Perjalanan Membeli Ikan Mas

Catatan Sinema Pojok spesial sinema Iran

Pada penayangan reguler 14 Oktober 2019 lalu, Sinema Pojok memutar filem The White Ballon (1995), yang sudatradarai oleh Jafar Panahi.  The White Ballon adalah sebuah filem yang berangkat dari kisah seorang gadis kecil yang berumur 7 tahun. Ia bernama Razieh dan memiliki keinginan membeli seekor Ikan mas cantik yang gemuk. Sama halnya dengan gadis kecil lainnya, Razieh terus meminta ibunya untuk memberikan uang untuk membeli ikan mas itu, tapi sang ibu tak kunjung memberikannya uang. Namun dengan bantuan sang kakak yang mencoba merayu ibunya, akhirnya Razieh pun mendapatkan uang dari ibunya sebesar 500 Tomans untuk membeli ikan mas. Tetapi, untuk mendapatkan ikan mas itu tidaklah mudah, Razieh harus menghadapi beberapa rintangan. Rintangan ini mengantarkan kita untuk melihat beberapa narasi-narasi sosiologis tentang masyarakat sebuah sebuah kota dan situasi ekonominya.

Pada saat Razieh mendapatkan uang dia langsung pergi untuk membeli ikan, sewaktu keluar dari rumah dia mampir dulu untuk melihat pertunjukan atraksi ular, ketika seorang laki-laki tua pekerja pada sebuah pertunjukkan ular yang mengambil uangnya. Namun, Razieh terus berupaya memintanya kembali. Setelah melihat gadis kecil itu menangis, akhirnya laki-laki itupun mengembalikan lagi uangnya. Selanjutnya, ketika Razieh sampai pada sebuah toko yang menjual ikan mas, tiba-tiba Razieh mendapati uangnya telah tidak ada di dalam toples yang dipegangnya. Dengan usaha yang kuat sambil menghapus air matanya, akhirnya Razieh terus mencari-cari uang itu. Dengan bantuan seorang nenek, Zarieh mencoba mencari uangnya lagi, di perjalanan akhirnya Razieh menemukan uangnya terjatuh di dalam gorong-gorong di depan sebuah toko.

Sayangnya, toko tersebut tutup dan Razieh pun tidak mengetahui alamat si pemilik toko tersebut. Kemudian ketika sedang asyik mencoba mengambil uang tersebut, bertemulah ia dengan kakaknya. Razieh pun menceritakan bahwa uang yang diberikan ibunya telah jatuh ke dalam gorong-gorong. Tidak ingin melihat adiknya menangis, Ali sang kakak pun langsung mencari bantuan kepada orang sekitar. Tetapi, mereka sibuk dengan aktifitas masing-masing tanpa memperdulikan keadaan Ali dan Adiknya. Ketika sang kakak sibuk mencari alamat sipemilik toko, datang seorang tentara yang ingin memberikan bantuan pada Zarieh, di saat mereka asik mengobrol tentara pun bercerita tentang dirinya yang tidak bisa pulang kampung untuk melihat adiknya dan keluarganya.

Tak ingin menyerah, Ali terus mencari cara untuk dapat mengambil uang itu dari dalam gorong-gorong. Kini usahanya menemukan sebuah kayu panjang yang dapat memancing uang itu dengan menempelkan perekat untuk menarik uang tersebut. Ali yang melihat seorang penjual balon yang mengikatnya pada sebuah kayu panjang, langsung menghampirinya. Namun, si penjual balon mengira Ali seorang pencuri yang ingin mengambil dagangannya. Akhirnya pertengkaran pun tak dapat dihindari. Si penjual langsung menuduh Ali sebagai pencuri dan langsung memukul serta mendorongnya. Namun, Razieh tidak tinggal diam. Ia terus melindungi kakaknya dan berusaha melerai pertengkaran itu sambil berkata lirih. Kemudian, si penjual balon pun bersedia membantu mereka berdua. Ternyata keberuntungan itupun belum memihak kepada Razieh dan Ali, karena mereka tidak memiliki permen karet untuk menjadi perekatnya, agar uang yang di ambil dari dalam gorong-gorong itu dalam menempel pada tongkat.

Ali tetap tidak berhenti berusaha, kini, Ia meminta adiknya dan si penjual balon untuk menetap pada tempat itu dan meminta menunggunya sampai ia kembali dan membawa permen karet. Ali berlari, melewati setiap lorong serta menerobos hujan untuk mendapatkan permen karet. Namun, Ali tak kunjung mendapatkannya dan ia pun kembali. Kemudian, ketika Ali sampai, ia mendapati adiknya tanpa si penjual balon. Dengan nada kecewa Ali bertanya kepada adiknya. ternyata si penjual pergi sesaat untuk menjual dagangannya, dan Razieh kurang nyali untuk menahannya.

Akan tetapi, tiba-tiba dari kejauhan terlihat sosok si penjual balon yang menghampiri mereka, namun kali ini ia memegang tongkatnya dengan sisa balon putih yang terikat. Si penjual balon pun langsung mengeluarkan permen karet dari sakunya dan meminta Ali dan Razieh untuk bergegas mengambil uang mereka dari dalam gorong-gorong dengan menempelkan permen karet. Selanjutnya, setelah sekian banyak rintangan dan usaha yang dilakukan sang kakak beradik ini, akhirnya mereka pun mendapatkan kembali uangnya dan langsung membeli ikan mas tersebut dengan senyuman.

Screen Capture: The White Ballon (Jafar Panahi, 1995)

Di akhir pemutaran filem, Muhammad Riski salah satu penonton, sangat mengapresiasi mengenai filem tersebut, dengan kesederhanaan mengenai cerita yang pilih Jafar Panahi. Hanya denga sebuah keinginan seorang anak kecil yang ingin punya ikan mas dia bisa membingkai dan mengantarkan kita melihatkan kehidupan kota Iran pada masa itu. Albert Rahman Putra salah seorang peserta menonton menambahkan, dengan filem ini secara tidak sadar kita bisa melihat bagaimana dinamika kehidupan sosial di sana pada saat itu,  bagaimana Jafar Panehi memilih sebuah pekerjaan dan peristiwa yang dia shoot, yang dia putuskan untuk hadir dalam filem seperti, pertunjukan ular, penjual roti, penjahit dan pertemuah si anak dengan seorang tentara yang tidak mempunya biaya untuk merayakan tahun baru di rumahnya. Hal serupa juga disadari oleh penonton lain. Hampir sebagian besar gambar memiliki keputusan yang tidak sia-sia.

Sinema Pojok adalah ruang tontonan dan belajar filem alternatif hadir setiap miggu. Selama beberapa minggu ke depan, Sinema Pojok akan menghadirkan sejumlah filem-filem Iran yang dikurasi oleh saya sendiri, untuk melihat bagaimana situasi sosial-ekonomi-politik di sana melalui filem.

Volta Ahmad Jonneva (Kinari,1995) lulusan Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Aktif sebagai salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi sejak tahun 2015. Salah satu pendiri Layar Kampus, sebuah inisiatif ruang tonton alternatif di kampusnya. Tahun 2018 lalu, ia juga terlibat sebagai tim kuratorial pameran Kultur Sinema - ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. 2019, ia mengkuratori sebuah pameran stikel bertajuk "Lem In Aja" bersama Rumah Ragam di Kota Padang. Ia juga merupakan salah seorang partisipan program Milisifilem di Forum Lenteng Jakarta (2019).

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.