Sabtu, 22 Juni 2019, hari ke-6 Lokakarya Literasi Media: Daur Subur di Parak Kopi bertepatan dengan malam Minggu. Malam ini kami akan memutar video kolase yang telah disiapkan dari dua hari sebelumnya. Dari semalam hujan turun hampir tidak berjeda seperti angkot di Pasar Raya Padang. Akhirnya, hari ini kami bangun agak siang ditambah cuaca yang begitu enak untuk bermalas-malasan. Selain itu, memang semalam kami bercerita panjang perkara kuliah dan keseharian bersama Uda Zikri dan Nanduik yang datang bersilaturahmi dari Candung, Kabupaten Agam-Bukittinggi. Ia juga merupakan alumi pondok Tarbiyah Islamiyah di Canduang dan juga bisa disebut salah satu senior di Surau Tuo AMR.
Sekitar jam 08.00 Zikri dan Nanduik bangun lebih awal dari pada kami, dan memasak untuk mempersiapkan makan siang. Sekitar jam setengah satu semua partisipan sudah bangun dan mulai beraktivitas. Ada yang mulai melanjutkan kegiatan mengedit video yang dipelajari di kelas kolase bersama Kak Mia sebelumnya. Sebenarnya hasil dari kegiatan hari sebelumnya, yakni membuat video kolase, akan di prerentasikan hari ini, tapi dikarenakan keterbatasan perangkat komputer untuk mengedit video, akhirnya kami harus bergantian. Tidak lama setelah itu kak Mia datang ke Surau Tuo, setelah beberapa jam menunggu hujan reda. Zikri dan Nanduik selesai memasak, dan kami pun bersiap-siap untuk makan.
Makan siang hari ini begitu nikmat terasa, karena yang masak Zikri dan Nanduik memang jago dalam urusan masak-memasak. Nanduik sebelumnya pernah berkuliah di sebuah perguruan tinggi di Jogja yang fokus studinya tentang kuliner.
“Eh ba kok diam selai koo”( eh kenapa kok diam saja), celoteh Zekal menyadari teman-teman sangat menikmati makanan, dan semua ikut tertawa mendengarnya.
Setelah kami selesai makan, kami melanjutkan aktivitas kembali. Tidak lama setelah itu Kak Mia ternyata harus kembali lagi ke Padangpanjang karena senin sudah harus berkuliah. Mia Aulia yang biasa saya panggil Kak Mia merupakan mahasiswa semester akhir di ISI (Institut Seni Indonesia) Padangpanjang, Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV). Sebelum Kak Mia akan pulang kami berfoto bersama di depan surau, saat sedang asik foto-foto kami baru sadar kalau kekurangan personil, eh ternyata Hafiz baru siap mandi.
“Ondeh batinggaan se Hafiz lai mah” (Aduh, kok ditinggalkan saja Hafiz), seloroh Volta.
“Lah-lah capek lah Hafiz“ (Ayo-ayo cepat Hafiz) kata Bang Layo.
“Indak den, den ngambok” (tidak mau, aku ngambek) canda Hafiz, dan kami berfoto-foto kembali.
Saat asik berfoto tidak lama setelah itu datang Uda Juli Ishaq atau biasa kami panggil Uda Is, seorang redaktur kolom budaya di koran Haluan, Sumatera Barat. Selesai berfoto-foto, Kak Mia akhirnya pamit pulang dengan diantar Caam menuju loket bus ke berangkatan. Setelah itu para partisipan ada yang melanjutkan mengedit video, ada yang ikut menemani, ada yang berbincang-bincang bersama Uda Is.
Sore akhirnya datang terasa sangat cepat, dan kami juga belum menyelesaikan karya video kolase bergerak kami. Sebenarnya kami rencanakan akan diputar sebelum kak Mia pulang, tapi karena beberapa kendala akhirnya harus terlambat diputar. Dalam proses pembuatan video kolase bergerak ini butuh kesabaran yang lebih, mulai dari persiapan bahan, membuat storyline, storyboard, dan shooting membutuhkan waktu yang sangat panjang. Banyak sekali suka-duka yang kami rasakan selama proses pembuatannya, ada yang gambarnya susah diatur, ada pula yang filenya hilang setelah diedit malam sebelumnya, dan cukup sudah rasanya ditambah dengan hari yang semakin malam.
Selepas isya kami akhirnya makan kembali, dan selepas makan kami melanjutkan kegiatan untuk mempersiapkan video kami kembali. Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, semua video selesai diedit dan tidak sabar rasanya untuk menyaksikan karya setiap kelompok yang membutuhkan proses panjang, dan lika-liku yang menyenangkan sekaligus melelahkan.
Tepat pukul 12.30 malam, karya siap untuk dipresentasikan. Video pertama yang diputar adalah video karya kelompok satu yang berjudul “Parak Kopi Undercover”, kelompok yang beranggotakan Volta, Fido, Holil, dan Andri ini menceritakan tentang lingkungan yang ada di sekitar Parak Kopi dan sedikit mencoba mempertanyakan kenapa daerah ini dinamakan Parak Kopi. Karya yang kedua, berjudul “Heroisme di Ladang” oleh Layo, Haikal, Hafiz, dan saya, tentang lahan pertanian yang ada di Parak Kopi yang saat ini mulai berkurang karena adanya pembangunan perumahan. Karya ini berangkat dari pengalaman observasi sebelumnya, di mana kami bertemu dengan Pak Un yang merupakan petani sayur kangkung di Parak Kopi. Beliau menceritakan kalau Parak Kopi merupakan sebuah desa yang ada di tengah kota dan kami juga sedikit menyoroti perkembangan kota yang mulai tidak ramah lagi.
Karya video kolasi yang ketiga dibuat oleh Zekal, Caam, Kiting, dan Fajri. Video yang berjudul Campukaw (Caam pulang kawin) ini merupakan gambaran dari kebiasaan orang minang yang pergi merantau dan pulang ke kampung saat lebaran telah tiba, dan ditambah lagi dengan fenomena hari ini, nikah setelah lebaran.
Setelah pemutaran video, akhirnya kami berbincang-bincang bersama mengenai video yang telah selesai dibuat, dan dilanjutkan dengan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan seminggu ke depan. Albert menjelaskan bahwa kalau bisa kegiatan ini akan dilakukan secara berkelanjutan, dengan mengangkat isu-isu sesuai visi Surau Tuo dan hal-hal yang terkait Parak Kopi. Setelah itu Albert juga menjelaskan perencanaan pembuatan anekdot sebagai implementasi pokok pikiran Inyiak Candung atau Syech Sulaiman Arrasuli (Pendiri Trabiyah Islamiyah) dalam mengkritisi persoalan lingkungan, yang nantinya juga bisa dibuatkan dalam medium video kolase. Kegiatan atau perencanaan ini juga nantinya akan dibantu juga oleh Zikri yang cukup kenal dengan anekdotnya Inyiak Canduang cara guru-guru di Pesantren Tarbiyah Islamiyah mengajar dengan perumpamaan sederhana. Kegiatan malam ini di tutup dan dilanjutkan dengan diskusi, dan sebagian dari partisipan juga ada yang langsung beristirahat.