Pada “fase rawat” Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2024 ini, Komunitas Gubuak Kopi dipilih sebagai salah satu hub Sumatera yang menjaring beberapa komunitas di Sumatera Barat, Riau, dan Sumatera Utara untuk diajak berkolaborasi. Fase rawat ini sejalan dengan pengembangan proyek Kurun Niaga #4 yang sedang berlangsung, sebagai upaya menjangkau dan membangun jejaring kelompok budaya lebih luas lagi, khususnya dalam produksi narasi berbasis kegiatan pengarsipan wilayah. Kurun Niaga sendiri adalah serial proyek Komunitas Gubuak Kopi, sejak tahun 2019.
Pameran Tunggal: Volta A. Jonneva | Pameran ini menyajikan pembacaan ulang atas arsip-arsip Daur Subur #4 – Bakureh Project, yang diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi pada tahun 2018. Pameran ini juga merupakan bagian dari Tugas Akhir Volta A. Jonneva dalam menyelesaikan studinya di Program Penciptaan Karya, Pascasarjana Insititut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang. Pameran ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra dan diselenggarakan bersama Komunitas Gubuak Kopi di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam, ISI Padangpanjang pada tanggal 24-28 Juli 2024.
Repotase Hari Ketiga FGD dan Lokakarya Daya Desa: Penguatan Ekosistem Budaya di Desa Warisan Dunia
Kegiatan hari ketiga diawali dengan pemaparan materi oleh M. Biahlil Badri: Penulis dan Pegiat Media Komunitas. Badri aktif berkegiatan bersama Komunitas Gubuak Kopi, sebuah kelompok belajar seni dana media di lingkup lokal Solok. Badri saat ini juga aktif memimpin jaringan kolektif “Lumbung Indonesia”. Pada sesi ini Badri berbagi pengalaman dalam mengelola media yang mengedepankan perspektif warga bersama Komunitas Gubuak Kopi. Narasumber juga memaparkan urgensi membangun narasi dalam kerangka aktivisme warga, khusus dalam merespon konstruksi media terhadap sebuah stigma dan wacana sebuah wilayah.
Repotase Hari Kedua FGD dan Lokakarya Daya Desa: Penguatan Ekosistem Budaya di Desa Warisan Dunia
Hari kedua dimulai oleh penyegaran kembali materi hari sebelumnya oleh fasilitator, kemudian dilanjutkan dengan materi dari Dr. Sri Setiawati. Beliau adalah Pengajar di studi Antropologi dan studi Pembangunan di Universitas Andalas (UNAND), Padang. Ibu Sri sebelumnya aktif melakukan penelitian di sejumlah wilayah di Sumatera Barat, termasuk Kota Sawahlunto, dan memiliki ketertarikan pada isu-isu perempuan, serta pernah menginisiasi sejumlah gerakan pemberdayaan perempuan di Kota Sawahlunto. Ibu Sri berbagi mengenai metode antropologis dalam memetakan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) serta mendedah persoalan sebuah wilayah melalui pengalaman risetnya. Serta bagaimana wawasan antropologis digunakan dalam menginisiasi agenda design sosial ataupun gerakan berbasis komunitas warga. Pada sesi ini para partisipan juga diminta untuk menuliskan “siapa anda dalam satu kata”, jawaban para partisipan digunakan sebagai pintu untuk membongkar perspektif peserta dalam memposisikan diri dalam agenda Daya Desa ini.
Repotase Hari Pertama FGD dan Lokakarya Daya Desa: Penguatan Ekosistem Budaya di Desa Warisan Dunia
Program Daya Desa Warisan Dunia adalah upaya penguatan ekosistem kebudayaan di desa-desa kawasan warisan dunia, salah satunya di wilayah Solok-Sawahlunto. Program ini merupakan pengembangan khusus dari Program Daya Desa yang diinisasi oleh Direktoran Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Secara spesifik program kali ini diselenggarakan di desa-desa yang termasuk dalam kawasan warisan dunia, salah satunya “Warisan Tambang Batu Bara Ombilin” (WTBOS) di Solok dan Sawahlunto. Salah satu upaya penguatan ekosistem tersebut direalisasikan melalui focus group discussion (FGD) penguatan aktor-aktor kebudayaan di pedesaan, sebagai bekal partisipan dalam melakukan riset 4 bulan kedepan di kampungnya masing-masing.
Pengantar Program Daya Desa Warisan Dunia Solok dan Sawahlunto
Desa sebagai penyedia beragam sumber daya menjadi lokus yang masuk akal untuk kita tinjau dan pelajari kembali sebagai model pembangunan masa depan. Sebagai penyembuh atas pembangunan yang selama mengadopsi logika urban, yang telah merubah lanskap geografis, budaya, sosial, dan sistem ekonomi, yang bahkan mengabaikan keselamatan masa mendatang. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari model pembangunan yang selama ini terpusat dan dikelola oleh inisiatif pemodal. Wacana pembangunan berbasis komunitas (community development) dalam hal ini dapat kita lihat sebagai model alternatif untuk ditawarkan. Ia terbuka berbagai kemungkinan pendekatan dan strategi. Inisiatif dan upaya warga dalam menentukan hidup dan masa depan wilayahnya dapat kita lihat sebagai bagian dari itu (bottom-up). Warga yang selama ini dilihat sebagai pihak pasif dan yang perlu dibangun oleh pemerintah, menjadi tidak relevan lagi.
Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh Direktorat Kebudayaan, Kemendikbud Ristek Dikti Republik Indonesia. PKN tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 20 sampai 29 Oktober 2023 dan mengusung tema “Merawat Kebudayaan, Merawat Bumi” dengan delapan tema kuratorial di segala bidang. Salah satu kuratornya yaitu Ade Darmawan mengusung tema “Temujalar” dengan melibatkan kolektif-kolektif seniman. Salah satu rangkaian program dari PKN yaitu Kongres Kebudayaan Indonesia-Simposium Pekan Kebudayaan Nasional.
Masyarakat Minangkabau mengenal dua konsep pewarisan harta yang disebut pusako randah dan pusako tinggi. Pusako randah adalah harta yang dikelola tingkat keluarga kecil dan diwariskan dari keturunan ayah atau sejalan dengan sistem pewarisan dalam konsep ajaran Islam, sementara pusako tinggi adalah harta yang dikelola pada tingkat kaum, yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu (matrilineal). Selain berupa material (pusako), seperti tanah dan rumah gadang, pusako tinggi juga berupa warisan tidak material, yang disebut sako, biasanya berupa gelar adat.
Tahun ini, Biennale Jogja yang 17 mengusung tajuk Titen dalam mengurai gagasan mengenai “Translokalitas dan Transhistorisitas”. Dalam pengantarnya dituliskan bahwa gagasan translokalitas dan transhistorisitas digunakan untuk memberi ruang bagi sejarah lain yang memiliki semangat yang sama dari wilayah mana pun di luar Global Selatan. Penyelenggaraan Biennale Jogja Equator Putaran Pertama menunjukkanpentingnya menjaga kepercayaan dan kearifan lokal, keahlian yang dibangun di atas falsafah alam dan kehidupan, serta kedaulatan masyarakat adat. Berbagai prinsip hidup dapat kita pelajari dari masyarakat Global Selatan yang relatif komunal dan menghayati spiritualitas tertentu yang merepresentasikan keintiman mereka dengan alam. Dengan konsep translokalitas, BJE berupaya menghubungkan pengetahuan di satu lokalitas dengan lokalitas lainnya, sistem seni budaya berdasarkan situasi adat tertentu, dan artikulasi pengetahuan yang berakar pada bahasa lokal. Kami bermimpi untuk menyatukan seniman, komunitas, dan ilmuwan lokal dari seluruh dunia, membangun platform untuk pertemuan atau pertukaran pengetahuan melalui pengalaman seni dan budaya.
Merespon undangan dan tema diatas menarik untuk menghadirkan pembacaan ulang proyek Komunitas Gubuak Kopi yang sedang berjalan, yakni Pusako Tinggi Project – Daur Subur #9. Proyek ini membaca ulang pengetahuan tradisi “pusako tinggi”, bagaimana ia hadir dan bekerja sebagai advansi komunal dalam memproyeksi dan berpihak pada keselamatan di masa mendatang, baik itu dalam konteks lingkungan, komunal, dan kemanusian. Selain itu, proyek ini diharapkan dapat menjadi pintu alternatif untuk membicarakan persoalan di sekitar, baik itu mengenai kolektif dalam mengupayakan keberlangsungan, maupun mengkritisi keberpihakan pemangku kebijakan terkait lahan, seperti studi tentang pengambilalihan wilayah di Pulau Rempang, persoalan tol Sumatera, kilang minyak 30.000 Ha di Air Bangis, maupun konflik ulayat dan pertambangan di Solok.
Pada Biennale Jogja Equator 2023 ini, Pusako Tinggi Project menghadirkan sejumlah catatan penelusuran, kajian, dan rancangan pengembangan ide Pusako Tinggi, dalam merespon persoalan hari ini. Secara spesifik, presentasi ini diberi judul “Pusako Tinggi Project: dijual, tak bisa dibeli; digadai, tak bisa disandra”. Catatan tersebut dirangkum dari sejumlah penelusuran dan rangkaian diskusi terpumpun, yang dilakukan oleh Komunitas Gubuak Kopi bersama sejumlah tokoh pada beberapa sejak Juli 2023. Selain itu, presentasi ini juga menghadirkan draft rancangan proyek di masa mendatang, untuk diterapkan oleh Komunitas Gubuak Kopi sendiri maupun jejaring. Catatan dan draft tersebut terdiri catatan di atas kertas, pembesaran diatas kain, rekaman audio FGD, dan siaran petuah adat.
– Biennale Jogja #17 – TITEN: Pengetahuan Menubuh, Pijakan Berubah 6 Oktober – 25 November 2023 Pada berbagai tempat di Yogyakarta
Di dalam wacana pembangunan terkini, Community Development telah menjadi model pembangunan yang cukup terbuka terhadap berbagai pendekatan dan strategi. Di dalam pengertian ini, mencakup usulan pembangunan yang berangkat dari akar rumput (bottom-up). Maksudnya, segala upaya masyarakat di dalam menentukan hidup dan masa depan wilayahnya dapat dikatakan sebagai sebuah upaya pembangunan. Maka, pemahaman bahwa masyarakat adalah pihak yang perlu ‘dibangun’ dan bersifat pasif, sudah usang.