Yang Katanya Taman Satwa

Taman Satwa Kandi, saya mengenal tempat ini pada awal tahun 2014 lalu. Waktu itu saya bersama teman-teman menikmati liburan. Saya tidak tahu ternyata di bagian tepi (utara) kota yang terkenal sebagai salah satu tambang batu bara tertua di Indonesia ini, memiliki sebuah taman satwa yang juga ada wahana permainannya. Saat masuk ke taman satwa ini pertama kali, saya mendapat kesan ternyata luas taman satwa ini tidak lebih luas dari yang saya bayangkan. Saya kira ini belum sesuai standar taman satwa yang ada di Indonesia seperti yang tertuang di PERMENHUT No P.31 Tahun 2012 Pasal 1 tentang luasan taman satwa yang sekurang-kurangnya 2 Hektare.

Belum lagi kandang-kandang yang penampakanya terlalu kecil untuk satwa. Seakan tidak ada ruang gerak yang cukup untuk satwa-satwa ini, terutama satwa seperti harimau, orang utan, dan lainnya. Pengunjung yang datang juga tidak terlalu banyak, mungkin karena saya datang pada hari kerja. Namun semua pemikiran itu saya tinggalkan, karena tujuan saya waktu itu bukan untuk mengkritisinya, saya hanya ingin menikmati liburan bersama teman-teman.

Setelah 4 tahun berlalu, Maret 2018 lalu, saya kembali lagi ke sini untuk melihat seperti apa perkembangan taman satwa ini. Saya pun juga datang di waktu hari kerja, sama seperti sebelumnya. Tapi ada beberapa perubahan yang tampak, namun bukan ke arah yang saya harapkan. Perubahan itu seperti, kondisi kandang yang masih sempit untuk beberapa satwa, tidak ada perluasan taman satwa, kebersihan kandang satwa, pelayanan yang baik dari petugas.

Wisatawan terlihat sangat sepi. Kalau kita datang dari arah Kota Sawahlunto, kedai-kedai yang ada di sebelah kanan tampak tutup, padahal pada waktu kedatangan saya sebelumya deretan kedai yang ada disana terlihat buka, meskipun bukan pada waktu liburan. Sekarang hanya beberapa kedai di seberang yang masih buka, itu pun hanya beberapa.

Setelah masuk, pada bagian awal masih terlihat tidak ada perbedaan antara tahun 2014 dan tahun 2018 ini kondisi kandang masih sama, tidak terlalu luas untuk beberapa satwa, kebersihan kandang juga masih belum ada perubahan, dan pelayanan yang masih kurang baik, mungkin itu karena tempat ini masih sepi seperti dulu atau memang pengelola tidak memahami seperti apa standar sebuah taman satwa itu sendiri, atau tidak seperti apa yang saya pahami dengan apa yang tertuang di dalam PERMENHUT No. P.31 Tahun 2012 tentang lembaga konservasi.

Lalu saya memutuskan berkeliling untuk melihat hewan-hewan yang ada di sana, lagi-lagi saya dikejutkan dengan perubahan baru yang juga tidak dibayangkan. Sebuah kandang yang dulu saya lihat ada dua ekor unta berpunuk satu sekarang diisi dengan kura-kura. Entah kemana unta-unta yang saya lihat waktu itu. Belum habis pertanyaan dalam fikiran, saya dikejutkan lagi dengan munculnya seekor kanguru di dalam kandang kura-kura itu.

Lagi-lagi fikiran saya diisi oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat rasa penasaran saya tidak bisa berhenti. Kenapa bisa kanguru ada di sana? Apa selama 4 tahun belakangan taman satwa ini menambah jumlah satwa yang akan di isi? Tapi kenapa hanya ada satu ekor? Dan dari mana pihak pengelola bisa mendapatkan satwa itu? Karena yang saya tahu di pelajaran sekolah dulu kanguru merupakan hewan asli Australia, butuh perjalanan panjang juga untuk sampai ke Indonesia belum lagi menuju Sumatera Barat.

