Catatan Pameran Arsip Kurun Niaga
Sumatera bagian tengah banyak didatangi oleh pedagang-pedagang luar yang tertarik dengan hasil alam, seperti emas, akasia, kopi, dan lainnya. Kekayaan itu juga mendorong pembangunan jalur transportasi, yang membuka akses perniagaan di Minangkabau, dan memungkinkan terjadinya persilangan budaya. Maka dengan ini Komunitas Gubuak Kopi mempersembahkan sebuah pameran kesejarahan bertajuk Kurun Niaga.
Jumat pagi, tanggal 25 Oktober 2019 di Gedung kubuang Tigo Baleh, pameran ini resmi dibuka. Pagi itu dihadiri oleh Kepala Subdirektorat Pemanfaatan Sejarah, Direktorat Sejarah, Direktorat jenderal Kebudddayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia Drs. Edi Suwardi, Kadis Pariwisata Kota Solok Elvi Basri, Wakil walikota Solok Reinier dan sejumlah kepala dinas, serta sejumlah siswa sekolah dasar di Kota Solok.
Para hadirin berdiri, menyanyikan lagu Indonesia Raya asli atau versi tiga stanza mengawali seremoni pembukaan pameran kesejarahan Kurun Niaga pagi itu. Albert Rahman Putra, ketua Komunitas Gubuak Kopi memberikan kata sambutan kepada semua undangan yang hadir. Ia juga menjelaskan sekilas tentang kuratorial Kurun Niaga, partisipan dan juga seniman yang terlibat.
Drs. Edi Suwardi mewakili Direktorat Sejarah Kemendikbud mengatakan, penting untuk melihat kerja Komunitas Gubuak Kopi menata kesejarahan lokal di Kota Solok. Hal ini sejalah dengan visi kementerian untuk mengembangkan keterlibatan publik dan masyarakat luas di luar pemerintahan dan akademisi untuk turut menata sejarah lokal.
Sementara itu Wakil Walikota Solok, Bapak Reinier mengatakan inisiatif yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi ini akan menjadi perhatian serius oleh pemerintah, salah satunya terkait rencana Pemerintah Kota Solok membangun sebuah museum. Dalam seremoni pembukaan itu, Albert menyerah buku Kurun Niaga: Kala Negeri Dikelola Pemodal yang diterbitkan oleh Komunitas Gubuak Kopi untuk warga Solok yang secara simbolis diterima oleh Bapak Reinier. Buku ini berisikan catatan proses, pemikiran, dan skesta para partisipan dalam melakukan penelusuran terkait program ini sejak dua bulan terakhir.
Pengguntingan pita selesai, semua undangan dipersilahkan memasuki galeri pameran. Albert memberikan penjelasan tentang semua konten-konten yang ada di dalam galeri yang tengah dipadati pengunjung pagi itu. Tak sedikit dari meraka yang datang untuk mengabadikannnya dengan kamera dan juga ponsel. Ucapan kebanggaan pengunjung dalam galeri pun tumpah seketika melihat berbagai arsip terkait Kota Solok dan Sumatera Barat sudah ditata oleh semua partisipan pameran.
Setelah menjelaskan beberapa karya, di tengah-tengah ruang pamera Albert memberi kode untuk menarik perhatian semua yang ada di ruang galeri. Dari belakang dinding panel display, Phicoiii muncul dan melakukan eksplorasi gerak, merespon benda-benda yang ada di sekitarnya. Eksplorasi gerak ini mengekspresikan pengalaman dan pemahamannya mengenai transportasi dan perjalanan. Phicoiii dikelilingi pengunjung, yang memberikan tepuk tangan meriah seketika selesai menampilkan gerak tubuhnya.
Proyek seni ini dikuratori oleh Albert Rahman Putra, melibatkan 12 orang partisipan ,dan 12 kolektif, menyumbangkan waktu dan pikiran untuk terselenggaranya Pameran Kesejarahan Kurun Niaga ini. Diantara 12 orang partisipan tersebut adalah, Biki wabihamdika, Dika Adrian, Hafizan, Ilham Arrasulian, Mella Darmayanti, Novi Satria, Palito Club, Teju Marselen, Uria Novita, Volta Ahamad Jonneva, Yolla Purnamasari, dan saya sendiri.
Selain partisipan individu juga terdapat 12 kolektif yang diundang untuk merespon tema yang sama, antara lain: Candasuara, Ethnic Percussion, Jumaidil Firdaus Project, Phicoiii, Uria Novita and Friends, Orkes Taman Bunga, Da Yon Channel, Om Det Chanel, Truk Sumbar 32, Sitinjau Lauik Truk Video, dan Solok Milik Warga.
