Saya rasa, tidak ada yang salah apabila seorang anak bermain gadged atau smartphone. Ketakutan seorang guru di sekolah dan orang tuanya di rumah, menjadikan anak tidak boleh bermain gadged terlalu lama. Atau guru sekolah tidak memberikan izin untuk membawanya ke sekolah, bahkan di razia. Memang dari sekian banyak anak yang bermain gadged, tidak tahu lagi permainan “tradisional” zaman dulu. Tapi ada juga diantara anak yang bermain gadged, tahu dan suka dengan permainan “tradisional”.
REMAJA BERMEDIA
Sejak tahun 2017 Komunitas Gubuak Kopi menggagas sebuah program yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran bermedia di kalangan remaja. Pada program ini Gubuak Kopi mengajak remaja untuk membentuk kelompok belajar, bermain, mengenal media, dan memamfaatkan teknologi media yang akrab dengannya, sebagai alat untuk beraktivitas serta mengenal lingkungan sekitanya. Selain itu di samping mereka belajar, program ini juga mengajak mereka untuk mengalami dan mengelola sebuah peristiwa seni, seperti pameran kecil-kecilan.
Sejak tahun 2017, program ini sudah melahirkan setiap tahunnya satu kelompok belajar diantaranya; TKP Study Club (2017). Pada kelompok ini, Program Remaja Bermedia diperkenalkan melalui kegiatan Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) yang waktu itu diampu oleh Albert Rahman Putra. Kelompok ini terus beproses dan telah menyelenggarakan beberapa pameran: Self Critical #1 (2017), Self Critical #2 (2017) dan melanjutkan proses bersama program Remaja Bermedia, yang kemudian dipersentasikan dalam pemeran bertajuk: Unconscious (2018) di Markas Gubuak Kopi.
Tahun 2018, lahir lagi kelompok baru: Untempang Club. Setelah lebih kurang dari satu bulan berporses, kelompok ini mendapat kesempatan untuk mempersiapkan presentasi karya-karya mereka dalam rangkaian pameran multimedia: Lapuak-lapuak Dikajangi #2. Sebuah proyek seni media, melibatkan seniman-seniman di lingkup nasional. Untempang Club mendapat space khusus dalam kuratorial tersebut. Selain itu remaja ini juga menggelar pameran sederhana di sekolahnya.
Setelah TKP Study Club (2017) dan Untempang Club (2018), pada tahun 2019 ini Remaja Bermedia membentuk generasi baru yang menamai dirinya Palito Club, dan masih berproses sampai saat ini. Kelompok ini pada Agustus hingga Oktober ikut berproses membuat karya kolektif dengan sejumlah seniman lain yang tengah beresidensi dalam proyek Pameran Kesejarahan: Kurun Niaga. Keterlibatan-keterlibatan ini memang bukanlah sebuah upaya untuk menjadikan para remaja ini menjadi seniman, melainkan merangsang munculnya aktivitas-aktivitas kreati yang diprakarsai oleh remaja.
Program Remaja Bermedia tidak menuntut para siswa untuk bekerja secara profesional dan berkelanjutan, tetapi mengutamakan sisi proses, mengenal cara kerja media, bersikap kritis dan kreatif dalam melihat sebuah objek, serta melihat media sebagai medium belajar dan berkreativitas. Namum, dalam beberapa kondisi, kegiatan ini juga dapat menjadi platform untuk diteruskan oleh pihak sekolah. Misalnya TKP Study Club, kelompok ini diteruskan oleh pihak sekolah sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Dan Palito Club, terus berproses hingga hari ini, merekrut teman-teman baru.
Bermain dalam Konteks Bermedia
Selain bersama Palito Club, pada tahun 2019 ini Program Remaja Bermedia juga dilakasanakan bersama Badaceh Club. Mereka adalah kelompok bermain dan belajar bersama, yang dipandu oleh Komunitas Gubuak Kopi. Para pertisipannya, terdiri dari 12 orang, terdaftar sebagai siswa di SMPN 1 Kota Solok di antaranya: Syhada Aditya Ramadhan, Salwa Rahmah Azhari, Muhammad Adhif Al Fathan, Hana Zhafarina, Muhammad Navis Asri, Nur Laila Ramadhani, Ayleen Dianda, Fadel Prayatama, Fayiz Ghani habibi, Keyla Zahwa, Devan Ramadhan dan Kania Redysha Putri. Mereka ini senang bermain Jola-joli, Kotak Pos, dan berbagai permainan yang mempunyai unsur musikal, seperti vokal dan tepuk tangan. Lokasi bermain mereka, tidaklah jauh dari sekolahnya. Di Teater Terbuka Istiqlal Park Kota Solok, bertepatan di seberang Batang Lembang. Lokasi ini berada di belakang sekolah mereka.
