Media Kreatif dan Fenomena di Sekitar

Catatan hari ketiga Lokakarya Literasi Media: Daur Subur di Parak Kopi

Rabu, 19 Juni 2019, seperti beberapa hari sebelumnya, hari ini saya kuliah di pagi harinya karena harus mengikuti UAS (ujian akhir semester), dan pulang ke Surau Tuo AMR (Asosiasi Mahasiswa Arrasuli) di siang harinya sesudah shalat zuhur. Pada hari keempat ini masih dalam agenda yang sama yakni kolaborasi Surau Tuo AMR dan Komunitas Gubuak Kopi dalam rangakaian Daur Subur di Parak Kopi. Kami melakukan kegiatan seperti tiga hari sebelumnya, melakukan kegiatan berdiskusi yang mana kali ini telah diundang seorang pemateri, yakni mahasiswi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Jurusan Desain Komunikasi Visual yaitu Mia Aulia. Ia nantinya akan mengisi materi mengenai kolase dan teknik membuatnya. Ia memulainya dengan memperkenalkan apa itu kolase, beberapa poin penting tentang kolase, dan beberapa karyanya, yakni video kolase atau moving image dengan teknik stop motion yang berjudul Aksi Reaksi (2018) dan video undangan pernikahan kakakanya beberapa hari lalu.

Hari beranjak sore, setelah memperkenalkan secara singkat tentang kolase barulah dimulai memperaktekkan langkah-langkah dalam membuat kolase. Kesempatan pertama ini kita akan membuat kolase tempel di media kertas, belum yang berbentuk moving image. Dipimpin oleh pembawa acara, yaitu Bang Volta, kami dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok diberi beberapa lembar koran, kertas putih seukuran A3, pisau, gunting, dan penggaris. Kelompok terdiri dari 3-4 orang yang dipilih dengan cara berhitung 1 sampai 3. Kelompok sesuai nomor urut yang disebutkan oleh masing-masing partisipan. Ketika saya mendapat giliran menyebut angka tiga berarti saya di kelompok 3, dan seterusnya.

Selanjutnya, saya sendiri masuk dalam kelompok 3 terdiri dari empat anggota yaitu  Bang Albert, Kakak Mia, Haikal, dan Holil. bertugas membuat kerangka gambar yang disusun dari beberapa gambar untuk membuat kolase. Ada beberapa langkah dalam membuat kolase, langkah pertama yang kami lakukan ialah memotong beragam gambar yang akan disusun, langkah kedua mendiskusikan isu-isu yang akan diangkat di dalam kolase, langkah ketiga menyusun dan menempelkan gambar pada kertas putih berukuran dua kali A3.

Hari semakin sore, malam akan segera datang. Kami bersiap-siap membereskan peralatan dan sisa dari koran yang sudah dipotong-potong tadi. Setelah itu partisipan istirahat dan mandi.

Setelah shalat isya berlalu, seperti biasa kami makan bersama, dan sesudah makan para partisipan melanjutkan materi sebelumya, dikarenakan tiga kelompok yang  membuat dan menyusun gambar tadi sudah menyelesaikan karyanya. Setiap kelompok mempersentasikan hasil dari kolase gambarnya, kelompok kedua terlebih dahulu mempresantasikan hasilnya yang bertemakan ‘judi bola’. Setelah itu giliran kelompok pertama. Mereka mengangkat persoaalan ‘pencitraan’, dan kelompok ketiga, membahas isu-isu persoaalan tentang kewibawaaan dan keindahan.

Seusai berakhirnya presentasi, kami melanjutkan agenda kuliah umum tentang “Fenomena Keagamaan di Sumatera Barat”. Materi ini diisi oleh Robby Kurniawan. Salah seorang anggota Surau Tuo Institute di Yogyakarta. Kebetulan ia juga melakukan penelitian tentang fenomena keislaman di Indonesia dan Sumatera Barat.

Dalam diskusi itu, pemateri langsung menghadikan slide kesimpulan yang kemudian akan diurai dalam diskusi. Ada tiga poin penting terkait fenomena itu, pertama, sulit mengatakan masing-masing organisasi keislaman di Sumatera Barat berlaku ideologis dengan paham keagamaannya. Kedua, watak Minangkabau menetralisir perilaku statis dan bongongan. Dan ketiga, poin nomor 2) lah yang terus ‘diselimuti’. belakangan ini, sebagai tantangan keberagamaan di Sumatera Barat.  .