Sebelumnya semua partisipan mencari, mengumpulkan dan memahami semua materi-materi yang sudah ada, lalu kemudian sebagian dari materi tersebut direspon ke melalu displin masing-masing partisipan, seperti tulisan, sketsa, musik, dan bentuk lainnya.
Pada awal Agustus semua partisipan memulai workshop awal, tentang aktivitas perdagangan dan jalur transportasi. Kuliah terebut, diantaranya mengenal beberapa fase jalur transportasi di Minangkabau khususnya. Mulai dari jalur setapak, jalur kuda beban, jalur kereta api hingga fenomena jalur transportasi saat ini yang banyak tersebar di YouTube seperti Vlog truk di jalur Solok-Padang. Memahami priode-priode perkembangan trasportasi tersebut, yang sejalan dengan gejolak seosial-ekonomi-politik lokal, bahkan global. Seperti masa interegum Inggris, ketika Belanda mengungsi ke Inggris saat “Perang Napoleon”, sejumlah bandar dan kota yang sebelumnya dikuasai Belanda pindah ke tangan Inggris untuk beberapa waktu, termasuk pantai barat Sumatera. Momen ini ternyata mengalihkan perhatian masyarakat, bahwa perdagangan dengan Inggris lebih menguntungkan, sejumlah kontrak dengan Inggris pun dibuat, yang juga bedampak pada terbuka lebarnya jalur perdagangan untuk Inggris.
Kuliah ini terus berlanjut setiap harinya, dari sore hingga malam. Salah satu pengolahan yang cukup memakan waktu adalah menerjemahkan teks-teks berbahasa Belanda. tidak hanya kuliah dalam ruangan, para partisipan ini harus terjun ke lapangan untuk mencari dan mengumpulakan materi. Salah satu lokasi yang dituju adalah Sawahlunto, yang mana kota ini merupakan sebuah artefak mega proyek pertambangan batu bara yang diinisasi oleh Belanda sejak 1870an. Di sana partisipan melihat lebih detail tentang jalur kereta dan juga semua data yang terdapat di museum di kota Sawahlunto. Riset ini tidak hanya untuk melihat artefak itu, tetapi juga melihat seberapa jauh efektifitas museum yang ada untuk kepentingan edukasi sejarah lokal. Dalam hal ini, kita juga melihatnya sebagai perbandingan konsep museum sebagai ruang pesebaran pengetahuan ataukah ia sekedar ruang pamera barang antik untuk kepentingan wisata. Diskusi ini juga penting untuk merumuskan konsep presentasi proyek ini nantinya.
Setelah riset lapangan, semua partisipan mencocokan kembali semua materi yang sudah ada dengan materi riset yang baru saja didapatkan. Seiring berjalannya pengolahan materi pameran, para partisipan juga menyiapkan perlengkapan pameran seperti sketsel, dinding panel, meja, kursi dan box stage.
Jika kita memasuki galeri maka untuk pertama kali akan jelas terlihat tulisan pengatar kuratorial Pameran Kesejarahan Kurun Niaga ini. Di sana terdapat sebuah pertanyaan menarik terkait keseluruhan pameran ini. “untuk siapa negara ini dibangun?” demikian tertulis di paragraf pertama teks. Mengajak kita mengkritisi pola pembangunan sebuah negeri yang cendrung mencari kuntungan dari niaga semata, dan mengabaikan nilai kemanusian, kegotong royongan, serta kearifan lokal. Setidaknya demikian yang saya pahami. Jika kita memulai tur di ruang pamer dari kiri, selanjutnya kita akan bertemu karya “Garis Waktu” yang saya buat, karya ini dibuat di atas kertas yang selebar satu meter dan panjang mencapai delapan meter. Digantung diatas skavolding sejauh mata biasa dapat membaca teks yang saya tulis cukup besar tersebut. Di sana tertulis catata riset seluruh partisipan menegnai kedatangan pedagang luar ke Minangkabau, kedatangan Belanda, strategi Belanda merebut kebijakan melalui plakat-plakat dan kontrak, tentang negosiasi VOC, dampak kehadiran Bajak Laut Le Meme, gejolak Padri, kehadiran rumah dagang NHM, hingga lompatan priode membaca pembangunan jalan Tol Trans Sumatera, yang tengah gencar hari ini.
