Sejauh mata memandang menembus pagar-pagar rumah warg di Kelurahan Kampung Jawa, atau yang biasa disebut Kampuag Jao ini, hampir setiap rumahnya memiliki sebuah taman. Berbagai macam tanaman tumbuh di sini, seperti tanaman hias, tanaman obat, maupun tanaman yang bisa dikonsumsi. Bagi saya ini menarik, karena kesadaran masyarakat terhadap lingkungan telihat dari bagaimana masyarakat itu sendiri mengelola lingkungannya. Ketertarikan saya dengan taman-taman ini, mengantarkan saya untuk menggali lebih jauh tentang taman warga di Kampung Jao.
Kamis, 15 Juni 2017 lalu, saya mengawali observasi terkait taman warga tersebut. Saya menelusuri Kampung Jao, tepatnya di wilayah sekitaran RW 06, yang mana saya ditemani oleh Zekal seorang teman dari Komunitas Gubuak Kopi. Di perjalanan, terlihat oleh saya ada seorang warga yang sedang menyapu di halaman rumahnya. Saya dan Zekal menghampiri warga tersebut guna mencari beberapa informasi untuk mengobati keingintahuan saya.
Langsung saja kami memperkenalkan diri. Ibu tersebut bernama Maida. Ia adalah salah satu warga Kampung Jao yang memiliki taman di halaman rumahnya. Tanaman di taman Ibuk Maida mayoritas merupakan tanaman hias. Di antaranya adalah bunga anthurium, kuping gajah, lidah buaya, sri rezeki (aglaonema), dan masih banyak lagi. Ada tanaman yang unik di sini, warga Kampung Jao menyebutnya bungo naneh-naneh atau bunga yang dikenal dengan nama ilmiah Sansevieria kirkii brown. Tanaman ini sejenis bunga lidah mertua, daunnya memiliki banyak kelopak dan berwarna hijau, tetapi tanaman ini memiliki ukuran yang lebih kecil.
Saya penasaran dari mana Ibuk Maida mendapatkan bibit-bibit tanaman tersebut. Ternyata itu ia diperoleh dari kampungnya, di Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Tanaman di taman Ibuk Maida tumbuh dengan subur, daunnya lebar-lebar, dan bunganya sangat cantik. Terlihat dari beberapa bunga yang memiliki warna bervariasi. Saya juga penasaran dengan kesuburan tanaman-tanaman di taman milik Ibuk Maida, ataupun di taman-taman tetangga lainnya di Kampuang Jao. Menurut Ibu Maida, salah satu kunci kesuburan tanaman ini terletak pada pupuk yang diolahnya. Berbeda halnya dengan orang lain yang menggunakan pupuk kandang sebagai jurus andalan. Ibuk Maida justru menggunakan arang sebagai pupuk tanamnya. Arang yang dimaksud adalah sisa dari pembakaran ranting-ranting kayu. Ibuk Maida mengatakan bahwa arang memberikan kesuburan yang lebih bagi tanaman. Terlihat dari tanaman di taman Ibuk Maida yang memiliki daun yang lebar-lebar. Dengan keberagaman jenis tanaman dan kesuburannya, banyak warga yang meminta bibit tanaman di taman Ibuk Maida.
Di samping tumbuhannya yang tumbuh subur, ternyata Ibuk Maida juga memiliki kendala. Ibuk Maida menjelaskan bahwa kendala tersebut timbul dari beberapa faktor eksternal, misalnya cuaca yang sering tidak menentu. Keadaan cuaca di Solok akhir-akhir ini susah ditebak, kadang hujan, kadang panas dalam waktu yang lama. Cuaca yang demikian menurut Ibuk Maida berdampak pada lambatnya pertumbuhan tanaman. Selain cuaca, hama juga seringkali menggerogoti tumbuhan. Tidak jarang ganguan juga datang dari hewan ternak milik warga lain, seperti kambing yang tanpa sepengawasan memakan tumbuhan di taman Ibuk Maida.
