Catatan hari keempat kegiatan lokakarya literasi media: Daur Subur di Parak Kopi
Kamis, 20 Juni 2019. Di Surau Tuo AMR, Kelurahan Parak Kopi, Kec. Padang Utara. Kota Padang. Pagi seperti biasa setelah shalat subuh, saya mengulang-ulang mata kuliah yang diujiankan pukul sepuluh nanti. Walaupun ujiannya agak siang, tapi saya agak cepat mandi karena mau cari-cari batrai kalkulator untuk ujian. Instruksi dari dosen wajib untuk membawa kalkulator ketika ujian. Setelah selesai mandi dan siap-siap pergi ke kampus, saya meminjam motor Inyiak Novi atau yang biasa disapa Qiting atau Kitiang, karena motor saya sampai hari ini belum mau hidup aliyas mogok. Sebelum pergi keluar, saya menyuruh Kitiang untuk mandi terlebih dahulu karena kami akan pergi bareng ke kampus.
Sambil menunggu Kitiang siap mandi, saya pergi dari Surau Tuo dari Jalan Rawang III lalu belok ke kiri ke Gang Cempaka Putih, lalu sampai ke jalan arah ke Bandes sambil menikmati sebagian pemandangan sawah setengah perumnas didekat Mesjid Al Bahri. Tujuan saya keluar untuk mencari batrai kalkulator, setelah beberapa kali singgah lalu pergi dari beberapa tempat fotokopi dan peralatan sekolah, hanya mendapat jawaban yang sama ‘tidak ada’. Lalu saya kembali ke Surau Tuo untuk pergi ke kampus dengan membawa kalkulator mati. Walaupun dalam hati tersimpan cemas yang tak karuan.
Sesampainya di Surau Tuo, Kitiang sudah menunggu di pintu surau, lalu dia mengajak saya ke kosnya di daerah Ampang. Walaupun Kitiang sudah menetap di Surau Tuo AMR tetapi barang-barangnya di kos belum semuanya dibawa ke Surau Tuo dan kontraknya juga belum habis. Sambil pergi ke kampus, kami melakukan observasi melalui Jalan Banda Kali, lalu belok kearah Jalan Raya Ampang, dan di kosnya ternyata Kitiang menyinggahi kalkulatornya.
Waktu di jalan Kitiang juga lupa membawa pulpen, setiba di kampus dan di dalam kelas, beruntung sekali kami tidak telat dan kalkulator tidak dicek. Kira-kira ujian berlangsung dua jam. Setelah ujian selesai kami duduk di kantin sambil minum kopi di kantin sebentar, saya mengajak Kitiang kembali ke surau karena mau ikut observasi keliling di sekitar Parak Kopi, tapi Kitiang mengatakan bahwa ia harus singgah ke sekretariat UKM Teaternya terlebih dahulu. Lalu terlihat juga Inyiak Fajri di kantin, saya mendekatinya sambil mengajak untuk pulang ke surau tapi ia juga tidak bisa karena ia masih ada jadwal ujian. Tanpa berpikir lama saya jalan menuju Surau Tuo dengan berjalan kaki, karena belum pernah jalan kaki dari kampus ke Surau Tuo. Ketika di perjalanan saya mengambil video dan foto di Jalan Bandes dan hal-hal yang menarik di sana.
Ketika hampir sampai di dekat surau, saya dikagumkan dengan beberapa kreativitas seperti gambar-gambar yang dicat pada tutup tempat septi tank masyarakat. Jika tadi pagi saya sempat pergi melewati Gang Cempaka Putih, kali ini saya lewat Gang Tanjuang. Ketika mengambil foto-foto logo dari sebuah kartun ada ibu-ibu yang lagi santai di depan rumahnya bertanya kepada saya,
“Kamu ngapaian, nak?”
Saya berhenti di depan rumah ibu itu sambil memperkenalkan diri dan menyebutkan saya baru pindah ke rumah ibu Ita, dekat Mushala Nurul Yakin atau Surau Tuo AMR saat ini. Ketika mampir di rumah ibuk, saya melihat bekas-bekas lemari buku di teras rumah ibuk itu.
“Itu lemari kayu punya ibu?”
“Itu punya anak saya, dulu anak saya jualan buku di dekat kampus UIN Imam Bonjol Padang”, katanya
Setelah beberapa saat bercerita saya pamit untuk pergi ke Surau Tuo. Saya sampai di dekat SDN 21, lalu ke rumah-rumah baru yang baru dibuat di depan SD, ketika di persimpangan saya sempat singgah membeli es buah dan es cincau di persimpangan, dan bertanya-tanya kepada uni yang jualan dan berkenalan juga. Nama uni yang jualan itu Uni Yen yang kampungnya di Pesisir Selatan. Uni Yen mengontrak rumah di belakang tempat ia berdagang. Kira-kira sudah dua tahun ia tinggal di sini, sambil iseng saya menanyai soal rumah-rumah yang baru dibangun berapa harganya, dan bagaimana cara menghubungi orang yang mempunyai proyek ini. Kira-kira sekitar setengah jam mengobrol dengan Uni Yen, saya menuju ke Surau Tuo.
Setelah selesai makan siang di Surau Tuo, kami melanjutkan materi kolase untuk pertemuan kedua bersama Kak Mia Aulia. Ia adalah mahasiswa dari Jurusan DKV Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, yang diundang oleh Gubuak Kopi, karena memiliki karya-karya video kolase yang bagus. Dari hari pertemuan pertama sampai kedua kali ini kami sangat bersemangat belajar bersama Kak Mia, karena kesempatan belajar akan hal-hal kesenian ini jarang kami dapatkan kecuali dengan otodidak. Dan pembelajaran kesenian ini menurut kami juga suatu hal yang penting dan budaya kesenian ini perlu kita terus pelajari.
Syehk Sulaiman Arrasuli atau Inyiak Canduang, yakni pendiri pesantren tempat kami sekolah dulu, juga menyukai kesenian dan beliau juga sangat menyenangi menulis, seperti yang dikisahkan dalam buku “Ayah Kita” yang dikarang oleh Buya Baharuddin Arrasuli pada tahun 1978, bahwa Syehk Sulaiman Arrasuli di waktu kecil selalu menyimpan pensil dan kertas di dalam sakunya, kemudian menuliskan banyak hal.
Di pertemuan kedua kali ini, kami membuat kolase yang akan dijadikan video. Pertama-tama kami menggunting-gunting bahan yang dicari dari bahan-bahan koran bekas. Setelah mendapatkan bahan, kami lanjutkan dengan membuat story line dan story board untuk memastikan tema. Lalu dilanjutkan dengan memfoto satu-persatu gambar yang telah dipotong tadi sesuai dengan alur cerita yang telah ditentukan. Mengerjakan ini ternyata membutuhkan kesabaran dan konsetrasi yang tinggi. Waktu yang telah dihabiskan adalah sejak pukul dua siang hingga pukul satu dini hari. Setelah video selesai, kita menanyangkannya, sekaligus menjadi kejutan untuk ulang tahun teman kita Dayu. Setelah kegiatan selesai saya langsung istirahat karena pagi ada ujian di kampus dan kawan-kawan yang lain ada yang bercerita-cerita sembari merayakan ulang tahun Dayu.