Basikakeh Roda Basi di Sawah Solok

Catatan perjalanan menyimak iven Basikakaeh Roda Basi

Solok, Sumatera Barat memang terkenal dengan berasnya yang sangat nikmat, maka dari itu Solok kerap kali dijuluki Kota Beras oleh banyak orang. Bahkan ada juga lagu “Bareh Solok” yang diciptakan oleh Nuskan Syarif dan dipopulerkan oleh penyanyi pop minang seperti Ernie Djohan dan Elly Kasim dan banyak penyanyi lainnya. Bicara tentang beras tak lepas juga dari sawah. Solok juga terkenal dengan sawahnya yang luas dan subur. Contohnya saja sawah di sepanjang jalan Lubuk Sikarah, IV Korong Kota Solok, kita bisa menikmati luasnya hamparan sawah di sana. Baru-baru ini juga terpasang tanda merk dengan ukuran besar bertuliskan “Sawah Solok”. Sebuah ikon yang memberi arti tersendiri bagi kota Solok, mempertegas posisinya sebagai Kota Beras. “Sawah Solok!” dari sini lahberas nikmat itu dipanen, kira-kira seperti itu. Tanda ini pun juga ditujukanuntuk memikat masyarakat yang lewat. Banyak masyarakat Solok dan sekitarnya yang menjadikan ikon tersebut latar untuk berfoto ria.

Berkaitan dengan “Sawah Solok” sebagai ikon Kota Solok, Dinas pertanian Kota Solok mengadakan acara yang diagendakan menjadi iven tahunan di Kota Beras itu. Iven tersebut bertajuk “Basikakeh Roda Basi” yang diadakan pada hari minggu tepatnya pada tanggal 22 Januari 2017. Acara ini di-organize pemuda Kelurahan Sinapa turut pula berkerja sama dengan pegiat-pegiat komunitas di Solok, seperti kelompok fotografi Gajah Maharam.

Saya bersama Dinova, yang juga merupkan salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi juga mengagendakan untuk hadir dan mendokuemntasikan acara “Basikakeh Roda Basi” pada minggu pagi itu. Di Gubuak Kopi, memang kita selalu mengumpulkan data atau mendokumentasikan aktvitas-aktivitas masyarakat, terutama yang berkaitan dengan warga berdaya untuk kita bahas dan pelajari bersama. Dokumentasi ini kita arsipkan dengan kerja media yang kita namakan “Solok Milik Warga”. Media ini untuk sementara waktu baru bisa diakses melalui akun instagram @solokmilikwarga sebuah media dokumentasi dan pengarsipan aktivitas warga berdaya dalam ruang lingkup lokal, dalam hal ini adalah Solok. Tepat pada pukul 08.00 pagi, Dinova mengampiri saya di Kantor Gubuak Kopi.

Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, saya dan Dinova langsung menuju ke tempat acara berlangsung, tepatnya di depan kantor pengadilan Kota Solok, jalan Lubuk Sikarah. Sesampainya kami di sana acaranya masih belum mulai. Blok sawah yang akan digunakan sebagai lokasi perlombaan masih belum siap namun lokasi acara sudah dipenuhi oleh masyarakat Kota Solok dan sekitarnya. Acara dimulai dengan perlombaan Pacu Upieh oleh anak-anak SD. Ada lebih dari 10 anak yang antusias mengikuti perlombaan ini. Pacu Upieh maksudnya adalah sebuah balapan menggunakan pelepah pinang. Masing-masing peserta terdiri dari dua orang., para peserta harus menarik rekannya sampai ke garis finis. Jarak yang ditempuh sekitar 20 meter saja. Peserta tampak antusias dan senang serta tidak mengiraukan lumpur yang mengotori baju mereka. Kesan yang kami rasakan saat itu, bahwa Pacu Upiah ini sebenarnya sangat baik untuk mengingatkan anak-anak generasi sekarang untuk bermain di luar rumah, bersama teman-teman sebaya dan mengimbangi pemakaian gadget mereka. ada yang lebih nyata dan lebih menyenangkan selain bermain game dunia maya atau permainan digital lainnya.