Di sebelahnya tersusun berapa lembar pilihan dari arsip buku yang menceritakan perang Pauh, yang dipantik oleh perebutan simpati masyarakat lokal dari Aceh oleh Belanda. Pauh yang waktu itu sebagai pintu untuk distribusi internal pertanian dari negeri di balik barisan pebukitan, Kubuang Tigo Baleh, termasuk Solok, menuju Padang. Kemudian di depannya koran-koran berbahasa Belanda yang memberikan kabar-kabar tentang Solok dan sekitarnya. Di tengahnya digantung peta, koran, dokumentasi foto yang dialih-mediakan ke kain khusus.
Di dalam galeri ini juga terdapat audio-audio yang mengabadikan perjalanan, seperti audio lagu Kureta Mandaki dari kesenian tradisi Gandang Tambua, dan lagu Kureta Mandaki dari kesenian Indang Gantuang Ciri. Kedua lagu itu merupakan kesenian musik perkusi yang mendokumentasikan beat atau ritme dari peristiwa atau teknologi di sekitarnya, daam hal ini kereta api masa lampau. Juga dua audio baru, yang menceritakan ulang catatan perjalanan Thomas Dias utusan VOC Malaka pada tahun 1684 melalui tradisi badendang, dan Sir. Thomas Stamford Raffles pada tahun 1818 melalui tradisi barabab, yang mana kedua orang ini termasuk yang paling awal menjajaki tanah Minangkabau, lalu menuliskan perjalanan mereka. Audio itu kita pajang didinding panel dan semua orang dapat menikmatinya bergantian. Di sebelahnya juga terpampang sketsa-sketsa Dika Adrian, Hafizan, Mella Darmayanti yang mengambarkan suasana kedatangan pedagang luar, peralatan perdagangan, yang ia terjemahkan dari catatan para petualang Eropa di Sumatera Barat, hingga Pasar Raya Solok hari ini.
Lalu di bagian paling belakang, tersedia layar monitor yang menayangkan video laporan negeri jajahan, Sumatera Barat Door de Padangsche Bovenlanden diproduksi oleh NIFM Polygoon tahun 1940. Juga di sebelah kanannya terpampang naskah siaran radio dalam bahasa Belanda tentang perkembangan PRRI di Solok. Sebelah kanan, bagian depan hadir konten-konten pengarsipan media di hari ini, yaitu 2 unit televisi yang menayangkan vlog truk di lalu lintas Solok-Padang, yang mana ini adalah salah satu bentuk pengarsipan aktivitas transportasi yang menghubungkan peniagaan. Juga terpampang screenshoot dari Instagram @solokmilikwarga tentang pedagangan dan perjalanan lokal hari ini.
Siang hari setelah shalat Jumat lobi depan Gedung Kubuang Tigo Baleh diisi oleh 10 lapak pegiat ekonomi kreatif. Yang menjual berbagai macam produk rumahan dan kelompok, di ataranya Amna Lab yang memproduksi sabun kecantikan berbahan tumbuhan yang ada di Solok. Mamanda coffe, yang menjual kopi jadi, dan mentah yang ditanam dan tumbuh di Solok. Bunga, yang menjual produk makanan ringan. Dewi, menjual songket-songket cantik dan unik. Gubuak Kopi Store dan Toko Store (Visual Jalanan) yang menawarkan Buku, kaos, dan Tote bag. Zshockingsocks menjual kaos kaki kekinian. Dan beberpa pegiat ekonomi kreatif lainnya.
Malammya, meski sedikit diguyur hujan pertunjukan tetap berlangsung, Jumaidil Firdaus Project mengawali pertunjukan, yang mengembangkan fenomena silang budaya yang ia sebut ”perantauan musikal” yang mengeksplorasi benturan frekuensi musik Minangkabau dau “musik barat”. Pertunjukan kedua, Ethnic Percussion yang mengembangkan motif ritme kesenian Gandang Tambua Kureta Mandaki. Uria Novita, pedendang muda yang cukup terkenal di sosial media Instagram ini juga ikut mengisi malam pertunjukan Pameran Kesejarahan Kurun Niaga. Dalam dendangannya Uria Novita cukup membuat penonton terhibur, ia mendendangkan suasana malam itu dengan rangakaian pantun spontan yang merespon orang sekitar panggung, yang mana pantun-pantun spontan ini sudah langka, ditambah lagi usianya yang masih muda. Pertunjukan malam itu diakhiri dengan bermain gandang tambua bersama-sama di atas panggung.
Solok, 30 Oktober 2019