Catatan proses Kegiatan Lokakarya Daur Subur #6
Komunitas Gubuak Kopi sedang melakukan kegiatan lokakarya Daur Subur #6 di Kampung Jawa, Kota Solok. Kegiatan ini sudah sering dilakukan oleh Komunitas Gubuak Kopi, kali ini kegiatannya dimulai pada Minggu, 30 Mei 2021. Kegiatan ini diikuti oleh 10 partisipan, diantaranya, Nanda dari Surau Tuo Bukittinggi, Alif Ilham Fajriadi dari LPM Suara Kampus, Arfan dan Tio dari Universitas Bung Hatta, Amel, Noura dan Aldo dari Orang UFriends Padang, Alfi dari Sekolah Gender dan saya sendiri dari Padangpanjang.
Ini adalah hari ke-4 lokakarya, sebelumnya kami telah mengikuti beberapa kelas, salah satunya “Kilas Sejarah Seni dan Media”.Hari ini semua partisipan akan mempersentasikan bahan atau materi-materi yang telah diberikan oleh Albert Rahman Putra selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi. Dalam kegiatan hari ini, kita banyak membahas tentang pemetaan dan kultur petanian yang ada di Kampung Jawa, Kota Solok. Seperti biasa, setelah pembahasan materi dan diskusi, kita kembali berkeliling Kampung Jawa, khususnya di RW 6 untuk mengenalnya lebih dekat. Juga, mendokumentasikannya dalam bentuk foto, audio dan video. Kegiatan ini melatih kepekaan kita terhadap sekitar.
Komunitas Gubuak Kopi ini telah melakukan pengolahan limbah oraganik atau sampah dapurnya yang untuk pengomposan, sejak tahun 2019 lalu. Pengomposan ini ada dua macam jenis, sampah kering dan sampah basah. Pengomposan kering itu biasanya mengunakan bahan seperti daun-daun kering, sekam padi, tanah bakaran, ranting, dan jerami. Sedangkan jenis yang basah mengunakan sisa buah-buahan seperti kulit pisang, semangka, nanas, sisa sayuran, dan lainya.
Kali ini saya diberi tanggung jawab untuk membuat kompos dari daun-daun kering hingga rumput liar, untuk campuran pupuk organik. Yang mana proses pembuatan kompos ini sangat mudah sekali. Pertama kali, untuk membuat kompos ini kita mengunakan air fermentasi buah-buahan, lalu dicampur dengan air, dibiarkan beberapa saat, lalu tuangkan ke dalam tong atau wadah pengomposan yang berisi daun-daun kering dan rumput-rumput tersebut. Selanjutnya, kita tunggu bakteri mengurainya dengan hingga semua bahan menyatu. Biasanya bisa mencapai dua minggu atau satu bulan. Begitulah kira-kira cara pengomposan yang dilakukan sehari-hari oleh teman-teman Komunitas Gubuak Kopi. Lima puluh persen sampah di sini selalu diolah kembali.
Setelah itu saya dan rekan-rekan partisipan lainnya melanjutkan kegiatan menanam bibit buah-buahan. Didampingi langsung oleh Albert, kami menanam bibit papaya, timun, pare, dan labu. Bibit ini ditanam di dalam gelas plastik sisa minuman pelanggan cafe Rumah Tamera. Gelas tersebut sudah diisi tanah dan telah disiram dengan air. Tanah yang digunakan untuk pembibitan ini adalah tanah hasil pengomposan Gubuak Kopi sebelumnya, namanya tanah “Daur Subur Soil”. Setelah selesai menanam bibit ini, kami berdoa kepada yang maha kuasa untuk kelancaran pertumbuhan bibit yang kami tanam dan bermanfaat untuk alam dan kita yang mengkonsumsi. Bibit-bibit ini biasanya di tanam di beberapa lahan Rumah Tamera, beberapa bisa diambil siapa saja yang juga ingin menanam.
Kali ini aktivitas wajib yang bisanya kami lakukan sedikit berbeda, dikarenakan pada sore ini cuaca kurang bersahabat dengan kita. Hujan yang turun pada sore hari ini membuat kita tidak bisa berkeliling kampung Jawa.
Dan kami mengganti kegiatannya dengan berdiskusi bersama partisipan lainnya. Kali ini diminta kepada partisipan untuk menyampaikan perspektif yang berbeda-beda, dalam diskusi ini tidak ada saling menyudutkan atau memojokan.
Untuk hari ini, kegiatan kita cukupkan dulu sampai disini, dan bersiap-siap untuk beristirahat. Karena besok masih ada kegiatan kita seperti melakukan observasi dan beberapa kelas lain.