Apakah kanguru ini memang didatangkan langsung dari negara asalnya? Atau kanguru ini hewan selundupan yang tertangkap BKSDA dan kemudian dititipkan ke taman satwa ini? Pikiran itu saya coba simpan sejenak dan kembali melanjutkan berkeliling ke bagian depan taman satwa ini. Saya juga melihat-lihat kandang buaya, ada seekor buaya yang sedang berjemur di cuaca yang cukup panas pada hari itu, nampak dari kepala sampai ekor buaya itu terdapat semacam tumpukan debu yang mengeras dan menyatu dengan kulit buaya itu, mungkin itu berasal dari debu yang berada di sekitar taman satwa, jadi saya tidak mau berasumsi terlalu banyak karna mungkin itu hal yang wajar.

Setelah itu saya bertemu dengan seekor orangutan yang masih kecil. Di bagian luar kandang ada spanduk yang menyebutkan bahwa namanya adalah Mike. Saya kemudian mencoba mengabadikan Mike dengan kamera handphone. Dia sangat lucu, di saat saya mendekat, dia mulai aktif bergerak seperti anak kecil yang sedang memanggil saya untuk mengajak bermain bersama. Tapi kenapa Mike harus dikurung dikandang kecilnya? Kenapa tidak dibiarkan bermain diluar kandang? Apa karena diluar kandang kecil itu tidak ada atap dari besi yang menjadi pembatas? Padahal diluar kandang kecil itu ada beberapa ayunan yang bisa dimainkan oleh Mike. Sementara di sebelah kandang Mike ada dua buah kandang siamang, yang mereka terlihat bergerak secara aktif meloncat kesana kemari dengan kandang yang diberi atap dari besi sebagai pembatas yang berada di luar kandang kecil mereka. Saya merasa sedih kenapa orangutan dikurung seperti itu. Entahlah, mungkin saat saya datang belum jam keluarnya Mike dari kandang atau memang Mike tidak diperbolehkan untuk keluar kandang kecilnya.

Setelah dari kandang Mike dan saya berjalan melewati kandang siamang saya melihat ada sebuah kandang baru yang diisi oleh beberapa landak. Kandang landak itu mengeluarkan bau tidak sedap yang sangat menyengat hidung, sepertinya itu berasal dari kotoran landak. Saya tidak tahgu pasti apakah pengelola dan petugas di sini dirawat dengan pembersihan secara rutin? Tampak sekali dengan jelas bagaimana beberapa pengunjung yang baru datang mempercepat langkah mereka berjalan untuk menghindari menghirup lebih lama aroma kandang yang tidak sedap itu.

Saya pun mempercepat langkah melewati kandang landak itu, kemudian berhenti di antara kandang orangutan dewasa di sebelah kiri saya dan beruang madu di kandang sebelah kanan saya. Saya melihat beruang yang duduk di sudut sebuah bangunan dan orangutan yang berbaring dengan posisi menelungkup di bawah lindungan bangunan yang memiliki atap, namun saya lebih terfokus pada orangutan dewasa yang ada di sebelah kiri saya, karena saya pertama kali melihat orang utan sebesar itu mungkin 3 kali ukuran manusia dewasa. Dalam ingatan saya pun pada tahun 2014 itu saya rasa tidak melihat ada orangutan yang besar itu, mungkin saya lupa atau saya tidak fokus ke arah depan kebun binatang itu karena saya dan teman-teman saya pada waktu itu langsung menuju ke belakang kebun binatang untuk bermain wahana paint ball.

Saya mencoba menyapa orangutan dewasa itu, tetapi tidak ada respon, dia hanya berbaring dengan posisi menelungkup dibangunan yang memiliki atap, mungkin karena cuaca yang sangat panas membuat orangutan itu menjadi malas untuk bergerak. Lalu saya mencoba mengelilingi kandang orangutan itu, di saat saya beraa di batas kandang orangutan dengan kandang yang ada di sebelahnya, saya kaget ternyata ada satu lagi orangutan yang berlindung di bawah bayangan dinding yang ukuranya lebih kecil sedikit dari ukuran orangutan yang satunya mungkin 2 kali ukuran manusia dewasa. Di saat mencoba menyapa orangutan yang lebih kecil, orangutan yang satunya mulai melakukan pergerakan dengan turun dari bangunan yang memiliki atap dan menuju kearah orangutan yang lebih kecil itu, di tengah jalan menuju orangutan yang lebih kecil itu ada sebuah tiang yang terbuat dari beton, orangutan yang lebih besar itu menggoyangkan tiang itu dengan mudahnya, seakan ingin memberikan saya peringatan untuk tidak mendekat ataupun mengganggu mereka, hal itu membuat saya terkejut dan membayangkan begitu luar biasanya kekuatan orangutan yang besar itu.

