Dua hari menuju penutupan Pameran Circumstance, 5 November 2021, malam hari nan penuh keramaian di Rumah Tamera, sedang berlangsung Artist Talk #2. Artist Talk ini dimoderatori oleh Amelia Putri dengan tiga narasumber, yaitu Zekalver Muharram, Dika Adrian, dan Taufiqurrahman Kifu. Sesuai judulnya Artist Talk, maka seluruh narasumber merupakan seniman yang berpartisipasi dalam Pameran “Circumstance”.
Dibuka oleh Amel selaku moderator dengan pembukaan yang cukup singkat, mengingat cerita dari para partisipan lebih menarik dan ditunggu-tunggu oleh penonton. Zekalver Muharam menjadi artis pertama yang memperkenalkan karyanya. Bertajuk “Catatan Pertemuan”, ia memvisualkan rentetan perjalanan Daur Subur dalam bentuk gambar dan menambahkan beberapa teks di sela-sela sketsa. Uniknya sketsa yang ia paparkan dalam pameran dibuat langsung di tempat kejadian. Saya melihatnya selalu membawa kertas berwarna kuning dan pulpen bermacam warna kemanapun kita pergi. Awalnya saya pikir ini hanyalah catatan kotor sebagai bahan pembuatan karyanya yang akan dirapikan lagi ketika semuanya sudah terkumpul.
Zekal berpendapat bahwa inti utama dalam karyanya ialah bagaimana kita memaknai proses dan pertemuan. Proses membuat kita saling bertukar informasi dan mendorong kita untuk memiliki wawasan baru. Perjalanan dan pertemuan yang terjadi selama residensi tidak akan lepas dari proses, dan hasil bukan hal utama, melainkan refleksi proses yang dianggap penting sebagai perwakilan dari apa yang telah dilewatkan.
Zekal memiliki kenangan yang cukup berkesan pada salah seorang tokoh, Pakde Tekno. Pakde Tekno memiliki kolam ikan di depan rumahnya. Selain itu pakde juga merupakan pawang kuda lumping, pawang hujan, dan memiliki kemampuan pada pengobatan tradisional, salah satunya dengan adanya tanaman “wali songo” yang berada di sekitar rumahnya serta berbagai tanaman obat lainnya. Menjelang pembukaan pameran, beberapa dari partisipan Daur Subur menemui Pakde Tekno untuk membantu memindahkan hujan. Awalnya Rumah Tamera yang diguyur hujan lebat, lambat laun hanya tersisa rintikan-rintikan atau gerimis.
Banyak hal yang didapatkan Zekal selama proses ini, ia memiliki ketertarikan khusus pada apa yang dikerjakan oleh Boy, Dian, Badik, dan Biki. Ia menyaksikan bagaimana partisipan-partisipan tersebut melakukan percobaan dalam pemanfaatan kembali sampah rumah tangga.
Beralih ke narasumber kedua, Taufiqurrahman Kifu yang terbang dari Palu, Sulawesi Tengah untuk menjadi seniman residensi di pameran Circumstance ini. Selama dua minggu di Kampung Jawa dan melakukan residensi Daur Subur, ia menemukan dan mendapatkan banyak hal. Di minggu pertama partisipan berkeliling Kampung Jawa, bertemu dan berkenalan dengan warga serta tokoh masyarakat setempat. Ia tertarik pada kebiasaan masyarakat sekitar dalam menyikapi peristiwa dan lainnya secara spiritual. Tak hanya itu, ia menemukan pelajaran baru terkait siasat-siasat yang diinisiasi oleh tokoh masyarakat, misalnya Pak Mardi dengan usaha pengepresan botol plastik.
Proses-proses tersebut ia gores pada kertas berwarna kuning dengan spidol hitam. Ia menganggap bahwa ini merupakan arsip perjalanan. Arsip tidak sepenuhnya berupa tulisan, tapi juga bisa melalui gambar. Berbeda dengan Zekal, bagi Kifu coretan yang ada di kertas kuning bukanlah media utama yang akan ia paparkan dalam pameran. Kifu melakukan replika terhadap gambarnya dengan ukuran yang lebih besar di atas kain dengan warna yang berbeda-beda. Menggunakan tinta cina, ia melukis 22 kain dengan visual sederhana dan abstrak, seperti merpati, jas berwarna hitam, sketsa partisipan, tanaman obat, dan banyak lainnya. Karyanya diberi judul “Bertamu, Bertemu”.
Kain-kain tersebut akan menjadi transisi dari setiap ruang pameran. Secara tidak langsung karyanya berinteraksi pada obyek-obyek pameran, sehingga Kifu memilih untuk meletakkan karyanya di pintu, jendela, dan celah-celah penghubung lainnya. Kifu bercerita bahwa pameran kali ini sangat berbekas di hatinya, karena proses dan presentasi kegiatan ini diikuti oleh warga dan bukan segmentik, sebagaimana pameran-pameran pada umumnya.
Narasumber ketiga dan juga terakhir pada malam ini ialah Dika Adrian atau yang lebih akrab disapa Badik. Pada pameran kali ini ia memilih untuk menggambar di dinding, karyanya diberi judul “Fungsi Baru”. Menurut Badik, ide dalam pembuatan karyanya diperoleh pada pengamatan-pengamatannya di sekitar. Banyaknya sampah yang sebenarnya masih bisa diolah kembali atau digunakan kembali menjadi sesuatu yang lebih bermakna dan berharga. Misalnya wadah bekas ice cream yang dibagikan ke warga sebagai wadah pengomposan.
Selain membuat mural, ia juga terlibat dalam pembuatan batako plastik, yang mana dalam proses tersebut ia sempat mengalami luka bakar di tangannya. Bagi Badik aroma yang ia hirup akibat pembakaran botol plastik merupakan aroma yang ‘menarik’. Hal ini sungguh bertentangan dengan apa yang dirasakan oleh partisipan lainnya. Waktu berlalu begitu singkat, hari pun berganti, jam pun berputar, dan sesekali kami merayakan kesuksesan atas apa yang telah dikerjakan. Mengingat Kifu hanya tinggal beberapa hari lagi di Solok, pagi sebelum artis talk kami mengajaknya jalan-jalan ke Alahan Panjang, melihat kebun teh, danau, kebun stroberi, dan kebun kopi Solok Radjo. “Kita harus ke sini lagi untuk camping”, ujar Kifu di hari kedua sebelum kepulangannya.