Permainan-permain ini sering kali diidetifikasi sebagai permainan tradisional. Dalam hal ini, kita lebih senang menyebutnya permainan rakyat saja. Ia tumbuh secara anonim, membawa nilai-nilai kearifan lokal, dan selalu menyesuaikan dengan konteks budaya popular hari ini. Permainan-permainan yang tidak berangkat dari teknologi baru ini memang sering kali dikatakan hilang, tapi sebenarnya di beberapa tempat di Solok, kita masih menemui ia dimainkan dengan gembira. Buktinya adalah Badaceh Club dan kelompok bermain lainnya, yang masih mengenal berbagai bentuk permainan rakyat dan olahraga tradisional tersebut. Apa lagi kalau bukan bernostalgia, jika generasi tua melihat mereka bermain dengan riangnya seperti mereka kecil dahulu. Semuanya seperti ingin kecil lagi seperti dulu. Tapi ini adalah generasi yang kita sebut milenial. Yang tumbuh dilingkungan yang tengah merubah diri menjadi serba digital, berteman dengan gadget, dan beberapa hal lain yang sering kita sebut ketidaktahuan mereka.
Perkembangan media sosial yang semakin dibutuhkan oleh masyarakat, menjadikan juga generasi ini menirukan orang-orang di sekitar mereka. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa gadget adalah kebutuhan mereka untuk mencari materi dari tugas sekolahnya. Menurut saya, disinilah peran kita sebagai orang yang lebih dewasa dari mereka. Membatasi dan mendampingi namun tidak melarang.
Permainan rakyat dan olahraga tradisional juga mengandung beberapa nilai-nilai, seperti kebersamaan, tanggung jawab, kepekaan lingkungan. Lalu apakah tidak ada dari semua yang kita nostalgiakan itu mengandung nilai yang kurang baik bagi mereka. Semuanya sama saja, hanya kembali kepada kita mau mengarahkan mereka seperti apa dan ingin seperti siapa.
Pada tanggal 8 November 2019, Dinas Kebudayaan Sumatera Barat mengundang Komunitas Gubuak Kopi dan juga sejumlah komunitas pegiat budaya di Sumatera Barat. Dengan perihal surat “Permintaan Penampilan Pergelaran Permainan Rakyat Tradisional Kegiatan: Gema Budaya”. Yang mana kegiatan ini akan menampilkan berbagai bentuk permainan rakyat dan olahraga tradisional pada Rabu, 13 November 2019 di Museum Adityawarman Kota Padang.
Pada kegiatan GEMA BUDAYA yang berlangsung di Museum Adityawarman Kota Padang, sejumlah komunitas pegiat budaya, dan kolompok bermain datang membawa permainan dan olahraga tradisional yang mereka kuasai. Mereka adalah: Komunitas Ruang Baca tanah Ombak (purus, Padang barat, Padang), Lembaga Warisan Budaya Bukik Ase, (Gunung Sarik Kuranji, Padagng, Komunitas Budaya Padang Pariaman (Kabupaten Padang Padang Pariaman), P.S Camar Putih (Kabupaten Limapuluh Kota), Komunitas Gandang Tambua Bayua (Kabupaten Agam), Komunitas Budaya Kota Bukittinggi (Bukittinggi), Komunitas Budaya & Olahraga Tradisioanal (Payakumbuh), Komunitas Kiek (Kabupaten Agam), dan Komunitas Sipak Rago (Kota Padang), dan juga kita dari Komunitas Gubuak Kopi yang dalam hal ini diwakili oleh Badaceh Club. Di sana terlihat tambua dari daerah Maninjau, silek, sepak rago, enggrang, oto-oto batuang (mobil-mobilan dari bambu), dan berbagai bentuk permainan khas daerah mereka.
Dalam kegiatan itu, sedikit berbeda dengan beberapa komunitas lainnya yang memang menggarap permainan itu menjadi pertunjukan, Badaceh Club hanya kita minta memainkan permainan yang biasa mereka mainkan, permainan yang juga biasa mereka pakai untuk metode belajar selama didampingin oleh Komunitas Gubuak Kopi.
Permainan pertama yang mereka mainkan adalah Permainan Kotak Pos. Permainan yang sangat musikal. Permainan ini berlatar cerita sebuah kotak pos kosong, yang mesti diisi dengan judul-judul filem. Anak-anak bermain sambil berdiri melingkar dengan tangan yang saling bersentuhan, kemudian menepukkan tangan ke pemain di sebelah kiri. Sambil menyanyikan teks, seperti:
“kotak pos belum berisi, mari kita isi dengan filem-fileman, Mak Uun mau filem apa?”
Setelah lirik pertama dengan pertanyaan “Mak Uun mau filem apa?” maka tepuk tangan berhenti di ujung lirik. Lalu pemain yang terpilih, akan menyebutkan satu judul filem. Misalnya Spongebob lalu dilanjutkan dengan lirik,
“Ternyata Mak Uun mau filem Spongebob, lama-lama Mak Uun menjadi Spongebob”.
Setelah lirik ini berhenti di salah satu pemain maka, pemain yang terpilih akan keluar menjadi pemenang pertama yang bernama Spongebob.
