Mendesain Program Literasi di Komunitas

Padang, 27 Maret 2019 lalu, salah seorang pegiat Gubuak Kopi, yakni Albert Rahman Putra mengisi salah satu agenda kuliah umum untuk mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang. Kegiatan ini dimulai tepat pukul 10.00 WIB di Aula FIB, UNP dengan tema “Kuliah Tamu: Medesain Program Literasi di Organisasi Masyarakat”.

Pagi menjelang siang itu saya turut hadir menemani Albert. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan mahasiswa semester 4, beberapa dosen, ketua jurusan, dan dekan fakultas. Dalam sambutannya, Dekan berharap para mahasiswa dapat mempelajari kegiatan atau program pendidikan alternatif yang dikerjakan oleh komunitas-komunitas. Gubuak Kopi adalah salah satunya.

Kuliah umum itu dimoderatori oleh dosen pengampu mata kuliah Desain Program Pendidikan, yakni Bapak Alim Harun Pamungkas. Dulu semasa kuliah di Seni Rupa UNP, ia juga merupakan dosen saya untuk matakuliah Filsafat Pendidikan. Ia masih muda dan cukup update dengan perkembangan pendidikan yang diusung oleh komunitas-komunitas. Kuliah itu ia buka dengan memperkenalkan latar belakang Albert, dan kenapa ia mengundangnya untuk mengisi kuliah kali ini.

Albert mengawali materinya dengan menjabarkan bagaimana mulanya ia dan teman-temannya mendirikan Komunitas Gubuak Kopi. Bahwa komunitas ini pada awalnya ia peruntukan sebagai kelompok belajar mengenal kebudayaan lokal di Solok secara khusus, dan Sumatera Barat secara umum. Sejak berdirinya tahun 2011, kelompok ini terus berkembang dan menyusun program-program baru. Albert kemudian menjelaskan program-program yang ada di Gubuak Kopi, bagaimana teman-teman di Gubuak Kopi menyusunnya dan kemudian melaksanakannya.

Sebagai kelompok belajar yang kini dikelola oleh sebagian besar orang-orang dengan latar belakang akademisi seni, maka kerja-kerja pendidikan di Gubuak Kopi tidak lepas dari pandangan-pandangan kesenian maupun perayaan kesenian itu sendiri. Tidak jarang orang-orang membaca kegiatan pendidikan literasi media di Gubuak Kopi juga sebagai praktek atau gerakan kesenian.

Albert menegaskan, dalam kegiatan di Gubuak Kopi ini pada dasarnya kesenian digunakan sebagai metode belajar maupun mengajar. Biasanya setiap tema yang diusung oleh Gubuak Kopi merupakan kelanjutan dari tema sebelumnya, kemudian kita lanjutkan dengan riset awal, dan mendalaminya dalam bingkaian proyek seni. Di sinilah kita mengundang para partisipan dari beragam komunitas maupun pegiat budaya yang aktif untuk berpartisipasi berlajar besama. Para pegiat ini diharapkan nantinya juga dapat mengembangkan di komunitasnya ataupun bersama teman-temannya.

Selain itu, biasanya kita juga mengundang narasumber-narasumber ahli dari berbagai kampus untuk memperkaya pandangan para partispan. Setiap tahapan belajar kita tutup dengan kegiatan presentasi publik, seperti pameran, perhelatan seni multimedia, dan produksi buku catatan proses.

Bentuk belajar lainnya di Gubuak Kopi adalah melalui program Sinema Pojok yang berlangsung sejak 2015 lalu. Program ini menghadirkan filem-filem penting dunia yang diakui secara kritik ataupun penelitian. Kegiatan ini dilaksankan setiap minggu, dengan diskusi membahas isu yang diusung, sejarah, kebudayaan, dan tentang estetika filem itu sendiri. Kemudian ada juga program Remaja Bermedia, yang mengajak remaja untuk mengenal cara kerja media dan berkreativitas menggunakan teknologi media yang akrab dengan mereka.


Merespon pertanyaan dari teman-teman mahasiwa, Albert menekankan beberapa hal yang penting disadari sebelum menentukan program, seperti menyadari modal yang kita miliki, terutama modal sosial, apa yang menjadi kebutuhan kita sebagai bagian dari warga, dan apa persoalan yang ingin kita respon. Selanjutnya kelas-kelas dilakukan sambil bermain, intim, dan intens.

Siang itu, saya juga berbagi beberapa pengalaman dan pandangan saya selama terlibat di Gubuak Kopi. Terutama, bagaimana melihat cara lain bagi saya mengembangkan ilmu seni rupa yang saya pelajari di kampus agar lebih berguna untuk mengenali kebudayaan dan lingkungan, dan mungkin juga berguna untuk merespon persoalan sekitar, tanpa terjebak dalam praktek seni yang ekslusif dan kaku.

Selain menjabarkan tentang kegiatan belajar di Gubuak Kopi, Albert juga memberi contoh kegiatan pendidikan alternatif lainnya yang ia ketahui, antara lain kegiatan yang diusung oleh Forum Lenteng (Jakarta) dan Yayasan Pasirputih (Lombok).

Siang itu, Albert menutup kelasnya dengan memotivasi kawan-kawan mahasiwa agar memposisikan komunitas atau kelompok belajar juga sebagai pemenuhan kebutuhan kita sebagai bagian dari warga untuk belajar, dan kemudian mengerjakan bersama-sama.


Volta Ahmad Jonneva (Kinari,1995) lulusan Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Aktif sebagai salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi sejak tahun 2015. Salah satu pendiri Layar Kampus, sebuah inisiatif ruang tonton alternatif di kampusnya. Tahun 2018 lalu, ia juga terlibat sebagai tim kuratorial pameran Kultur Sinema - ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. 2019, ia mengkuratori sebuah pameran stikel bertajuk "Lem In Aja" bersama Rumah Ragam di Kota Padang. Ia juga merupakan salah seorang partisipan program Milisifilem di Forum Lenteng Jakarta (2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.