngobrol ke Rumah Tamera, sebelum akhirnya kita memutuskan dua teman ini akan mengikuti showcase, dan tentu juga ingin mengetahui kesediaan mereka untuk terlibat dan mengerucutkan projectnya pada tema-tema spesifik.

Sejak itu, Volta dan Verdian mulai berkomunikasi dan berkunjung secara intens melihat perkembangan proses dua teman ini. Mr. Gremb sehari-hari ia bekerja sebagai seorang Sekretaris Lurah di Kelurahan Tanjung Paku, Kota Solok. Pejabat muda lulusan IPDN ini kini juga mengelola sebuah barbershop miliknya di Kota Solok. Sebelumnya, ia juga aktif di komunitas motor custom dan senang membuat ilustrasi-ilustrasi. Sebagian besar ilustrasinya dekat dengan dunia motor custom dan juga barber. Image yang hadir dalam setiap ilustrasinya sangat menarik, seperti halnya “dunia mimpi” dan sekilas terlihat sureal.

Sementara Chica, adalah seorang pengajar di Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Ia juga menjabat sebagai ketua prodi untuk Jurusan Bahasa Inggris. Ia juga suka memasak dan senang memajang masakan-masakan yang segar dan sangat tertata secara visual itu di media sosialnya. Namun, belakangan ia juga mulai mempublis karya-karya lukisnya. Ia senang melukis di kanvas-kanvas kecil belakangan. Dalam kanvas itu hadir image kecerian kecil di sebuah landscape, seperti dunia mimpi ataupun negeri dongeng. Salju, senja, cemara, dan seterusnya. Film-film anime dongeng sering kali menginspirasi dia.

Dua nama ini kemudian sepakat untuk dimediasi melalui Tamera Showcase. Membuat proyek-proyek independen berkelanjutan dan memberi posisi seni lebih dari skedar waktu luang. Kita berharap menemukan kembali garis-garis imaji yang lebih segar ataupun gerakan baru yang mengakselerasi semangat kreatif dari mereka dan mempresentasikannya kembali di tahun selanjutnya.

Sabtu, 20 Maret 2021 lalu, di halaman Rumah Tamera, teman-teman sudah berkumpul. Sore itu itu juga hadir teman-teman dan adik-adik dari pesantren Darut Thalib, Pak RT, Pak RW, dan teman-teman komunitas lainnya. Volta dan Verdian menyampaikan pengantarnya dan membuka pameran. Sore itu, hanya ada Mr. Gremb, sementara Chica masih dalam masa pemulihan karena sakit. Pameran ini akan berlangsung hingga 27 Maret nanti. Selain itu, juga ada rangkaian program, seperti Artist Talk oleh dua seniman, teman-teman yang tidak sempat menonton bisa menyaksikan tayangan ulangnya di instagram @rumahtamera. Penutupan pameran juga kita isi dengan pengenalan agenda kreatif “Dokufest”. Sebuah festival film dokumenter yang dikelola oleh teman-teman komunitas di Sumatera Barat, bersama Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat.

Portfolio page: Tamera Showcase #3 – Fusion

Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert, adalah seorang penulis, kurator, dan pegiat budaya. Merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dengan fokus studi pengkajian seni karawitan. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Manager Orkes Taman Bunga. Tahun 2018 bersama Forum Lenteng menerbitkan buku karyanya sendiri, berjudul Sore Kelabu di Selatan Singkarak. Ia merupakan salah satu kurator muda terpilih untuk program Kurasi Kurator Muda yang digagas oleh Galeri Nasional Indonesia, 2021.

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.