Karena tidak mau berlama-lama, saya berjalan ke sebelah kadang orangutan itu. Saya mengira akan melihat satwa di dalamnya, namun ternyata kandang tersebut seperti kosong, saya mencoba memukul-mukul besi pembatas kandang dengan pengunjung dengan tangan saya untuk mencoba memancing keluar satwa yang ada di dalamnya namun ternyata memang tidak ada satwa di dalamnya dan saya memutuskan kembali untuk melihat kandang beruang madu yang sebelumnya sudah saya lihat. Saya mencoba memutari kandang itu karena waktu awal saya melihat beruang madu itu dia membelakangi saya dan berada berseberangan dari posisi saya berdiri. Setelah sampai di seberang dari posisi awal saya melihat kandang beruang madu ini, saya langsung bertatapan dengan beruang madu itu, saya sedikit merasa was-was, karena jarak posisi beruang itu duduk dibangunan persegi dengan tembok pembatas kandang tempat saya berdiri sangat dekat, saya merasa bisa saja beruang madu ini melompat dan ke tepi batasan kandang dan menjangkau saya dengan kuku nya yang tajam.

Saya mencoba menyapa, namun tidak ada respon, hanya memperlihatkan ekspresi yang seakan ingin menjelaskan berbagai hal, dari pandangan yang saya lihat, saya memiliki banyak asumsi, apakah dia merasa kepanasan dan kehausan? Atau dia mencoba mencari cara keluar karena tidak nyaman dengan kandang nya? Atau dia merasa kesakitan? Karena saya lihat pada bibirnya ada benjolan yang saya tidak tahu itu karena apa. Entahlah, saya tidak tau apa makna ekspresi itu yang jelas beruang madu itu hanya tetap duduk di bawah terik matahari. Kemudian saya kembali ke tempat awal dan ingin menuju ke bagian belakang kebun binatang untuk melihat apa ada perubahan seperti ini juga di bagian sana. Saya kembali melewati kandang landak yang tadi tercium bau yang sangat menyengat. Di saat saya mendekati kandang siamang lagi, ternyata ada pekerja yang sedang mengaduk campuran semen dan pasir yang sepertinya akan digunakan untuk memperbaiki kandang siamang, padahal sebelumnya pekerja itu tidak ada di sana, mungkin dia baru datang dalam fikiran saya. Saya menghampiri pekerja tersebut,

“Pak” tegur saya

Yop” (Ya)

Pak sia namo orangutan yang gadang tu tu pak? (Pak, siapa nama orang utan yang besar itu pak?)

“Si Rambo” jawanya ramah

Yang ciek lai sia namonyo tu pak? (Yang satu lagi itu siapa namanya pak?)

“Kalau itu Si Botak namonyo” (Kalau itu sibotak namanya)

Pertanyaan itu saya ajukan karena saya tidak menemukan tanda pengenal yang memuat nama satwa dan penjelasan mengenai satwa tersebut seperti di taman satwa pada umumnya. Kemudian saya juga tidak lupa menanyakan tentang hal-hal yang mengusik saya dari awal saya masuk ke taman satwa ini. Yang ingin saya ketahui mengenai kandang kosong yang bersebelahan dengan kandang Si Rambo dan Si Botak.

Yang di sabalah kandang si rambo jo si botak tu kandang apo pak? (Yang disebelah kandang si rambo dan si botak itu kandang apa pak?)

Itu kandang harimau mah (Itu kandang harimau)

Kama harimau nyo pak? (Kemana harimaunya pak?)

Lah mati (Sudah mati)

Mati dek apo emangnyo pak? (Mati karena apa pak?)

Dek di racun tu mah (Karena di racun itu)

“Iyo pak? sia yang maracun nyo pak? (Siapa yang meracunya pak?)

Urang-urang siko juo nyo (Orang-orang sini juga kok)

Rasa kaget dan kecewa saya rasakan karena permasalahan internal kebun binatang harus diselesaikan dengan mengorban satwa yang sudah jelas-jelas dilindungi oleh negara. Hal ini sudah dengan tegas tertuang di dalam peraturan Kementerian Kehutanan mengatur tentang fungsi dari lembaga konservasi (PERMENHUT No. 31 Tahun 2012). Namun sepertinya taman satwa ini tidak memahami peraturan menteri kehutanan ini dengan baik.

