Akhirnya hujan turun juga setelah mendung yang cukup panjang dari tadi siang. Hari ini, Sabtu, 29 Juni 2019 adalah hari ke-18 dari kegiatan lokakarya Daur Subur di Parak Kopi. Menurut jadwal malam ini kita ada kelas “Wawasan Kerja Redaksi” bersama Juli Ishaq Putra, atau yang biasa kami sapa Uda Is. Dia adalah seorang redaktur di salah satu perusahaan media Cetak di Kota Padang. Sepertinya Uda Is terlambat datang karena hujan yang cukup deras dari tadi. Sembari menunggu, kami menyempatkan menanam bunga jenis air, ke dalam bermacam ukuran botol kaca.
Albert Rahman Putra, sebagai moderator pada kelas malam ini, membukanya dengan memperkenalkan Uda Is yang juga merupakan alumni dari MTI (Madrasah Tarbiyah Islamiyah) Canduang, dan juga aktif mengelola rubrik-rubrik budaya. Uda Is memulai materi dengan tanya jawab seputar media massa, media sebagai penyedia, penampil, dan berbagai jenis media massa diterangkan seperti cetak, Tv, radio dan lain-lain.
Berbagai macam media massa elektronik yang terus berkembang, memberikan dampak pada media cetak. Jika dulunya di setiap sudut atau di simpang-simpang jalan ramai terlihat para penjual koran, namun sekarang keberadaan mereka dapat dihitung jari. Perkembangan tersebut terus terjadi sampai saat ini. Berbagai macam produk media cetak, beransur-ansur merubah fisik terbitannya, ada yang masih bertahan dan ada juga yang menerbitkan dalam bentuk cetak dan berita online.
Pembahasan materi pada malam ini tidak berfokus pada kondisi-kondisi diatas, melainkan pengenalan kerja redaksi sebagai media konvensional, struktur atau management redaksi terdiri dari, redaksi, pemred (pemimpin redaksi), redpel (redaktur pelaksana) korlip (koordinator liputan) redaktur dan reporter. Pemimpin redaksi bertanggung jawab memimpin dan mengawasi seluruh mekanisme/alat dan seluruh aktivitas kerja redaksi sehari-hari. Redakaktur pelaksana memimpin langsung peliputan berita oleh redaktur dan reporter berita. Redaktur, kali ini Uda Is menjelaskan ini mungkin berbeda di media-media lain, kalau di media cetak tempat dia berkerja, redaktur mengkin lebih tepat disebut sebagai editor/orang yang mengedit tulisan dan gambar dari reporter. Reporter adalah orang mencari berita ke lapangan dan bertemu narasumber untuk diwawancarai.
Selama materi berlangsung, Uda Is juga menceritakan berbagai pengalaman-pengalamannya selama berkerja di media cetak. Dia pernah dikenai hukuman, yang mana dia harus tetap pergi ke kantor tanpa melalukan aktivitas kerja biasanya. Ia menyebut hukuman ini dengan “dirumahkan”, tapi dalam hal ini diposisikan di kantor, disuruh diam untuk melihat orang-orang bekerja. Lalu selama ia bekerja di sana sebagai readaktur, ia selalu berkerja di malam hari untuk mengedit tulisan dari para reporter.
Uda Is juga menjelaskan beberapa rapat yang harus ada dalam redaksi. Pertama, ‘rapat redaksi’ bisanya dilakukan sekali seminggu, dan dihadiri oleh dewan redaksi. Rapat ini membahas topik pemberitaan hingga beberapa hari atau minggu kedepan. Kedua, rapat proyeksi. Melanjutkan rapat redaksi untuk diteruskan secara lebih rincin pada reporter, menentukan fokus berita, narasumber, dan data-data yang akan dicari.
Sebagaimana yang kita tahu, media massa yang terus berkembang hingga genggaman. Maka malam ini Gubuak Kopi sebagai salah satu organisasi yang menyebut diri pegiat media alternatif juga berbagi pengalaman kepada Surau Tuo AMR khususnya, terkait rencana membangun media alternatif yang akan dikelola Surau Tuo AMR nantinya. Hal ini juga sebagai respon pertanyaan lansung dari Uda Is kepada Albert, selaku ketua komunitas Gubuak Kopi. Albert menjelaskan bahwa sebetulnya di Gubuak Kopi pun kita masih meraba-raba. Kita berusaha mencari metode yang tepat dengan mengenali dulu apa yang ada, mengadopsi, mengevaluasi, dan menyesuaikannya.
Albert melihat cara kerja media profit dengan alternatif/non-ptofit sebetulnya hampir sama. Hanya saja dalam bentuk kedisiplinan kita sering kali tidak bisa memberikan sanksi, karena dalam konteks organisasi semacam Gubuak Kopi yang masih baru, mereka bekerja selaku volenteer atau relawan. Tapi sebenarnya bisa saja kalau bisa membangun loyalitas dan keseriusan. Hingga saat ini kita sebenarnya belum sanggup memberi teman-teman ini gaji, kecuali dalam proyek-proyek tertentu, dan dalam konteks beroganisasi di Sumatera Barat tidak banyak SDM yang se-loyal itu (relawan disiplin tanpa digaji). Dan itu wajar, karena tidak banyak juga model yang menggambarkan kerja-kerja seperti itu di Sumatera Barat, atau mungkin memang belum ada. Kalau pun ada, rata-rata adalah LSM turunan dari pusat, yang sudah sangat aman dalam soal pendanaan. Jika pendanaan media konvensional/perusahaan berbasis iklan, maka media non-profit biasanya berbasis funding atau donasi. Perusahaan media memproduksi berita secara aktif dan menarik, agar bisa menarik banyak iklan, sementara media alternatif barang kali perlu lebih serius dan banyak memproduksi konten untuk menarik funding. Walaupun bukan funding yang menjadi target utama, tapi strategi survive itu juga perlu dipikirkan.
Setelah selesainya kelas tentang wawasan kerja redaksi, kita melanjutkan dengan diskusi-diskusi ringan masih seputar komunitas dan redaksi. mengingat hari ini telah mendekati hari pameran, berbagai persiapan dilakukan malam ini seperti pembahasan kolaborasi komik dan Anekdot. Zikri salah seorang penyair, dan juga alumni MTI Canduang, yang minggu lalu ditodong oleh Albert untuk mengumpulkan dan membuat sejumlah anekdot untuk direspon kembali dalam medium lain. Malam itu Zikri menyajikan beberapa contoh anekdot yang akan dituangkan kedalan komik maupun medium lainnya. Pembahasan selesai setelah Zekalver dan kawan-kawan memilih beberapa point anekdot yang ditulis oleh Zikri di papan tulis.