Aroma Silaturahmi
Kamis, 24 Agustus 2023, setelah beberapa hari kami bertemu dengan tokoh dan tetangga, sepertinya teman-teman Seniman Residensi Lumbung Kelana, sudah waktunya memutuskan apa yang akan ia bingkai dan presentasikan untuk publik. Sudah hitungan hari para seniman partisipan residensi Lumbung Kelana di Komunitas Gubuak Kopi akan meninggalkan Solok. Siang ini kami hanya bersantai di markas, sesekali kami juga melanjutkan kegiatan masing-masing dan Buya Khairani juga datang berkunjung, menanyakan kabar dan kemajuan riset kami.
Sebenarnya pagi tadi Devi, sudah lebih dulu pergi ke pasar untuk membeli sejumlah rempah dan bahan- bahan dapur. Ia ditemani oleh Aza Khiatun Nisa, ia adalah mahasiswi UGM yang pernah magang dan juga pernah terlibat di beberapa program di Komunitas Gubuak Kopi. Aza kebetulan sedang libur dan bantu-bantu di sini. Devi rencananya memilih untuk membuat aroma terapi dari rempah-rempah dan bahan-bahan dapur yang tadi dibeli di pasar bersama Aza. Bahan-Bahan yang sudah diparut dan diracik kemudian direbus dengan air, yang nantinya air hasil rebusan dimasukkan kedalam mesin uap aroma atau diffuser.
Sebelumnya Devi mencoba dulu dengan memasukkan parfum dan minyak kayu putih ke dalam mesin diffuser. Aroma yang dihasilkan sangat aneh dan menyengat. Kami semua berasumsi, bahwa tidak semua cairan atau liquid bisa dijadikan aroma terapi.
Sore yang mendung kami isi dengan diskusi santai sambil menikmati makanan yang ada. Kami membahas tentang ide-ide dan bentuk karya atau metode presentasi nantinya. Kami sepakat akan menyajikannya dalam bentuk pameran sederhana, dan kami melanjutkan diskusi mengenai kebutuhan yang diperlukan nantinya saat berpameran. Pembahasan yang terjadi juga mencakup hal-hal seputar artistik karya nantinya.
Masing-masing seniman partisipan residensi Lumbung Kelana mengemukakan ide-ide yang akan mereka pamerkan nanti. Devi, selain membuat aroma terapi dari bahan lokal, juga berencana ingin membuat sebuah zine, di dalamnya terdapat pepatah yang berhubungan dengan racikan tanaman untuk aroma yang akan ia coba produksi, termasuk penjelasan tentang manfaat dari bahan-bahan yang terkandung. Devi juga membuat boardgame dengan keywords-keywords yang berhubungan dengan tanaman dan apa saja yang Devi temui sudah beberapa hari ini, dalam bentuk stiker yang nanti bisa disatukan satu sama lain membentuk sebuah pantun atau pepatah. Hal ini menarik, sebab syair dan pantun adalah cara utama masyarakat Minangkabau dalam mendokumentasikan pengetahuannya. Masyarakat Minang secara tradisi pada dasarnya tidak memiliki tradisi tulis yang masif, hanya belakangan, ketika bangsa Arab masuk dan bangsa lainnya.
Dalam residensi kali ini Cenks memilih untuk merespon ruang publik di sekitar Kota Solok dalam bentuk graffiti. Media yang ia pakai kali ini dinding tembok ataupun seng yang tersebar di Kota Solok, serta juga mengarsipkan ke dalam bentuk foto dan video. Cenks yang terbiasa membuat graffiti dalam bentuk teks. Teks yang akan ia abadikan adalah potongan kalimat inspiratif, pantun, atau pepatah yang merepresentasikan nilai lokal dan konteks lokasi, yang ia pahami dari pertemuan dengan sejumlah tokoh dan warga di Kota Solok. Cenks juga akan memetakan lokasi-lokasi dimana saja graffiti tersebut terletak ke dalam media kain.
Cenks memang sudah menguasai bidang seni gambar berbasis graffiti. Di kota asalnya Makassar ia sudah sering melakukannya dan Cenks juga bekerja di unit usaha dibidang graffiti bernama Ritus Street yang juga berlokasi di kotanya.
Saat malam datang kami semua nongkrong di dalam kantor Komunitas Gubuak Kopi, mengkaji ulang tentang apa saja capaian yang telah kami peroleh selama riset, serta menentukan tanggal berapa kami akan mengadakan pameran, juga sesekali tertawa bersama membahas hal-hal lucu yang terjadi beberapa hari ini.