Kemudian si bapak dengan sendirinya menceritakan hewan-hewan yang mati karena sakit yang dulunya saya lihat pernah ada mengisi beberapa kandang di kebun binatang ini.

“dulu unto ado duo ikua mah tapi lah mati, tu gajah pun ciek lah mati” (Dulu unta dua ekor mati, lalu gajah satu ekor juga mati)

“dek apo mati nyo tu pak? Diracun lo?” (Karena apa matinya pak? Di racun pula?)

“ndak itu dek sakik” (tidak, itu karena sakit)

“dek apo sakik nyo pak?” (karena apa sakitnya pak?)

“Ntah kurang tau lo pak” (bapak juga kurang tau)

“mang ndak ado dokter hewanyo do pak?” (Mang tidak ada dokter hewanya pak?)

“dulu ado tapi tigo bulan takao karajonyo habis tu nyo baranti ntah dek apo” (Dulu ada tapi cuman bertahan 3 bulan habis itu dia berhenti, tidak tahu apa alasanya)

Nama bapak itu adalah Siman dan dia seorang pekerja lepas yang di bayar oleh pihak taman satwa untuk memperbaiki kandang maupun membuat kandang baru. Setelah saya merasa semua yang dari awal menjadi pertanyaan saya terjawab, saya kembali melanjutkan tujuan saya sebelumnya untuk melihat kebagian yang satunya lagi dari taman satwa ini dan pamit kepada Pak Siman.

Setibanya di lokasi yang mayoritas merupakan kandang unggas, tanda tanya dan perasaan lucu kembali menghampiri saya ketika saya melihat dua buah kandang, yang pertama kandang yang bertuliskan bahwa itu adalah kandang burung kinari, namun yang di dalamnya ternyata berisi burung balam. Apa burung balam termasuk yang dilindungi? Bukan kah sehari-hari kita sering melihat burung berkeliaran bebas maupun dipelihara individu oleh masyarakat? Kenapa menjadi objek taman satwa? Dan satu lagi sebuah kandang yang tidak memiliki tanda pengenal namun satwa yang ada di sana adalah sejenis ayam kampung, padahal di luar kandang tersebut, berkeliaran dengan bebas ayam-ayam yang memiliki ciri-ciri sama dengan dengan ayam yang ada di dalam kandang unggas tersebut. Sungguh menggelikan melihat penampakan seperti ini, benar-benar ada yang salah terhadap pengelolaan taman satwa ini.

Akhirnya saya sampai diujung yang satunya dari taman satwa ini sebelum memasuki wahana permainan, saya melihat seekor bangau yang tampak sudah sangat tua dengan bulu kepala yang botak dikurung di dalam kandang yang sempit bagi ukuran burung bangau tersebut. Lengkap sudah semua mengenai keadaan taman satwa ini.

Apakah hal semacam ini patut kita biarkan saja? Pantaskah kita memberikan perlakuan buruk terhadap satwa yang dilindungi oleh negara? Apa ini yang namanya taman satwa yang menjadi tempat edukasi bagi pengunjung yang ingin mempelajari tentang satwa? Apa ini namanya perlindungan terhadap satwa yang berada di luar kawasan hutan konservasi seperti yang tertera dalam PERMENHUT No P.31 Tahun 2012?


Tulisan ini merupakan salah satu hasil dari kegiatan Pendidikan Kader Rakyat “Jurnalisme Warga Sebagai Katalis Gerakan Rakyat dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup” yang digelar oleh WALHI Sumatera Barat pada 26-30 Maret 2018.

Penulis: Difa Kurnia
Editor: Albert Rahman Putra

Difa Kurnia, biasa disapa Difa, mahasiswa Geografi Universitas Negeri Padang (UNP). Aktif sebagai volunteer di Perkumpulan Qbar dan tergabung ke dalam divisi kampanye. Selain itu ia juga memiliki ketertarikan dalam bidang musik, olah raga, dan kegiatan jurnalisme warga. Ia merupakan salah satu partisipan dalam Pendidikan Kader Rakyat berbasis jurnalisme warga yang digelar WALHI Sumatera Barat di Sawahlunto (2018).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.