Lalu diulang sampai meninggalkan satu pemain yang kalah. Pemain yang kalah nantinya akan mengejar pemain yang menang terakhir. Saat berlari pemain bisa memanggil pemain yang lain dengan menyebutkan nama filemnya terpilihnya masing-masing. Dan seketika dipanggil maka status pemain yang dikejar akan berganti. Apabila pemain yang dikejar tersentuh oleh yang mengejar maka seketika itu posisi yang kalah akan berpindah.
Permainan ini membutuhkan ingatan untuk mengenal nama-nama pemain lainya sebagai pengenal. Yang mana nama-nama mereka sudah berganti dengan judul filem. Dan juga kewaspadaan pemain yang menunggu namanya dipanggil tidak mudah disentuh oleh pemain yang mengejar.
Permainan kedua adalah Permainan Jola-joli. Permainan ini melompati bentangan tangan dari dua pemain yang kalah dalam suwit gunting, batu kertas, ataudalam bahasa lokal disebut rasit. Posisi dua orang yang kalah akan duduk jongkok berhadapan dan merentangkan salah satu tangannya. Lalu kemudian salah satu pemain yang menang akan menyebutkan kalimat yang harus diikuti oleh pemain lainnya sebelum melompat. Seperti menirukan gaya seorang pendekar, super hero dan lain-lain yang kemudian berpose seperti patung. Pose ini tidak boleh bergerak ataupun berubah dari semula. Selain menirukan gaya, kalimat yang disebutkan pemain juga bisa seperti menyebutkan nama-nama berupa nama daerah, makanan, pahlawan ataupun tempat-tempat tertentu.
Selama pemain yang menang melakukan lompatan, maka pemain yang jongkok atau yang kalah akan memperhatikan kesalahan dari pemain yang melompat. Berupa kesalahan penyebutan, ataupun kaki pemain mengenai tangan pemain yang kalah. Dan dilakukan berulang-ulang dengan beberapa kalimat lainnya.
Permainan ini bagi saya menggambarkan pertanggung jawaban dari apa yang pemain katakan seketika melompat. Tanggung jawabnya adalah mempertahankan pose tanpa bergerak dan harus siap jongkok apabila pose tidak dapat dipertahankan lagi. Ketelitian, pemain yang jongkok pada yang melompat agar tidak selamanya kalah dalam permainan. Dan juga membutuhkan wawasan seputar lingkungan, sebagaimana nantinya akan disebutkan oleh salah satu pemain.
Permainan ketiga bisa kami sebut “Mi Fa Sol”. Permainan yang sangat musikal, yang mengajak pesertanya untuk melakukan beberapa pola tepuk tangan sambil bernyanyi berpasangan. Tepuk tangan yang tersebut dimainkan sesuai aksen lagu, dan tempo lagu. Permainan ini bisa melatih kekompakan diantara kedua pemain. Lirik lagu ini adalaha sebagai berikut:
……la Mi Fa So La Si Du,
Ala ka bum-bum, ayam bertelur
Dor dor dor bunyikan suaranya kring kring kring
Bunyikan suaranya kring kring kring
Pada suatu hari datangah seorang gadis
Dia menyatakan pes pes pes ta ta ta
Pessss taaaa
Sa sa sa bun bun bun
Saaa buuuun..
Tin tin tin ju ju ju
Tiiiin Juuuu
Pesta sabun tinju
Permainan ke empat adalah permainan “Pak Tani”. Juga tidak kalah musikal.
Mereka bertepuk tangan berpasangan sambil bernyanyi. Permainan tepuk tangan tersebut diamainkan sesuai dengan tempo lagu. Jika dilihat dari liriknya, permainan ini memainkan kata, yang kemudian ujung dari kata menuntut kata selanjutnya dan juga asal dari kata sebelumnya. Lirik dari lagu ini bermacam-macam versinya, salah satunya sebagai berikut:
Pak.. pak tani, pak tani dari mana pak
Dari Betawi Bapak bawa apa pak
Bawa lemari
Lemari minta kunci pak
Ada di budi
Budi mintak susu pak
Ada di sapi
Sapi mintak rumput pak
Ada di sawah
Sawah mintak air pak
Ada di gunung
Gunung mintak api pak
Ada di kompor
Kompor mintak minyak pak
Ada di warung
Warung mintak uang pak
Ada di bank
Bank, bank, bank
Siapa gerak kena cubit
Sesuai dengan lirik terakhirnya, siapa diantara kedua pasangan yang bergerak maka, akan dicubit oleh pemain lainnya.
Hampir semua permainan yang kita kembangkan bersama Badaceh Club merupakan permainan-permain musikal, melatih kekompakan, interakasi dan sportifitas. Selain itu ia juga media untuk mengasah pengetahuan umum mereka. Selama berproses, generasi yang sedari dini sudah berhadapan dan akrab dengan smartphone ini bersedia meluangkkan waktunya untuk bermain ssecara nyata. Dalam konteks Remaja Bemedia kali ini, kami kira hal ini adalah pengalaman yang penting untuk dikembangkan bersama remaja ini.