Setelah cukup ngobrol di rumah Ibuk Maida, saya dan Zekal melanjutkan perjalanan dengan tujuan rumah Pak Suwardi. Dia adalah ketua RT 01/ RW 06, rumahnya tepat di sisi timur Lapangan Pacuan Kuda Ampang Kualo. Dalam perjalanan ke sana, banyak dijumpai anjing-anjing liar yang sedikit mengganggu perjalanan kami. Tidak mau mengambil resiko, kami pun segera bergegas meninggalkan anjing-anjing tersebut. Perjalanan kami lanjutkan, hingga akhirnya saya dan Zekal tiba di rumah Pak RT.
Setibanya di sana, kami disambut oleh Buk RT. Pak Suwadri ternyata sedang tidak di rumah. Sembari menunggu Pak RT, kami menyempatkan diri melihat tamannya. Hijaunya pekarangan rumah Pak RT membuat saya merasa nyaman. Tanaman yang ditanam di sini berbagai macam, tetapi mayoritas adalah tanaman untuk dikonsumsi. Menurut Buk RT menanam tanaman yang bisa dikonsumsi, dapat membantu beban keluarga di bidang pangan. Bibit taman ini dibeli dari bantuan dana oleh Badan Ketahanan Pangan, Provinsi Sumatera Barat. Bibit-bibit itu pada dasarnya digunakan untuk taman Dasa Wisma, tapi beberapa tunasnya juga ada yang ditanam untuk pribadi dan ada juga untuk dibagikan kepada warga yang berminat.
Setelah beberapa kali berbincang dengan Buk RT, perhatian saya teralihkan pada benda yang berbentuk drum berwarna biru, posisinya tepat di halaman rumah. Saya dibuat penasaran, lalu saya bertaya kepada Buk RT tentang benda itu. Rupanya itu adalah tempat pegolahan kotoran kuda dan sapi, serta limbah organik untuk menjadi pupuk kompos, alat ini disebut komposter. Buk RT juga menjelaskan bahwa itu adalah bantuan dari pemerintah, dan dikelola oleh Pak RT.
Tidak lama beselang, Pak RT pun tiba, dan beliau menyapa kami dengan sangat ramah. Saya dan Zekal bergegas menyalaminya. Kami memulai sedikit obrolan dan perkenalan. Pak RT menjelaskan kepada kami cara kerja komposter tadi. Pertama-tama, kita harus memasukkan semua bahan seperti kotoran, tanah, sedikit air, dan cairan EM4 ke dalam lubang yang terdapat pada alat seruap drum tersebut, lalu diaduk dengan cara diputar. Hasilnya adalah berupa tanah dengan warna yang hitam. Itulah hasil dari pengolahan kotoran tersebut, dan siap menjadi pupuk. Saya juga sempat menanyakan apakah pupuk ini ada kaitannya dengan pertumbuhan tanaman. Sama halnya dengan pendapat Buk Maida, Pak RT berpendapat bahwa pupuk dari arang lebih baik. Arang berguna untuk kesuburan tanaman. Sedangkan pupuk kotoran yang diolahnya berguna untuk reaksi kecepatan pertumbuhan tanaman.
Tepat di depan rumah Pak RT, kami menjumpai Dasa Wisma Nusa Indah 5, RT 01/ RW 06 Kampuang Jao. Berbagai macam tanaman dan bibit juga banyak dijumpai di sini. Contohya saja bibit tanaman obat, bibit tanaman konsumsi, dan juga bibit tanaman hias. Di sisi barat Dasa Wisma, kami menjumpai Pos Pemuda Badunsanak. Sangat disayangkan, di sekitar pos pemuda tidak dijumpai tanaman satu pun, hanya ada rumput liar. Saya mulai mempertanyakan kepada Pak RT tentang pos pemuda tersebut. Ternyata pos pemuda ini baru akan dikelola dengan baik pada bulan Agustus 2017, dengan membersihkan rumput liar yang berada di sekitar pos dan membentuk sebuah taman. Selain itu, saya juga menanyakan tentang Dasa Wisma. Pak RT menjawab bahwa dasa wisma masih berjalan dengan baik. Yang mengelola Dasa Wisma adalah Buk RT. Di samping program Dasa Wisma, ada juga program goro bersama yang dinisasi oleh pemerintah melalui kelurahan, yang disebut Jumat Bersih atau program ini lebih lengkap disebut: Jumat Bersih, Sabtu Hijau, Minggu Sehat. Jumat Bersih pun masih terus berjalan, banyak warga yang rutin melakukan kegiatan tersebut. Tetapi ada juga sebahagian warga yang tidak menjalankannya. Entah karena kesibukannya masing-masing, ataupun ada faktor lain.