Mengingat moderator meminta narasumber membahas persoaalan ideologi di organisasi-organisasi Islam di Sumatera Barat, seperti yang tengah ia riset. Terkait tema itu Robby mengatakan perlu sedikit membahas persoalan tentang apa itu idelogi, dan idelogi itu berbeda dengan falsafsah. Idelogi secara garis besarnya membicarakan politik pengetahuan yang mana sifatnya tidak netral lagi, sudah punya kepentingan. Sedangkan filsafah, pelakunya disebut filsuf. Ini membicarakan esensi kehidupan, jadi diterangkan bahwa organisasasi keagamaan di Sumatera Barat itu tidak terlihat tidak terlalu mengedepankan ideologi akan tetapi persoaalan tentang falsafah. Organisai keagamaan yang ada di Sumatera Barat, yang terhubung ke pusat sebagai cabang, tidak selalu patuh dengan apa yang diimplentasikan di pusat, karena di Sumatera Barat ia cendrung disesuaikan dengan falsafah masyarakat Minangkabau.

Skemanya, kira-kira seperti ini: Teks Keagamaan (misal, Alquran) kemudian akan dianalisis dengan pertembangan, raso, pareso, alua, jo patuik (rasa, periksa, alur, dan kepatutan), lalu praktek. Biasanya, kalau capaian tertinggi itu adalah menjadi “benar”, tapi dalam hidup bermasyarakat di Minangkabau tetap perlu kepatutan.

Benar kalau kita perlu mengingatkan orang untuk melakukan kebaikan, tapi kita kita perlu mempertimbangkan kepatutan atau kepantasan bahasa dalam menyempaikannya.

Setelah panjang lebar menjelaskan Fenomena Keagamaan Islam yang ada di Sumatera Barat, dan malam pun sudah meranjak larut, dengan habisnya materi yang didiskusikan, maka selesailah membahas persoaalan Fenomena Keagamaan. Materi ini memang tidak secara khusus akan kita tindak lanjuti selama lokakarya. Materi ini perlu kita ketahui sebagai bagasi, situasi bermedia dan keagamaan hari ini dan kaitannya dengan latar kita sebagai bagian dari warga di Sumatera Barat yang sebagaian besar berasal dari sekolah keagamaan. Diharapkan, organisasi ataupun mahasiswa di kampus berbasis keagamaan dapat berfokus merespon situasi di sekitarnya dengan cara dan medium yang tepat, dengan tetap sadar akan situasi sosial, budaya, dan kearifan lokal. Tapi agenda harian belum selasai, masih ada penyampaikan hasil observasi hari ketiga yang telah dilakukan pada siang hari tadi.

Siang tadi, kita dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari tiga orang untuk melakukan observasi lingkungan sekitar Parak Kopi. Kelompok pertama dinamakan kelompok Mawar, pasukannya adalah Bang Risky, Bang Dayu, dan Novi. Kelompok kedua dinamakan kelompok Melati, pasukannya adalah Bang Zekal, Bang Badri, dan Holil.

Di perjalanan masing-masing kelompok menemukan beberapa hal yang menarik, kelompok mawar menceritakan, pertemuannya seorang bapak yang tengah melakukan penjualan kangkung, melihat kandang sapi yang mirip dengan kerbau dan menemukan gerobak sate di dekat jalan kerumah Pak RT. Setelah itu kelompok Melati, mengobservasi di ladang kangkung salah satu milik warga Parak Kopi. Setelah merasa sudah cukup kelompok Mawar pulang dengan melewati jalan yang berbeda. Temuan-temuan ini kami jadikan sebagai pemetaan awal dalam mengenali lingkungan sekitaran Parak Kopi.

M.Fikri Haikal (Sei, Piring, 1999) biasa dipanggil haikal, saat ini sedang berkuliah di UIN Imam Bonjol Padang Fakultas Syariah Prodi Hukum Keluarga. Hobi bermain catur dan pernah aktif di perkumpulan catur Pasar Ateh Bukittinggi. Selain itu ia juga tergabung dalam paguyuban alumni Tarbiyah Islamiah, yakni Surau Tuo AMR.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.