Ba’da ashar, Kamis, 23 Mei 2019 Inyiak-inyiak Surau (sapaan untuk para anggota Surau Tuo AMR) mengisi aktivitas ngabuburit dengan kawan-kawan Komunitas Gubuak Kopi. Kegiatan ini juga bermaksud mengobservasi situasi lingkungan di Kelurahan Alai Parak Kopi.
Berawal dari Surau Tuo AMR kami mulai melangkah bersama sambil bercerita dan memperhatikan hal-hal sekitar perjalanan, seperti fasilitas umum dan rumah masyarakat Alai Parak Kopi. Hal yang paling unik dari perjalanan sore itu ketika ada selebaran kertas yang melekat di pohon-pohon dan tiang-tiang listrik.
Selebaran kertas itu berisi jasa kerja seperti sedot wc, sumur bor, tranportasi angkutan barang, dan lainnya. Hal-hal ini setelah saya perhatikan memang menjadi peluang perkerjaan yang bagus, karena sepanjang perjalanan kami banyak rumah penduduk yang rata-rata merupakan ‘rumah perkotaan’. Yakni, sperti kompleks perumahan modern, dengan arsitektur yang megah, rumah-rumah berpagar tinggi. Jadi, Perkerjaan kecil diatas sepertinya sangat dibutuhkan oleh ‘orang-orang kota’ atau orang-orang dengan rutinitas pekerjaan kantor yang sibuk.
Sekitar 20 menit perjalanan, dari Surau Tuo mengitari kampung dan kompleks perumahan Alai Parak Kopi, kami pun sampai ke Jl. Andalas yang merupakan jalanan yang ramai, dan penuh kendaraan yang melintas. Kami berhenti sejenak dan membeli takjil untuk berbuka puasa di Surau Tuo nantinya. Tak lama kemudian kami berjalan kembali dengan rute perjalanan pulang yang berbeda.
Perjalanan yang awalnya kami lewati adalah melewati perumahan dan jalan pulang yang kami lalui dinamai dengan Jl. Banjir Kanal, atau sering disebut orang-orang dengan Banda Kali atau Banda Bakali. Jalanan ini memiliki lebar kurang lebih 2 meter dan hanya dapat dilalui 1 mobil atau beberpa motor pada satu arah. Ketika kami memasuki jalan itu di sebelah kanan terlihat rumah-rumah kompleks dari setiap persimpangan gang. Sementara di sisi lainnya atau di sebelah kiri mengalir Sungai Banda Bakali yang merupakan kanal banjir Kota Padang yang berujung di Pantai Muaro Lasak.
Lama kelamaan warna langit pun berangsur gelap tanda berbuka puasa sebentar lagi. Ternyata prediksi kami yang akan sampai di Surau Tuo sebelum waktu berbuka kurang tepat. Sebelum kami mencari tempat untuk nongkrong sejenak – sekedar membatalkan puasa di tepian Banda Kali, saya melihat suatu hal baru yaitu Musala Al- Firdaus yang di sampingnya ada tiang listrik besar atau dinamai Menara SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi).
Setelah saya cari informasi tentang hal di atas. Maka timbulah asumsi bahwa terlalu dekatnya posisi Musala dengan Menara SUTET tidak baik, karena di listrik itu ada energi magnetiknya, yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat bila terpapar terlalu sering.
Kami pun duduk di tepian Banda Kali dan menyantap takjil yang kami beli. Gorengan serta minuman botol dimakan bersama-sama, sambil melihat sungai dan jingganya matahari yang lambat laun mulai hilang, dan malam pun datang.
Kami lanjut berjalan pulang ke Surau Tuo Amr. Tiba Di Surau tuo kami disambut Uda Juli Ishaq Putra yang merupakan senior kami. Ia datang untuk memberi dukungan kepada Inyiak-inyiak Surau supaya silaturahmi dengan Komunitas Gubuak Kopi terus berlanjut dan kolaborasi pada 17 Juni mendatang sukses dan penuh dengan manfaat.