Saya kembali melanjutkan “sensus taman warga” pada hari sabtu 17 Juni 2017. Kali ini saya ditemani oleh Volta, Ogy, Intan, dan Arif. Kami menelusuri Jalan Yos Sudarso di Kampuang Jao. Setidaknya, ada kurang lebih lima belas rumah yang kami kunjungi. Rumah tersebut adalah rumah yang memiliki taman di pekarangannya. Rumah pertama yang kami kunjungi adalah rumah Buk Zuriaty. Beliau adalah seorang bidan. Rumahnya terletak di tepi jalan, tepat di dalam pagar rumahnya terdapat sebuah taman kecil. Taman di rumah Buk Zuriaty memiliki media tanam yang bervariasi. Ada yang menggunakan pot plastik, pot beton atau semen, dan juga ada yang ditanam langsung pada tanah. Sebelum mendata dan mendokumentasikan taman milik Buk Zuriaty, kami terlebih dahulu meminta izin. Dengan senang hati ia memperbolehkan kami mendokumentasikan taman miliknya.
Tadinya kami pergi menggunakan motor, tetapi ada salah satu teman kami yang merekomendasikan untuk berjalan kaki. Agar memudahkan perjalanan menelusuri rumah-rumah warga yang jaraknya cukup berdekatan. Saya dan teman-teman tiba di rumah selanjutnya, rumah tersebut adalah rumah Pak Anwar. Di rumahnya terdapat sebuah deretan tanaman yang terletak di pekarangan temboknya, termasuk di tangga naik ke rumahnya. Pak Anwar sempat heran dengan kedatangan kami. Kami pun menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan. Sebelum mendata dan mendokumentasikan tamannya, tak lupa kami meminta izin terlebih dahulu.
Selain Buk Zuriaty dan Pak Anwar, ada juga Buk Yeyen. Ia juga memiliki taman di halaman rumahnya. Di samping memiliki taman, Buk Yeyen juga memiliki sebuah warung. Ia sempat menawarkan agar kami singgah di warungnya, tetapi dengan waktu yang terbatas kami pun bergegas menelusuri rumah selanjutnya. Di perjalanan, kami juga menjumpai sebuah PAUD dengan taman yang indah. PAUD tersebut bernama Miftahul Jannah 2, yang terletak di samping masjid. Karena tidak ada seorang pun di sana, kami tetap mendokumentasikannya tanpa minta izin.
Dalam kegiatan “sensus taman warga” ini, saya melihat banyak warga yang pada dasarnya peduli dengan lingkungan. Itu dibuktikan dengan cara bagaiamana mereka merawat tamannya. Tapi, tidak sedikit juga warga yang kurang memperhatikan lingkungannya, beberapa taman milik warga terlihat kurang dirawat. Area tamannya ditumbuhi rumput-rumput liar, bahkan ada beberapa tanaman yang sudah layu.
Saya berharap dari “sensus taman warga” yang dikembangkan melalui lokakarya ini, warga dapat terpancing untuk lebih peduli dengan lingkungannya secara umum maupun lingkungan privatnya. Selain memperindah lingkungan rumah dan penyuplai udara bersih, masih banyak lagi manfaat taman yang belum kita ketahui. Namun, tentu saja kita berharap ini tidak sebatas ruang privat saja, atau tidak sebatas di pekarangan rumah saja. Terdapat beberapa titik di ruang terbuka, di Kampuang Jao yang masih semak, bertebaran sampah, dan berpotensi untuk dijadikan taman.