Amplifikasi Kejeniusan Lokal di Palu

*Artikel ini merupakan digitalisasi arsip yang sebelumnya telah dipublikasi di koran Haluan edisi Sabtu-Minggu / 8-9 September 2018, kolom Budaya (hlm 20), dengan judul “Gubuak Kopi pada Pekan Seni Media” merupakan laporan kegiatan yang dirilis oleh Albert Rahman Putra, dkk ,disusun oleh Redaktur kolom Budaya, koran Haluan.


Pekan Seni Media adalah salah satu perhelatan seni media terbesar di Indonesia. Pekan Seni Media digagas oleh Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan dan tahun ini bekerja sama dengan Pemeritahan Provinsi Sulawesi Tengah, serta didukung oleh Forum Lenteng dan Forum Sudut Pandang. Tahun ini, Komunitas Gubuak Kopi yang berbasis di Solok, Sumbar, ikut terlibat.

Kegiatan ini terselenggara di Taman Budaya Sulawesi Tengah, Palu, berlangsung dari 26 Agustus hingga 2 September 2018. Kegiatan dibuka oleh Gubernur Sulawesi Tengah dan Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Koran Haluan edisi Sabtu-Minggu / 8-9 September 2018, kolom Budaya (hlm 20)

Dalam kegiatan ini Gubuak Kopi terlibat mengisi pameran dengan menghadirkan sejumlah arsip-arsip dari program Daur Subur, yang kemudian ditata kembali dalam ruang pamer. Arsi-arsip tersebut antara lain menghadirkan puluhan sketsa teknologi pertanian masa lampau di Sumatera Barat. Sketsa-sketsa ini adalah studi tentang teknologi pertanian masa lampau yang dikerjakan oleh para partisipan Program Daur Subur sejak Juni 2017 lalu. Narasinya digali dari ingatan para warga dan petani, selain itu juga ada beberapa sketsa yang mana teknologinya masih bisa kita temukan sekarang.

Pemanfaatan medium sketsa ini sangat signifikan untuk melihat praktek pemanfaatan medium-medium berkesenian sebagai metode dalam membicarakan persoalan-persoalan lokal. Sketsa-sketsa ini disajikan secara sederhana yang ditata didinding bersama dengan satu buah televisi yang memutarkan salah satu koleksi Vlog Kampuang Gubuak Kopi, yakni sebuah video yang dibuat oleh warga pengguna telepon pintar dalam menggali narasi-narasi lokal, video yang dipamerkan tersebut menyajikan obrolan bersama salah seorang petani di Padang Sibusuk yang menggarap lahan disekitaran lahan-lahan yang telah mati oleh pertambangan emas.

Selain itu, instalasi karya Daur Subur dalam pameran ini dilengkapi dengan sebuah meja kerja yang di atasnya bertumpuk puluhan skestsa, catatan-catatan riset, sebuah proyektor yang menghadirkan playlist karya video warga tengah memanfaatkan hasil dari satu pohon kelapa. Seperti, pengambilan buah kelapa dengan memberdayakan beruk, cara mengupas kelapa, hingga pemanfaatan daun kelapa sebagai bahan bakar untuk memasak.

This slideshow requires JavaScript.

Di meja pamer itu juga terdapat sebuah telepon pintar yang terhubung pada sebuah earphone dan memutarkan komposisi bunyi aktvitas manggaro (petani mengusir burung) yang sangat musikal.

Dalam Pekan Seni Media tahun ini, selain pameran juga terdapat agenda lainnya, seperti pertunjukan seni multimedia, kelas musik, lokakarya multimedia, tur edukasi, dan artist talk. Dalam agenda artist talk bertajuk “Meta Local Genius” panitia menghadikan 5 seniman yang terlibat antara lain, Adel Maulana Pasha (Paus – Jakarta), Yusuf Ismail (Flux.cup – Bandung), Rahmadiyah Ama Tria Gayatri (Serrupa – Palu), Anwar Jimpe Rahman (Tanah Indie –  Makassar), dan Albert Rahman Putra (Gubuak Kopi – Solok).

Kembali pada Gubuak Kopi. Dalam pameran ini dihadirkan karya berupa instalasi ruang kerja yang menyajikan proses-proses dan upaya menemukan medium-medium yang lebih relevan untuk membicarakan persoalan lokal, diantaranya terdapat citraan bunyi dan visual.

Terkait hal ini, seni berkembang sebagai metode dan alat untuk mengamplifikasi persoalan-persoalan yang tengah kita sorot. Dalam Program Daur Subur, yang pada dasarnya berfokus pada upaya distribusi pengetahuan lokal terkait pertanian dan lingkungan, menggunakan kesenian untuk menarik atensi dan keterlibatan warga untuk mengkritisi persoalan di sekitar.

