Catatan pengantar Kuratorial Tamera Showcase #5 – Menyusun Mantra. Tamera Showcase adalah salah satu presentasi reguler yang dikelola oleh Rumah Tamera Hub, dalam proyek inisiastif dan proyek-proyek anak muda di Sumatera Barat. Pada seri ke-5 ini, Tamera Showcase menghadirkan Kamarkost.ch salah satu kolektif asal Kota Padang.
Bahasa menjadi identitas pada ‘tubuh’, yang kemudian identitas itu tak lepas dari muatan sekitarnya. Memberi dan menangkap sinyal-sinyal pada ruang dimana tubuh eksis. Dengan begitu, bahasa memuat banyak hal; nilai-nilai, pengalaman, konstruksi sosial, dan segala macam ‘asupan’ tubuh. Sesekali ia juga pantulan dari ruang sadar ataupun tidak. Mengenal sekitar, juga bagian dari mengenal bahasa, berinteraksi dengan sekitar dan mencernanya bersama.
Tamera Showcase kali ini menjadi ruang dialog antara Kamarkost, Ekosistem Rumah Tamera – Gubuak Kopi, dan warga Kampung Jawa. Dialog ini membahas interaksi bahasa mantra, spiritual dan tubuhitu sendiri. Kita mengajak Kamarkost berkenalan dengan lingkungan sekitar Rumah Tamera; melalui tokoh masyarakat dan warganya, mendengar, melihat dan membahas lalu membahasakannya ke dalam tubuh-tubuh sebagai media.
Selama lebih kurang 3 minggu, Kamarkost mengikuti rangkaian berburu babi, yang mana dulunya kegiatan ini dikenal memiliki mantra-mantra untuk si anjing dalam perburuan dan tak jarang juga pada hutan dan seisinya agar proses perburuan berjalan sesuai keinginan.
Mengenal ‘mantra’ melalui bahasanya mengantarkan proses ini melalui perantara-perantara media. Mantra yang kita kenal sebagai ucapan-ucapan yang memuat spiritual, sugesti, magis dan lainya berkembang seiring dengan perubahan manusianya.
Belakangan Kamarkost fokus pada praktek artistik kolase; image, tubuh, kolase bergerak, live kolase, workshop dan lainnya. Merekam sekitarnya lalu mengambil bagian-bagian dianggap penting ke dalam kolase mereka. Menjadi menarik melihat praktik ini ketika tubuh yang sama saat riset, dialog dan proses berkarya menjadi salah satu material kolase. Rekaman-rekaman proses di lokasi perburuan maupun di rumah warga tersebut dibawa ke meja diskusi, untuk mengkritisinya bersama lalu mengambil potongan-potongan dialognya. lalu menyusun sebuah mantra.
Dipercayai bahwa, kata-kata yang termuat dalam matra direkat oleh banyak hal, salah satunya sugesti, diwarnai dengan aksen atau tekanan dan sesuatu yang melekat di tubuh si pembawa mantra, tidak salah juga “harapan yang disematkan kepadanya” adalah maksud mantra. Hari ini mantra itu tetap ada dalam artian bagaimana kita memahami kehadiran nya. Dia akan tetap hadir dalam bentuk dan ‘material’ lain.
–
M. Biahlil Badri,
Solok, Agustus 2022