Batubara masih jadi ‘primadona’ sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia. Menurut data kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini sekitar 60% listrik masih disuplai dari tenaga uap. Salah satu PLTU itu ada di kota Sawahlunto tepatnya di Desa Sijantang. Seolah tak bisa dipungkiri bahwa batubara dan Sawahlunto adalah satu kesatuan yang seakan tak bisa dipisahkan Siemas hitam ini masih menjadi cahaya bagi kehidupan Sawahlunto hingga saat ini, konon agar cahaya itu tetap hidup dibangunlah PLTU di Kota Sawahlunto.
Awal mulanya pembangkit listrik di kota Sawahlunto berada di kelurahan Kubang Sirakuak Utara, dimana kala itu dibangun oleh Belanda pada tahun 1894 bernama PLTU Mudik Air dengan memanfaatkan aliran Batang Lunto, berkurangnya debit air sungai di pinggir PLTU menyebabkan PLTU ini berhenti beroperasi. Masuknya agresi militer Belanda I dan II ke Sawahlunto PLTU ini berubah fungsi menjadi tempat perakitan senjata para pejuang, dan kemudian pernah juga menjadi rumah hunian pekerja tambang, hingga pada tahun 1952 bangunan induk pembangkit listrik ini dialih fungsikan sebagai Rumah ibadah umat muslim yang lebih kita kenal sekarang dengan nama Masjid Agung Nurul Iman. Kemudian Belanda membangun PLTU penganti di Salak, Talawi pada tahun 1924 yang memanfaatkan aliran sungai Batang Ombilin. Seiring perjalanan usia dan tidak efisien lagi serta untuk operasional yang lebih besar lagi maka PLTU salak di alihkan ke Desa Sijantang. Continue reading