Ekstraksi Hasil Bumi
Jumat,25 Agustus 2023, pagi ini para tukang juga telah mulai bekerja memperbaiki galeri di Komunitas Gubuak Kopi. Ya, kemarin sore saat kami berdiskusi tentang kebutuhan pameran, kami sepakat memutuskan akan memasang loteng dan memperbaiki galeri untuk kebutuhan pameran nantinya. Devi dan Cenks yang berpatungan mendanai perbaikan kali ini, mereka bertujuan ingin meninggalkan kenang-kenangan yang bermanfaat di Komunitas Gubuak Kopi. Ya, hubungan seperti ini memang sering terjadi di lingkup jejaring Lumbung Indonesia.
Setelah makan siang bersama, Devi masih melanjutkan bereksperimen meracik rempah-rempah dan bahan dapur. Setelah beberapa kali percobaan, kami mendapat 3 jenis racikan dalam bentuk cair. Devi mencoba racikannya dengan cara memasukkannya ke dalam mesin uap atau diffuser. Hidung saya tertuju pada salah satu diffuser, aroma yang dihasilkan sangat wangi dan ramah ketika dihirup. Aromanya membuat saya mengingat suatu bau yang sangat familiar. Devi memberitahu saya bahwa, bahan yang ia pakai adalah kayu manis dan dicampur dengan cengkeh, ia menjelaskan perpaduan keduanya juga berfungsi untuk mengusir nyamuk. Sontak kami langsung menguji cobanya di dalam kantor Komunitas Gubuak Kopi. Belakangan nyamuk memang terbilang banyak, karena hujan yang sering turun beberapa hari ini. Nampaknya racikan yang dibuat Devi berfungsi, aroma yang dihasilkan ampuh mengusir nyamuk, karena kami tidak lagi digigit nyamuk ketika berada di dalam kantor.
Cenks dan Devi juga terus mengisi laporan perjalanan, selama residensi Lumbung Kelana di Komunitas Gubuak Kopi. Tampaknya dua seniman residensi Lumbung Kelana, sudah mulai dikejar deadline karena memang tak lama lagi waktu residensi tersisa, sebelum akhirnya mereka kembali ke kota mereka masing-masing.
Jejaring Lumbung
Sabtu, 26 Agustus 2023, siang ini jam 14:00 WIB kami ada pertemuan daring melalui zoom, bersama dengan anggota jejaring Lumbung Indonesia lainnya. Zoom kali membahas sudah sejauh mana hasil riset seniman dan host selama Program Residensi Lumbung Kelana kali ini. Sesekali juga, kami saling menyapa dan membahas pengalaman apa dirasakan masing-masing seniman yang tengah residensi. Topik yang dibahas juga tentang masalah dana produksi yang masih belum turun dan cara menyiasatinya, karena waktu untuk para seniman residensi Lumbung Kelana pameran sudah semakin dekat dari jadwal yang ditentukan. Persoalan yang lazim terjadi jika menggunakan dana pemerintah, tapi kami semua tahu itu bukan soal utama, selalu ada cara menyiasatinya. Sehabis zoom, Cenks mencoba membuat sketsa yang digunakan mencocokkan kalimat dengan media yang akan ia gambar.
Devi dan Nanda sore ini, mempunyai agenda bertamu kembali ke rumah Buya Khairani. Di tengah perjalanan mereka tak lupa singgah, membeli gorengan untuk dibawa ke tempat Buya. Tujuan mereka ke rumah Buya Khairani kali ini adalah untuk konsultasi tentang karya yang akan dipresentasikan nantinya. Devi bertanya tentang apa saja pepatah yang sesuai dalam kaidah Bahasa Minangkabau, dan tentunya masih sejalan dengan karya yang saat ini tengah Devi garap.
Saat magrib, Dika baru kembali dari menjemput paket di pool bus Padang-Solok. Paket tersebut berisi cat semprot yang sebelumnya sudah dipesan Cenks secara online. Cat semprot yang kami pesan berasal dari Kota Padang, kami memilih pengiriman menggunakan jasa bus, karena memang jaraknya hanya sekitar 2 jam dari Solok, biaya yang keluarkan juga terbilang murah.
Malam ini kami lanjutkan dengan membantu Cenks, memilih warna dan mengemas cat semprot yang nantinya dipakai untuk membuat graffiti di beberapa dinding di Kota Solok.
Mampir ke hamalan Lumbung Kelana #2 – Gubuak Kopi