Selasa, 21 Mei 2019, selasai berbuka bersama dengan kawan-kawan Komunitas Gubuak Kopi di Surau Tuo AMR. Kami melanjutkan kembali diskusi tentang “bagaimana komunitas bekerja” yang akan dijelaskan oleh Albert Rahman Putra, ketua umum Komunitas Gubuak Kopi.
Pertemuan kali ini merupakan agenda ke-2 dari rangkaian silaturahmi Komunitas Gubuak Kopi ke Surau Tuo AMR. Sebuah perkumpulan Alumni Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang yang sedang berkuliah di Kota Padang, yang mengontrak suatu rumah dan mereka sebut dengan Surau Tuo.
Dibuka oleh Adi Holil Ashabul Yamin, sebagai moderator yang akrab disapa holil, dan tentunya juga seorang Inyiak Surau, sapaan kami pada para penghuni surau. Nah, lambat laun diskusi dibawakan oleh Albert dari Komunitas Gubuak Kopi, dengan sangat ringan dan pembawaannya yang tenang.
Defenisi ‘komunitas’ yang selama ini kami kenal, berbeda jauh dari ekspetasi setelah Bang Albert jelaskan. Kami mengira komunitas itu harus punya Badan Hukum, ternyata hal yang begitu cuman formalitas saja, khususnya ketika harus berhadapan dengan birokrasi. Namun, memang sebaiknya kita memiliki AD/ART untuk kebutuhan memahami kerja organisasi.
“oi nyiak ndak rumik bagai doh” (hei inyiak, tidak rumit kok), begitu kami mempersadar diri dari hal yang tak berat itu.
“Memang diskusi untuk mengenal komunitas terasa berat tapi ketika kita terjun ke lapangan semua terasa lancar dan ringan”, Papar Ketua Umum Komunitas Gubuak Kopi itu di sela-sela diskusi.
Kenapa kita berkomunitas?
Dalam hal ini, saya memahami komunitas itu sifatnya lebih cair dan tidak membuat kita kerepotan mengurusnya. Hobi bisa terjalankan jika sejalan dengan kebutuhan di komunitas. Membangun komunitas kita perlu modal dan pegembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Modal itu jangan kita artikan sempit dengan maksud materi atau uang semata. Modal ada pula yang berbentuk ‘modal sosial’. Misalnya, apa yang akan kita berikan ke komunitas yang kita bangun? Seumpama, berupa jaringan dan menjaga komunikasi kita dengan orang-orang yang akan diperlukan ilmunya untuk kegiatan komunitas nantinya. Cara yang seperti itu bisa membangun relasi demi komunitas itu sendiri.
Dua hal diatas dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuan visinya. Selain itu Albert juga menyarankan agar kita menentukan dan menjabarkan visi jangka panjang organisasi. Tujuannya adalah sebagai indikator bagi kita untuk melihat sejauh mana kita telah berproses, dan langkah apa yang akan kita capai untuk visi itu.
“Dalam berkomunitas pula kita harus memiliki tujuan yang jelas, memperhatikan modal dan SDM, output komunitas, penerapan ideologi, saling membangun satu sama lain, dan membuat relasi sebanyak mungkin”, ucap Inyiak Holil saat menyimpulkan diskusi malam itu.
Bagaimana Komunitas berkerja ?
Kerja sama dan sama-sama berkerja adalah keyword yang cocok untuk itu. Tentunya aktivitas di luar komunitas pasti ada pada setiap anggota, tinggal kita memahami dan menyusun manajemen kegiatan di komunitas sebagai bagian dari aktivitas keseharian yang dijalankan dengan senang, ringan, dan sederhana.
Sebenarnya dalam komunitas kita bukan berkerja seperti anggapan orang-orang, tetapi tepatnya disebut belajar bersama. Belajar sensitif terhadap lingkungan serta masyarakat sekitar secara bersama-sama dengan itu makna komunitas sangatlah sederhana. Diskusi malam ini kami tutup dengan menonton film, The Song of Sparrow (Majid Majidi, 2008).