20170122_085200.jpg

Acara Basikakeh Roda Basi dibuka resmi dengan pertunjukan silek tuo yang dihadiri pula oleh Bapak Walikota Solok. Atraksi seni silek tuo ini terdiri sepasang pesilat yang akan bergelut ala beladiri di kubangan lumpur. Gerakan silat yang penuh makna ini juga dipahami sebagai hiburan bagi masyarakat, masyarakat terkagum-kagum menyaksikan kelincahan dan kegagahan para pesilat. Tampak juga bapak Wali Kota yang sangat antusias menonton silek tuo sambil berjongkok di tepian sawah. Dari silat, acara belanjut pada kegiatan Malapeh Baluik (Melepas Belut) yang dipimpin oleh Bapak Wali Kota Solok. Kali ini Bapak Wali Kota ikut masuk ke kubangan sawah untuk melepaskan belut yang sudah disediakan panitia. Sehabis pelepasan belut, anak-anak beramai-ramai menangkapi kembali belut itu. Mereka menangkapi dengan ceria walau hanya beberapa yang berhasil didapat.

Akhirnya kita sampai pada acara inti “Basikakeh Roda Basi”, yakni ajang para petani menunjukan kelihaian mereka dalam memainkan mesin bajak di sawah. Para petani ini adu cepat menjalankan mesin bajak dari garis start menuju satu titik lalu kembali lagi ke garis garis start. Mesin bajak sebelumnya disediakan oleh masing-masing peserta. Ada dua kategori dalam perlombaan ini, yang pertama lomba Bajak Singkal dan yang kedua adalah Bajak Kura-kura. – Sebelum memulai perlombaan, Zul Elfian selaku Wali Kota Solok mencoba menjalankan mesin bajak terlebuh dahulu. Kelihatan sangat mudah memang, tapi ternyata prakteknya sangat sulit bagi orang-orang yang baru mencoba. Tampak kesulitan Pak Zul Elfian yang menjalankan mesin bajak dan akhirnya harus dipapah karena sakit pinggang. Setidaknya hari itu pimpinan kita mendapatkan pengalaman “mengalami”, merasakan apa dikerjakan oleh para petani kita.

Setelah itu, mulailah MC memanggil peserta. Semuanya sudah siap dan perlombaan dimulai dengan hitungan mundur yang dipandu oleh Bapak Wali Kota. Agak sulit bagi saya mengabadikan momen perlombaan ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang berdesakan hanya untuk menonton acara inti ini. Hari yang menyenangkan, bisa menyaksikan warga berpesta, dan itu juga melelahkan. Sebelum pulang tidak lupa saya menyempatkan diri melihat kuliner-kuliner Solok yang terletak di Kantor Pengadilan Negeri Solok yang juga menjadi bagian venue pesta ini. Saya mengira akan melihat banyak ragam kuliner Solok, tapi ternyata hanya ada lima macam kue basah; kacang balado, kacumuih, schotel tahu, pario dan cake zebra.

Acara Basikakeh Roda Basi bukan hanya disaksikan oleh masyarakat Solok saja, tapi juga di luar Solok bahkan wisatawan atau fotografer dari Pulau Jawa. Dalam acara ini juga hadir beberapa jurnailis stasiun televisi nasional dan lokal. Berbicang-bincang dengan Uni Mel, salah satu forografer dari Komunitas Gajah Maharam, yang juga terlibat dalam perhelatan ini, berharap dengan adanya iven yang diagendakan akan hadir setiap tahunnya ini, masyarakat Kota Solok dan sekitarnya dapat melestarikan budaya yang terkadang sempat dilupakan dan mengingatkan kembali bahwa Solok mempunyai banyak potensi yang harus digali lagi. Acara ini juga sekaligus menjadi ajang pendekatan warga bersama pemerintahnya. Albert Rahman Putra, salah satu peneliti Komunitas Gubuak Kopi, turut mengapresiasi kegiatan ini. Ia mengaku senang melihat warga yang berpesta merayakan kewargaannya, ini lebih baik ketimbang festival-festival besar, baik itu berskala internasional, tapi sangat berjarak dengan warganya. Dalam pembahasan di Gubuak Kopi, Albert mengingatkan, keorganikan dan kesetaraan, seperti keberdayaan warga dalam merayakaan hal-hal yang dekat dengan warga itu sendiri, serta dengan cara mereka sendiri, adalah nilai baik yang untuk kita dukung, dan yang harus kita kritisi adalah sikap-sikap yang menjadikan “kewargaan” ini sebagai objek yang eksotis semata.

________________

01 Februari 2017

Tiara Sasmita (Solok, 31 Desember 1991) adalah lulusan Universitas Andalas, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Inggris. Salah seorang pegiat Gubuak Kopi, kini ia sibuk sebagai volenteer di sejumlah festival dan galeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.