Minggu, 23 juni 2019, hari ini adalah hari ke-7 lokakarya Daur Subur di Parak Kopi. Pada hari-hari sebelumnya beberapa pemateri tamu telah menyempatkan hadir dan menyumbangkan pikiran. Di antaranya Robby Kurniawan, dia adalah Alumni Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang, Agam, Sumatera Barat dan saat ini tengah menyelesaikan tesisnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terkait fenomena keagamaan di Sumatera Barat. Materi yang diberikan Robby juga berhubungan dengan tesisnya turut memperkaya wawasan kami dalam memahami persoalan keagamaan, media, dan organisasinya. Selain itu, ada juga Mia Aulia seorang mahasiswa di Institut Seni Indonesia Padangpanjang, Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV), dia juga seorang seniman berbasis visual aktif memproduksi karya video kolase.
Hari ini, setelah makan siang kami melanjutkan observasi di sekitar Parak Kopi, observasi kali ini kami bagi menjadi dua kelompok, saya, Zekalver, Volta, Ilham dan Kitiang. lalu kelompok kedua Rizky, Apis, Holil, Dayu, Fajri, dan Haikal.
Saya dan teman-teman, jalan kaki menuju ladang kangkung di sekitaran komplek perumahan baru yang masih dalam tahap pengerjaan. Kelihatannya lahan perumahan ini sebelumnya adalah lahan pertanian warga sekitar yang kemudian mereka jual, ini sangat jelas terlihat ketika kita berada di ujung jalan komplek, di sana jarak antara ladang kangkung dan perumahan hanya berjarak 1m-2m saja.
Setengah perjalanan di komplek, kami berjumpa dua orang anak kecil yang kebingungan melihat kami. Lalu mereka tertarik untuk ikut berjalan-jalan. Sepertinya mereka sangat hafal persimpangan jalan disini, sambil berlari-lari mereka mearahkan telunjuk mereka ke tempat yang dianggapnya menarik. Sesekali mereka juga menceritakan sekolah dan permainan mereka di sini. Di tempat yang sama, sambil mengambil gambar di sekitar, saya didatangi seorang yang keluar dari mobil “maaf bang kalau rumah yang di depan ini tipenya apa ya, bang?” tanya dia,
“Kalau itu, saya tidak tahu juga bang, tapi kalau abang mau tahu tadi saya lihat di sana ada orang yang sedang bekerja, coba tanya dia barang kali tahu” jawab saya.
“Ooh begitu saya kira abang orangnya”.
Sepertinya dia orang yang mau membeli salah satu rumah di komplek ini. Perumahan ini memang baru, dan sepertinya belum banyak orang yang tinggal di sini dan juga masih banyak rumah yang belum terjual. Kami terus berjalan dan sampai di ladang kangkung, dari kejauhan terlihat tiga orang di dalam ladang yang sedang panen. Kami menghampiri dan sempat bertanya-tanya soal kangkung dan Parak kopi. Bapak tesebut menceritakan pengalamannya selama berladang kangkung yang digelutinya sudah lima belas tahun. Beliau tertarik pada kangkung karena perawatannya yang mudah dan selang waktu panen yang rapat. Selama berladang kangkung beliau pernah berpenghasilan besar dengan capaian satu bulan bisa membeli motor, demikian ia menggambarkan. Capaian tersebut dialaminya ketika hama sawah di sekeliling ladangnya yang belum terlalu menganggu lahannya.
Selama kami di ladang, keluarga ini (bapak, ibuk, dan anak) nyaman sekali berbagi cerita. Anak dari bapak ini juga sempat menanyakan tentang kegiatan kami di Parak Kopi. Tidak sampai di situ, bapak petani kangkung ini juga bercerita tentang asal-usul penduduk sekitar Parak Kopi yang katanya berasal dari daerah Solok, ini bisa ditandai dari suku-suku atau penamaan suku yang sama dengan Solok.
Setelah selesai observasi hari ini kami kembali menuju rumah, dilanjutkan dengan menanam bunga dan bibit tanaman yang didapat dari tetangga ke dalam botol kaca ataupun plastik bekas. Lalu malam harinya, seperti biasa dilanjutakn dengan diskusi seputar observasi tadi siang yang semakin rinci. Pemetaan ini akan berlanjut pada penelitian yang difokuskan pada satu masalah atau fenomena yang menarik bagi masing-masing partisipan lokakarya. Di antaranya, pola kehidupan bertani di perkotaan dan pemasarannya, jalur irigasi, dan beberapa hal yang berkaitan dengan pertanian baik secara lansung maupun tidak, seperti persoalan kebiasaan nongkrong dan alih fungsi lahan. Observasi ini bertujuan untuk memetakan kebudayaan masyarakat pertanian Sumatera Barat melalui pendidikan media yang berbasis kominitas, kali ini secara spesifik melihat persentuhannya dengan budaya urban Kota Padang.