Artist Talk: Meta Local Genius – Kiri ke kanan: Adel Maulana Pasha (Paus – Jakarta), Yusuf Ismail (Flux.cup – Bandung), Rahmadiyah Ama Tria Gayatri (Serrupa – Palu), Anwar Jimpe Rahman (Tanah Indie – Makassar), Albert Rahman Putra (Gubuak Kopi – Solok), dan moderator Otty Widasari (Forum Lenteng – Jakarta).

Jabaran menarik juga disampaikan oleh seniman lainya, seperti komunitas Serrupa yang mengangkat karya Project Bunga Matahari, yang juga memposisikan kesenian sebagai kampanye pemanfaatkan bunga matahari untuk merespon Kota Palu yang panas dan banyaknya pertambangan emas, serta untuk dikembangkan sebagai icon kota. Begitu pula komunitas Tanah Indie dari Makassar, yang menggunakan medium-medium seni dalam mengkritisi kebudayaan urban.

Dalam diskusi, kurator juga memparkan pembacaannya terkait perkembang seni media di Asia, yang tumbuh sangat beragam dan spesifik. Atau dalam catatan kuratorialnya, ia menuliskan: Dalam praktik seni berbasis teknologi, atau yang sering disebut seni media, kemampuan bertahan dengan melakukan eksperimentasi teknologi dalam konteks lokal, sudah sangat jamak. Ketimpangan kultural dalam memandang teknologi (modernitas), adalah keunikan yang khas di Nusantara. Budaya ‘ngoprek’ yang sering dikenalkan oleh seniman seni media, merupakan praktik eksperimentasi ‘mengakali’ modernitas itu dengan intuisi kemanusiaan yang sangat lokal. Lalu, ada apa dengan Palu dan Sulawesi Tengah? Kota ini sangat penting dibicarakan bukan hanya soal ‘buaya berkalung ban’, yang sempat viral beberapa waktu lalu. Kawasan Sulawesi Tengah ini menyimpan banyak kejeniusan lokal, yang perlu kita baca, gali dan hadirkan dalam konteks sekarang.

Situs megalitik di Taman Nasional Lore, Lembah Bada membuktikan sejarah panjang peradaban dan kebudayaan masyarakat Sulawesi Tengah. Local Genius yang menjadi tema Pekan Seni Media tahun ini, sangat relevan dalam melihat perkembangan kerja-kerja seni dan kebudayaan di sini. Istilah yang dikenalkan oleh Quaritch Wales, berangkat dari pembacaan empiris masa lampau masyarakat yang mengalami proses akulturasi, di mana kebudayaan setempat menerima pengaruh di luar mereka. Local genius adalah cultural identity, identitas/kepribadian budaya yang menyebabkan sebuah bangsa mampu menyerap dan mengolah kebudayaan di luar mereka sesuai watak dan kejeniusan sendiri.

Pekan Seni Media sendiri dikuratori oleh Hafiz Rancajale dengan co-kurator Andang Kelana, serta menghadirkan 25 seniman media nasional. Pekan Seni Media tahun ini diberi tajuk “Local Genius”. Seperti yang disampaikan kurator dalam pengantarnya:

Foto bersama seniman partisipan Pekan Seni Media 2018

Pekan Seni Media Palu: Local Genius, merupakan upaya membaca bagaimana ekperimentasi-eksperimentasi kelokalan dapat mampu memberikan warna baru dalam perkembangan seni kontemporer. Eksperimentasi itu dilakukan oleh berbagai seniman yang tidak lagi terpusat di wilayah tertentu—terutama Jakarta, Bandung dan Yogyakarta—sebagai pusat perkembangan seni modern Indonesia. Seni kontemporer memberikan peluang yang sangat luas untuk penggabungan kemungkinan-kemungkinan kelokalan, baik secara bentuk maupun konteksnya.  Praktik ekperimentasi lokal dapat dibaca sebagai kemampuan untuk bertahan dari budaya luar, mengakomodasi unsur-unsurnya, mengintegrasikannya dengan budaya lokal, mengendalikan, dan tentu saja mampu menentukan arah perkembangan kebudayaan di masa depan.”

Dalam pengantarnya Hafiz menegaskan keterlibatan seniman-seniman ini adalah hasil dari proses riset kurasi yang ia lakukan sejak beberapa tahun ini. Para seniman, menurutnya tidak hanya individu atau kolektif yang aktif saja, melainkan juga berpengaruh dalam perkembang seni media nasional, bahkan internasional.

“Seniman-seniman yang dihadirkan dalam pameran ini, dipilih berdasar kecenderungan artistik, eksperimentasi (antar) medium dan metode berkaryanya dalam membicarakan perkembangan seni berbasis teknologi saat ini. Karya seni multi-media, seni kinetik dan bebunyian dalam pameran ini yang dihadirkan oleh para seniman, merupakan pembacaan ulang akan keadaan sosio-kultural masyarakat dan sejarah yang melatarinya. Dengan pola interaktif dan penggabungan ragam medium yang ditampilkan dalam bentuk instalasi yang menguatkan kemampuan eksperimentasi dan kriya tiap seniman.”*

Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.