Catatan Proses Residensi Lumbung Kelana di Solok
Lumbung Indonesia, sebuah platform yang dikelola secara kolektif oleh 12 komunitas di Indonesia, salah satunya adalah Komunitas Gubuak Kopi. Tahun ini Lumbung Indonesia menjalankan program residensi bernama Lumbung Kelana, dimana para seniman dari berbagai kolektif saling berkelana dan menjadi tuan rumah. Semacam pertukaran anggota kolektif yang bertujuan untuk saling mempelajari strategi keberlangsungan kolektif di berbagai konteks lokalnya. Komunitas Gubuak Kopi sebagai tuan rumah, menjamu dua partisipan residensi dari kolektif yang tergabung dalam kegiatan ini. Mereka adalah Sufty yang berasal dari Gelanggang Olah Rasa (GOR), Bandung dan Yohanes berasal dari Komunitas Kahe, Maumere. Mereka berdua akan berkegiatan selama dua minggu di Komunitas Gubuak Kopi, Solok.
Para partisipan residensi ini tiba di Solok pada hari Senin, 17 Januari. Mereka datang ketika di Rumah Tamera (Markas Komunitas Gubuak Kopi) yang juga sedang menggelar pameran bersama Prodi Fotografi Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Sebuah pameran tugas akhir mahasiswanya Arvil Mustika. Para residen diajak berkenalan dengan kawan-kawan di Rumah Tamera dan para dosen ISI Padangpanjang yang juga kebetulan hadir. Semua menyambut dengan hangat dengan kehadirannya para tamu residensi Lumbung Kelana.
Di GOR Sufty mempunyai usaha kedai kopi dan teh rempah. Menariknya di kedai itu ia meracik sendiri rempah-rempah yang ia dapat dari beberapa supplier dan beberapa dari yang ia tanam, seperti sereh, kunyit, jahe, dan lainnya. Ia juga mengeringkan sendiri rempah-rempahnya dengan dehidrator. Ketertarikannya Sufty dengan rempah-rempah membuatnya serius dalam membuat eksperimen minuman-minuman rempah. Di dalam GOR sendiri, sebagai ruang kreatif terdiri dari berbagai usaha yang dikelola oleh kawan-kawan GOR, dan orang luar yang hanya menyewa bilik di sana.
Program Bajak Dapur, adalah yang paling ditunggu-tunggu kata Sufty. Di situ GOR memiliki usaha resto dan cafe yang bernama Lab Pangan. Di Lab Pangan itu program Bajak Dapur dilaksanakan. Bajak Dapur merupakan kegiatan ketika masakan yang disajikan berbeda dari menu masakan yang biasa disediakan di Lab Pangan. Siapapun diizinkan untuk membajak dapur, menu yang disajikan bisa apa saja, seperti yang sudah dilaksanakan. Bajak Dapur juga pernah diselenggarakan bersama tamu dari Thailand. Mereka memasak bersama menu khas negara Thailand dan menu itu dapat dijual ke pengunjung yang datang.
Lain cerita dari Yoan Komunitas Kahe di Maumere, Yoan bercerita di Kahe kegiatan sebelumnya lebih banyak ke seni teater. Baru-baru ini saja mereka masuk ke skena seni rupa. Mereka juga berkegiatan di sastra, ada festival besar yang mereka lakukan bersama kawan-kawan sastra di Flores, yaitu Flores Writer Festival. Sama seperti di Komunitas Gubuak Kopi, di Komunitas Kahe juga sering melakukan riset di beberapa daerah di sekitar Flores.
Untuk hari pertama belum ada kegiatan bersama, karena para residensi yang masih lelah dengan perjalanannya. Kami hanya mengobrol santai sambil saling mengenal satu sama lain dan menyusun rencana apa yang ingin dilakukan di hari esok. Karena ketertarikan Sufty di bidang makanan, ia mengajak kami untuk pergi ke pasar pada pagi hari.
Keesokan harinya, hari kedua Lumbung Kelana. Saya, Sufty dan Yoan pergi ke Pasar Raya Solok. Kami menyusuri pasar sambil melihat apa yang menarik untuk dimakan hari ini. Rencana awal untuk pergi pagi hari tertunda karena seharian Solok diguyur gerimis yang cukup rapat. Akhirnya jam 1 siang kami baru bisa pergi ke pasar. Awal sampai pasar kita hanya menyusuri pasar dan melihat apa saja yang menarik, lalu Sufty membeli bawang-bawangan, cumi, dan rempah-rempah lainnya. Masih belum terbayang apa yang akan Sufty masak, tapi yang pasti siapkan dulu bahannya. Lalu Yoan juga tak kalah ingin memperkenalkan masakannya ke kami, ia membeli ikan laut dan beberapa rempah yang akan digunakan.
