Kehadiran media dan teknologi terkini sering kali diwaspadai sebagai musuh utama kebudayaan asli atau kebudayaan lokal. Hal ini sejalan dengan konstruksi yang dibangun media arus utama, yang menampilkan kebudayaan asing sebagai sesuatu yang unggul, serta meningkatnya kesadaran kita sebagai warga dunia. Sementara itu, beberapa generasi kini – yang tidak sadar akan posisi kebudayaan lokal, dan yang abai akan cara kerja media – dikawatirkan beralih meninggalkan.
Continue readingCategory Archives: Galeri Gubuak
Pengantar Lokakarya “Lapuak-lapuak Dikajangi”
Pelestarian Kesenian Tradisi Melalui Platform Multimedia
Kehadiran media dan segala perkembangan teknologinya, — tidak lupa segala kontroversinya – hampir tidak dapat kita tolak. Media dan teknologi hadir dengan cita-cita mulia: membebaskan manusia dari pekerjaan yang berat. Seiring dengan itu, media berkembang dengan segala kepentingan, baik itu untuk memenuhi keinginan pemilik modal besar, kekuasaan, maupun untuk tujuan awalnya yang mulia tadi. Tidak sedikit dari kita masyarakat dunia yang berhasil diatur untuk menjadi konsumen semata dan seterusnya merubah pola-pola kehidupan kita. Continue reading
Kumpulan Tulisan: Daur Subur
Pada tanggal 10 – 20 Juni 2017 lalu, Komunitas Gubuak Kopi menggelar serangkaian lokakarya yang bertajuk: Kultur Daur Subur. Lokakarya ini merupakan bagian dari program pengembangan media berbasis komunitas dalam membaca dan memetakan isu pertanian dan lingkungan hidup di lingkup lokal yang kita namai Program Daur Subur. Selain aksi pengarsipan, merekam, dan pameran open lab, lokakarnya ini ditargetkan dapat menghasilkan output utama berupa tulisan. Para partisipan dengan latar belakang disiplin ilmu yang beragam saling memeras kemampuan mereka untuk memperkaya pembacaan isu-isu tersebut. Pembacaan dan proses-proses kerja media tersebut diantaranya terangkum dalam buku kumpulan tulisan yang berjudul: Daur Subur ini. Kumpulan tulisan ini tersedia dalam bentuk tulisan web, buku elektronik (PDF), dan cetak. Continue reading
Pengantar Kuratorial: Daur Subur
Pengantar Kuratorial:
Daur Subur adalah pengembangan media dalam mengarsipkan dan membaca perkembangan kultur pertanian di lingkup lokal. Program ini digagas oleh Gubuak Kopi dengan mengembangkan pembacaan melalui pendekatan jurnalisme warga, aksi performatif, serta praktik media alternatif dengan memberdayakan teknologi yang dekat dengan kita.
Konten pameran pada dasarnya bukanlah hasil akhir, melainkan sketsa awal dari persoalan yang dibingkai selama lokakarya Kultur Daur Subur, yang dilaksanakan pada tanggal 10 – 20 Juni 2017 lalu. Melalui pameran dalam bentuk open lab ini, menarik membaca kembali proses para partisipan, sebagai pilihan bermedia di era millennial. Kebebasan dan kebanjiran informasi, berpotensi akan kerancuan informasi, sebaliknya dengan sikap kritis dan kesadaran akan cara kerja media, ia juga berpotensi sebagai penunjang kesetaran dan alat desentralisasi pengetahuan.
Selain itu, pemanfaatan teknologi media ini merupakan satu usaha alternatif mendefensikan dan membicarakan diri sendiri, serta merangkum narasi-narasi yang tersebar di kalangan warga sebagai sebuah pengetahuan, yang kali ini kita rayakan dengan peristiwa kesenian.***
Solok, 7 Juli 2017
Di Rantau Kita Terlibat dan Merekam
Catatan dari presentasi publik & open studio “Di Rantau Awak Se”
Solok adalah sebuah kota kecil di dataran tinggi Sumatera Barat. Terdiri dari 2 kecamatan dan 13 kelurahan, dengan penduduk sekitar 68.000 jiwa. Seperti halnya masyarakat Minangkabau umumnya, masyarakat Solok juga memiliki tradisi merantau, bahkan hingga saat ini. Banyak generasi saya yang ingin ‘mencari kehidupan yang lebih baik’ di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Padang, dan lainnya. Motifnya bermacam-macam; tradisi, gengsi, ‘mengadu nasib’, belajar sementara, ingin hidup lebih baik, kota Solok yang tidak menjanjikan, dan sebagainya. Dan kini, di saat yang sama, Solok juga menjadi kota rantau bagi etnis lain. Tidak sedikit saya menyaksikan para perantau di negeri perantau ini ikut berkontribusi untuk pembangunan kota Solok. Continue reading
Editorial Kumpulan Tulisan AKUMASSA Solok
Catatan tentang AKUMASSA Solok (Bagian 5)
Salah satu output dari kegiatan lokakarya literasi media AKUMASSA yang diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan Forum Lenteng, adalah kumpulan tulisan para partisipan dengan tajuk umum, “Di Rantau Awak Se”. Tajuk ini merupakan hasil pembacaan para partisipan tentang “rantau” dalam konteks masyarakat di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Continue reading
Di Rantau Awak Se
Pengantar Kuratorial:
Pameran dan Open Studio bertajuk “Di Rantau Awak Se” merupakan bagian dari kegiatan lokakarya yang dilaksanakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan Forum Lenteng, lewat Program Pemberdayaan dan Pendidikan Media Berbasis Komunitas, AKUMASSA, sejak tanggal 6 hingga 10 Maret 2017.
