Minggu sore, 07 Januari 2017, saya beserta rekan-rekan tiba di kantor Penggerak Kreativitas Anak Nagari Padang Sibusuk, atau yang biasa kami sapa PKAN. Ini adalah kali pertama lokakarya Daur Subur diadakan di luar Solok, dan setelah ini pun menyusul beberapa tempat lain. PKAN adalah salah satu komunitas lokal di Padang Sibusuk, Kabupaten Sijunjung, yang dikelola oleh sejumlah pemuda dan aktif berkegiatan di bidang kesenian. PKAN selama dua minggu kedepan akan menjadi mitra Gubuak Kopi dalam penyelenggaraan lokakarya Daur Subur ini.
Partisipan yang ikut serta kali ini cukup beragam. Baik dari perwakilan komunitas yang pernah berpartisipasi di sebelumnya, maupun peserta baru yang memiliki ketertarikan terkait isu pertanian, kesenian, dan media. Partisipan yang ikut serta dalam lokakarya kali ini antara lain, Khairuzzaki Aziz (Walhi Sumbar), Novi Fani Rovika (Walhi Sumbar), Hafizan (Seniman, Padang), M. Yunus Hidayat (Takasiboe, Solok Selatan), Imran Kamil (Komunitas Seni Rantai, Sawahlunto), dan teman-teman dari PKAN Padang Sibusuk, yakni, Fadlan Fahrozi, Budi Santoso, Yones Adha, Yovi Fardhilas, Heru Anugrah, Eldi Gafesa, dan Nuzul Ichsan.
Setiba di sekretariat PKAN, kami disambut oleh Fadlan Fahrozi beserta teman-teman. Setelah menyusun barang-barang, berhubung masih dalam suasana perkenalan, kami pun mengisi sore ini dengan mengobrol bersama pemuda-pemuda Padang Sibusuk ini. Obrolan kami mulai serius sesampai seorang bapak yang biasa dipanggil Pak Jon. Kami dan Pak Jon pernah bertemu beberapa minggu sebelumnya, ketika hendak merancang kegiatan lokakarya ini. Ia merupakan warga setempat yang berprofesi sebagai pendulang emas di kampungnya. Dan ada juga yang akrab disapa Ichsan, adalah pemuda lokal yang juga pernah ikut aktivitas menambang emas di sela masa kuliahnya. Ia juga memperlihatkan foto emas yang pernah ia dapat.
Dari obrolan yang saya dengar, terdapat sejumlah isu yang menarik untuk kita dalami selama lokakarya nanti. Salah satunya, yaitu adalah masalah peralihan fungsi lahan pertanian sawah menjadi tambang emas. Sebagian besar penambangan yang telah terjadi, memberikan dampak buruk pada lingkungan di sekitarnya maupun lahan itu sendiri. Banyak lahan bekas tambang emas itu tidak produktif lagi, terutama tanah sawah yang berganti menjadi kerikil setelah dikeruk. Namun, menarik pula menyimak cerita dari Pak Jon, tentang beberapa sawah yang beberapa waktu terakhir, telah di tambangi emas, dan bisa kembali dijadikan sawah.
Sebelumnya saya juga pernah membaca sejumlah artikel di blog dan berdiskusi bersama teman-teman Gubuak kopi, terkait pola-pola isu tambang di Sumatera Barat, juga dampak-dampak yang merubah kebiasaan masyarakat lokal dan memberikan dampak sosial lainnya. Cukup lama kami mengobrol sembari mempersiapkan alat-alat untuk pembukaan kegiatan. Setelah makan malam, lokakarya langsung dibuka Albert Rahman Putra selaku ketua Gubuak Kopi. Ia juga menjelaskan latar belakang program Daur Subur, kenapa diadakan di Padang Sibusuk, dan sejumlah capaian yang harus kita realisasikan hingga dua minggu kedepan.
Daur Subur diarahkan ke lokasi ini berkaitan dengan riset pengembangan Daur Subur sebelumnya, ada beberapa poin menarik seperti wacana lumbung padi di lokasi ini pada masa pemerintahan Soeharto, lalu teknologi pertanian kincia (kincir) yang dulu banyak sekali di sini, yang kemudian tidak lagi bergerak karena beberapa soal, seperti alih teknologi ke mesin, lahan sawah yang sudah jadi area pertambangan, dan sebagainya. Serta dari observasi lanjutan, menarik juga untuk menyimak peralihan fungsi lahan yang dilakukan oleh warga, sebagai studi perkembangan kebudayaan agraria di Padang Sibusuk, melalui platform multimedia. Selain itu, Fadlan selaku ketua PKAN atau tuan rumah juga menggambarkan tentang situasi sosial sekitaran Padang Sibusuk.
Malam itu kegiatan berlanjut dengan santai, sembari menyimak beberapa contoh karya-karya dari Daur Subur.