Sehabis dari pasar kami kembali ke Rumah Tamera, kami melewati jalanan yang berbeda dari kita lewati pas berangkat. Para residen menikmati perjalanan yang melewati sawah-sawah. Sampai di Rumah Tamera kami langsung beristirahat dan merapikan belanjaan yang kami beli tadi. Sufty melanjutkan masak-masak untuk makan siang kawan-kawan di Rumah Tamera.
Ketika sore hari kami pergi mengunjungi Pak RT dan Pak RW. Kami terlebih dahulu berkunjung ke rumah Pak RW, ketika kami datang Pak RW sedang duduk santai di dalam rumahnya, sehingga kedatangan kami tidak mengganggu waktunya. Badri mengenalkan para partisipan residensi ke Pak RW dan memberitahukan bahwa dua minggu kedepan para residensi akan menetap di Rumah Tamera. Lalu Pak RW bercerita soal budaya di Minangkabau yang banyak tidak lepas dari hewan. Banyak pekerjaan sehari-hari masyarakat Minangkabau yang melibatkan hewan, seperti baruak atau kera yang membantu tuannya untuk mengambil kelapa; kerbau yang membantu petani membajak sawah; anjing untuk menjaga rumah atau sekedar hobi berburu yang sebagian besar masyarakat Minangkabau sukai. Pak RW juga bercerita di zaman dahulu banyak rumah-rumah yang memelihara burung dan kera. Konon, katanya dengan pelihara hewan itu dapat menangkal “kiriman jahat” dari orang yang dendam dengan kita. Kiriman itu akan mengenai burung terlebih dahulu sehingga tidak dapat mengenai korban yang dituju. Karena perbincangan itu jadi melebar ke bahasan ilmu-ilmu gaib yang ada di masyarakat Indonesia.
Hari sudah mulai gelap, waktu mulai memasuki maghrib dan kami berpamitan ke Pak RW untuk pulang. Sebelum pulang kami diberi hadiah tanaman yang Pak RW tanam sendiri. Pak RW memberi daun kemangi karena Sufty sempat menyinggung susah mencari daun kemangi di pasar, lalu pak RW memberikan tanaman yang diduga tanaman srikaya.
Selanjutnya kami pergi mengunjungi rumah Pak RT, tapi karena waktu bertepatan dengan maghrib. Kami sungkan untuk berkunjung ketika maghrib, Riski pun mengajak kami untuk makan mie ayam di simpang dekat Pulau Belibis terlebih dahulu. Setelah makan baru kami berkunjung ke rumah Pak RT. Di rumah Pak RT, Riski memperkenalkan para partisipan dan memberitahukan secara singkat tujuan mereka kemari. Di situ Riski memberitahu para partisipan, kalau istri Pak RT yang membantu membuat kompos yang digunakan untuk pameran di Jakarta. Lalu Pak RT juga menanyakan hasil Batako Plastik yang pernah kawan-kawan Gubuak Kopi buat ketika program Daur Subur bersama Galeri Nasional Indonesia. Pak RT bertanya sudah sejauh mana fungsi batako plastik itu. Memang masih banyak kekurangan dalam batako plastik yang kami buat, terlebih dari batako plastiknya yang masih sangat licin jadi susah untuk disusun, jadi hanya sejauh ini hanya sebagai instalasi karya.
Pak RT memberi saran, sebelum cairan plastik yang ingin dicetak. Cetakan seng plat itu diberi pasir agar batako plastik yang sudah terbentuk tidak licin karena oli yang menempel di alas cetakan seng plat. Lalu Sufty juga bercerita di Bandung ada temannya yang punya usaha ecobrick. Membuat furniture yang terbuat dari sampah, tetapi bisa jadi benda yang memiliki fungsi guna sekaligus keestetikan. Kami mendengarnya pun jadi terpancing untuk membuatnya, selain bisa mengurangi sampah yang menjadi permasalahan semua kalangan, juga bisa menjadi usaha yang menguntungkan. Setelah berbincang-bincang dengan pak RT kami berpamitan pulang karena masih ada agenda untuk mengunjungi coffee shop di dekat Rel, karena ada teman kami yang sedang tampil di cafe tersebut.
Sebelum ke coffee shop, kami semua kembali ke Rumah Tamera untuk beristirahat dan bersiap-siap untuk kesana. Sambil menunggu yang lain, Yoan membumbui dulu ikan yang dia beli tadi. Karena di Rumah Tamera tidak ada kulkas, takut ikannya basi jadi harus dibumbui. Kami semua sudah siap, Yoan pun juga. Akhirnya kami semua berangkat ke cafe itu. Perjalanan hari ini pun ditutup dengan acara menonton gig di Rel Coffee Solok.
–