Kegiatan lokakarya tersebut mendorong kawan-kawan komunitas untuk membaca kota Solok, khususnya daerah Kampung Jawa tempat beradanya Komunitas Gubuak Kopi, sebagai sebuah lokasi yang kita tinggali bersama, melalui sudut pandang warga masyarakat lokal. Pembacaan ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan jurnalisme warga dan praktik media alternatif, dengan memberdayakan teknologi telepon genggam dan kamera sederhana, untuk merekam apa-apa saja yang ada di Kampung Jawa. Aksi perekaman ini menjadi salah satu cara untuk mengarsipkan kota, dalam rangka memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan secara luas.
Materi-materi dalam pameran dan open studio ini dihadirkan sebagai sebuah sketsa atas pembacaan tersebut. Seluruh partisipan lokakarya mendokumentasikan peristiwa dan narasi-narasi yang tersebar di Kota Solok, lalu mengemasnya ke dalam berbagai medium, seperti teks, fotografi, gambar, dan video.
Materi-materi yang dipamerkan ini bukanlah hasil akhir, melainkan masih menjadi bagian dari proses lokakarya. Menarik untuk merefleksi apa yang telah dilakukan oleh para partisipan lokakarya sebagai suatu awal baru untuk mendefinisikan Kota Solok sebagai kota yang sadar akan budaya dan peka terhadap potensi media sebagai alat yang dapat membantu aksi-aksi pemberdayaan masyarakat.***
© Photo: Courtesy of Hafiz Rancajale (2017)
Pengantar “Merawat Tubuh Tradisi”
Praktek-praktek mengenai kesenian tradisi di Solok, Sumatera Barat, hari ini hadir dengan motif yang beragam. Sebelumnya, kesenian tradisi hadir secara organik di tengah komunitas pendukungnya, sebagai bagian yang hidup dari kebudayaan mereka. Motif istemewa dari kehadirannya secara organik tersebut, adalah sebagai produk kolektif dari warga yang merefleksikan nilai-nilai kebudayaan. Sehingganya, kesenian tidak hanya menempatkan posisi sebagai hiburan warga, melainkan hadir sebagai bukti kekuatan sosial dalam mengemban identitas lokal. Continue reading
Katalog Moods of May
*Moods of May, adalah sebuah rangkaian pagelaran seni oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam memperingati hari buruh nasional. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 05-07 Mei 2016 ini respon atas minimnya pemberitaan mendalam media terkait isu mengenai buruh di Sumatra Barat. Pemberitaan yang menim tersebut membuat publik masih bergantung dan tekatung dalam konstruksi menganai buruh dan peringatan hari buruh; pembangkangan, penolakan, dan penindasan. Kegiatan ini dihantar oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam agenda “menolak kontruksi media: menjadikan seni sebagai media” dengan tujuan utama mengajak warga dan seniman profesional memperkenalkan seni sebagai media bagi setiap persoalan dan spirasi disekitar mereka.
Direktur Kegiatan: Muhammad Riski.
Kurator Pameran: Fadlan Fahrozi //
Download Katalog “Moods of May” Gubuakkopi
Downoad Pengantar Ketua Organisasi Gubuakkopi (Albert Rahman Putra)
MENOLAK KONSTRUKSI MEDIA
*Artikel ini diperuntukkan sebagai pengantar Pagelaran Seni Moods of May selaku Ketua Komunitas Gubuak Kopi,serta pengantar diskusi seni Kelas Warga.
Di sebuah pertualangan, di tengah rimba raya, saya ingat seorang teman yang bertanya heran, “kenapa tiba-tiba rimba ini menjadi diam?” seorang teman lainnya yang baru saja sadar, meloncat dan melihat sekitar. “predator”, begitu tegasnya, tak lama seekor ular besar lewat. Ia terus melintas dihadapan kami dengan seekor tikus besar di mulutnya, pergi, dan menghilang. Rimba kembali bernyanyi. Pengalaman ini mengingatkan saya pada narasi mengenai Orde Baru, ketika kemegahan pembangungan, sepinya hiruk-pikuk rakyat kecil, ataupun kestabilan sebuah Negara bersemi karena mereka yang kecil ketakutan. Mungkin banyak sebab, tekanan, tidak ada suara, takut atau merasa percuma berteriak. Awalnya, saya tidak tahu persis apa yang terjadi pada rezim itu, saya belum terlalu dewasa untuk memahami apa yang yang tertulis “di buku sejarah sekolahan”. Belakangan baru saya menemukan banyak literature mengenai itu. Laporan KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) setidaknya menyebutkan Soeharto bertanggung jawab atas pembunuhan masal (1965), penggusuraan, manipulasi sejarah, pembredelan media, korup, dan banyak lainnya. Sebuah kekuatan besar, yang membuat takut banyak orang untuk menolak, demikian saya memahaminya. Continue reading